Menurut prediksi, pemilihan legisltatif pada April 2024 akan berjalan sangat ketat. Dua partai besar yakni Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa dan partai oposisi, Partai Demokrat (DP) siap untuk terlibat dalam pertarungan sengit untuk memenangkan kursi terbanyak di parlemen.
PPP yang berkuasa sangat berniat untuk meraih kemenangan dalam pemilu mendatang. Bagi partai ini, kemenangan mayoritas kursi parlemen perlu diraih agar kebijakan-kebijakan pemerintah berjalan mulus tanpa halangan dari oposisi. Selama ini, kebijakan pemerintah kerap dihalangi oposisi di parlemen yang mendominasi majelis.
Sementara itu, partai oposisi yang kalah tipis dalam pemilihan presiden 2022, ingin menang dalam pemilu bulan April ini untuk mempertahankan mayoritasnya di majelis.
Meski hanya untuk memilih perwakilan Majelis Nasional, pemilihan kali ini tampaknya akan menjadi ajang pertarungan antara Presiden Yoon Suk Yeol dan ketua Partai Demokrat, Lee Jae-myung seperti pada pemilihan presiden sebelumnya.
Bagi Presiden Yoon Suk Yeol, kemenangan mayoritas kursi parlemen perlu diraih untuk mendukung kebijakan strategisnya. Selama ini kebijakan-kebijakan strategis Yoon Suk Yeol tidak mendapat dukungan legislatif atau Majelis Nasional karena oposisi menguasai hampir 60 persen seluruh kursi parlemen. Bila gagal meraih mayoritas parlemen, maka kebijakan-kebijakan strategis di dua tahun sisa masa kepemimpinan Yoon bakal mendapat halangan dari oposisi di parlemen.
Pemilu ini juga akan menjadi ujian realitas bagi oposisi utama Partai Demokrat, Lee Jae-myung. Keberhasilan dalam pemilu ini dapat memberikan momentum yang diperlukan untuk membenarkan pencalonannya kembali pada pemilihan presiden tahun 2027.
Dua partai besar sedang melakukan kampanye untuk menarik simpati rakyat Korea Selatan. Sayangnya, pelaksanaan kampanye banyak dibayangi oleh masalah informasi palsu. Menurut kantor berita Yonhap, sampai 18 Maret lalu, ada lebih 400 tuduhan aktivitas kriminal sehubungan dengan pemilu, dengan 676 orang ditetapkan sebagai tersangka. Dari jumlah total kasus tersebut, 352 kasus melibatkan penyebaran informasi palsu.
Kurang dari satu minggu menjelang pemilihan parlemen Korea Selatan pada 10 April, pihak berwenang telah berjanji untuk mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang mencoba mempengaruhi hasil pemilu dengan menyebar informasi palsu.