Daniel

Daniel

31
October

Presiden Joko Widodo mengunjungi Papua untuk ertama kali di masa periode ke-2 pemerintahannya pada 2019 – 2024. Kunjungan yang fenomenal disaat situasi memanas usai gejolak di September Oktober ini, setidaknya mampu menjawab situasi dan kondisi aman and terkendali Papua.  Presiden Joko WI dodo menyampaikan janji dan komitmennya: membangun infrastruktur jalan, membangun pasar dan rumah sakit, dan membangun bandara. Salah satu daerah yang dikunjungi di Provinsi Papua Barat adalah Kabupaten Pegunungan Arfak. Dalam kunjungan ke daerah tersebut, Presiden Joko Widodo menyampaikan komitmen dan janjinya. Selain itu, dia juga meresmikan jembatan terpanjang di Papua yang memudahkan lintas darat ke perbatasan Papua Nugini.

Terkait dengan kunjungan kerja Presiden ke Papua,  Adriana Elisabeth dari Tim Peneliti Kajian Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan bahwa kunjungan kerja pertama Presiden Joko widodo  ke Papua memperlihatkan bahwa Papua tetap menjadi prioritasnya. Cara sama dilakukan ketika President Joko Widodo memasukkan dua orang Papua dalam kabinet. Namun, kunjungan Presiden Joko Widodo akan kurang efektif jika tidak menyentuh baik persoalan kekerasan maupun pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua.

Sementara itu, tenaga Ahli Utama dari Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa Papua menjadi pilihan penting Presiden Joko Widodo dalam kunjungan kerja pertamanya, karena Indonesia kawasan timur adalah prioritasnya. Itulah sebabnya, Kawasan pertama yang dikunjungi usai pelantikan adalah Papua.

Wajar jika masalah Papua menjadi prioritas Pemerintah periode saat ini, karena bergolaknya wilayah tersebut merupakan kisah lama yang berulang kembali. Masalah Papua perlu penanganan ekstra hati-hati. Dalam Sidang Umum PBB baru-baru ini, ada perwakilan dari Negara Pasifik yang menyinggung tentang situasi Papua. Permasalahan di PBB dapat dijawab dengan cerdas oleh diplomat muda Indonesia. Selain itu dalam agenda PBB, tidak ada membahas isu Papua.  Pembangunan Infrastruktur di Papua selayaknya ditingkatkan agar ekonomi biaya tinggi dapat dipangkas. Namun, pembangunan tersebut membutuhkan biaya besar untuk pelaksanaan. Dengan skema yang pernah ditawarkan dalam pemerintahan saat ini, masalah pendanaan pembangunan sepertinya dapat diatasi. Selain itu, penanganan kasus-kasus kekerasan yang terjadi dapat diselesaikan dengan bijak dan pendekatan sesuai adat istiadat Papua sehingga gejolak yang terjadi dapat dikurangi bahkan dapat diatas. Sehingga tidak ada lagi pelanggaran HAM dan diskirimniasi di Papua.

01
November

Pemerintah Indonesia dan Maroko menyepakati empat nota kesepahaman di bidang perindustrian, kelautan dan perikanan, penanggulangan terorisme, serta pertukaran informasi intelijen keuangan terkait pencucian uang dan pendanaan terorisme. Penandatanganan empat nota kesepahaman tersebut dilaksanakan di Gedung Pancasila, Jakarta, Senin, 28 Oktober lalu, usai pertemuan bilateral Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Maroko Nasser Bourita. Kunjungan Menteri Luar Negeri Bourita adalah kunjungan pertama menteri luar negeri asing sejak Kabinet Indonesia Maju diumumkan pada 24 Oktober 2019.

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi saat menyampaikan pernyataan pers bersama Menteri Nasser Bourita mengatakan, Maroko adalah sahabat lama dan mitra penting Indonesia di Afrika Utara. Dalam pertemuan dengan Bourita, Retno Marsudi menyampaikan pentingnya kedua negara untuk segera memulai negosiasi perjanjian perdagangan istimewa (preferential trade agreement/PTA).

Dengan adanya perjanjian tersebut, hambatan tarif perdagangan antara Indonesia dan Maroko dapat dihilangkan. Selain itu, Retno Marsudi juga menyampaikan keinginan Indonesia untuk memperluas pasar produk manufaktur unggulan yang mempunyai potensi cukup besar di pasar Maroko yaitu tekstil, karet, sepatu, elektronik, perabot rumah tangga, dan furnitur. Ia menambahkan, Indonesia juga siap menyuplai minyak sawit, teh, dan kopi bagi kebutuhan dalam negeri Maroko. Retno menjelaskan, dalam pertemuan bersama Bourita, Indonesia juga menyampaikan kesiapan BUMN dan swasta untuk berpartisipasi pada proyek infrastruktur dan transportasi Maroko. Misalnya untuk pembangunan rel kereta api dan perumahan.

Kepada Nasser Bourita, Retno Marsudi juga memperkenalkan industri halal yang juga potensial untuk dikerjasamakan. Pada 2017, nilai industri halal Indonesia sebesar 2,1 triliun dolar Amerika dan diperkirakan mencapai 3 triliun dolar Amerika pada 2023. Dikatakan, pihaknya secara khusus mengundang Maroko berpartisipasi dalam Halal Summit di Indonesia pada November 2020.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita menyatakan, pihaknya menyambut baik kerjasama ekonomi tersebut, karena terdapat potensi besar yang perlu diekspor, tidak hanya di pasar domestik tapi juga Afrika Utara. Selain itu Indonesia dan Maroko memiliki peran penting sebagai bagian dari negara Islam, sebagai modal utama dalam memerangi radikalisme dan terorisme. Nasser Bourrita juga mengharapkan kemajuan hubungan bilateral dengan Indonesia. Hubungan yang dimiliki mempunyai sisi humanis dan berdiri atas solidaritas untuk kebaikan masa depan kedua negara.

29
October

Bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober, Presiden Joko Widodo-Jokowi, Senin siang waktu setempat meresmikan Jembatan Youtefa yang sebelumnya bernama Jembatan Holtekamp di Kota Jayapura, Papua. Nama Youtefa sendiri diambil berdasarkan permintaan masyarakat adat setempat lantaran jembatan tersebut berada di atas Teluk Youtefa.

Dalam pidato persemiannya,  Presiden Joko Widodo mengatakan, jembatan ini menjadi tonggak sejarah di tanah Papua. Bukan hanya simbol penting pemersatu bangsa, tetapi juga sebagai simbol pentingnya sebuah kemajuan untuk membangun Papua.

Jembatan Youtefa mulai dibangun sejak 2015. Presiden Jokowi sendiri yang meletakkan batu pertama untuk menandai awal pembangunan jembatan dengan panjang 732 meter dan lebar 21 meter tersebut. Pembangunan Jembatan Youtefa yang berada di atas Teluk Youtefa itu  menghabiskan dana sekitar 1,8 triliun rupiah. Jembatan tersebut menghubungkan kawasan utama Kota Jayapura dengan Distrik Muara Tami. Rinciannya, dana anggaran pemerintah pusat untuk jembatan utama sepanjang 400 meter, dana anggaran pemerintah daerah digunakan untuk membangun jembatan pendekat sepanjang 332 meter yang terdiri dari 33 meter jembatan pendekat arah Hamadi dan 299 meter arah Holtekamp.

Komposisi pembiayaan tersebut menjadi lambang sinergi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah. Kini tanah Papua punya ikon baru. Jembatan dengan ciri khas tiang melengkung berwarna merah dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Selain tentunya punya fungsi penting secara ekonomi, yaitu mempersingkat waktu tempuh dari kota Jayapura ke Muara Tami. Manfaat lain, jembatan ini juga bisa menjadi peningkat hubungan perekonomian antara Republik Indonesia dan Papua New Guinea yang selama ini melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw yang terletak di Muara Tami.

Jembatan Youtefa merupakan bentuk komitmen pemerintahan Presiden Jokowi dalam membangun infrastruktur di Papua. Walaupun ada gangguan keamanan di tanah Papua akhir-akhir ini, yang mengundang sorotan dunia international terhadap pemerintahannya, komitmen tersebut tetap tidak berubah  pada termin kedua pemerintahannya. Papua menjadi lokasi pertama yang dikunjungi Jokowi  pasca pelantikan sebagai presiden untuk masa kerja 2019-2024 bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Kedatangannya bukan  untuk memberi bantuan sosial atau sekedar kucuran dana, melainkan membuktikan komitment pemerintah bagi pembangunan infrastruktur yang dapat memajukan Papua sehingga sama  dengan daerah-daerah lain di Indonesia.

30
October

Hari terakhir bulan Oktober 2019, memberikan peluang bagi Inggris menyelesaikan  proses keluar dari Uni Eropa. Pihak  Uni Eropa telah memperpanjang tenggang waktu bagi Inggris untuk memutuskan proses keluar dari Uni Eropa, dari 31 Oktober menjadi 31 Januari 2020. Kelonggaran 3 bulan yang diberikan Uni Eropa ini telah mendorong Parlemen Inggris mengambil keputusan mengejutkan.

Sebelumnya mayoritas anggota Parlemen menolak usulan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson untuk mengajukan Pemilu di bulan Desember. Namun keesokan harinya,   Selasa 29 Oktober,  keputusan berubah. Mayoritas anggota Parlemen setuju diadakannya Pemilihan Umum lebih awal bulan Desember 2019. Melalui pernyataannya, Pimpinan Partai Buruh Jeremy Corbin menganggap penting diadakannya pemilu bulan Desember. Mayoritas anggota partai oposisi Parlemen Inggris pimpinan Corbin memberikan suara bagi pemilu yang dipercepat. Kemenangan politis Perdana Menteri Boris Johnson terwujud setelah dilakukannya pemungutan suara di Parlemen yang menghasilkan 428 setuju, 20 menolak dan sisanya abstain. Melalui pemilu yang dipercepat menjadi  tanggal 20 Desember itu, rakyat Inggris  akan menentukan para wakilnya di Parlemen. Hal  ini akan menjadi pertaruhan apakah Partai Konservatif akan tetap menjadi mayoritas, atau mungkin Partai Buruh yang akan mendominasi Parlemen. Dalam jajak pendapat terakhir mengenai persepsi publik terhadap Brexit, mayoritas masyarakat Inggris mendukung Partai Konservatif. Karena itu keputusan Jeremy Corbins dan mayoritas anggota parlemen dari Partai Buruh mendukung percepatan Pemilu di bulan Desember menjadi menarik untuk diperhatikan. Dalam pernyataannya di Parlemen pemimpin oposisi menyatakan bahwa percepatan Pemilu diperlukan sebagai upaya mengeluarkan Inggris dari kebuntuan politik akibat tersanderanya negeri itu dalam proses keluar dari Uni Eropa.

Melalui perecepatan Pemilu,  baik pemimpin Partai Konservatif maupun Partai Buruh, berusaha menarik simpati rakyat Inggris akan posisi masing masing. Hasil pemilihan umum akan menentukan apakah pada akhirnya Inggris akan keluar dari Uni Eropa dengan kesepakatan atau tanpa kesepakatan.