Sunday, 18 February 2018 09:09

RI Adakan Diskusi Peningkatan Kapabilitas Misi Pemeliharaan Perdamaian

Written by 
Rate this item
(0 votes)

Informasi pertama datang dari New York, Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan Side Event tentang Mendorong Cara-Cara Inovatif untuk Mengatasi Kesenjangan Kapabilitas Dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP), 14 Februari 2018 disela-sela Sidang C-34 (Peacekeeping Operations). Side Event antara lain telah menghadirkan Atul Khare, United Nations Under-Secretary-General (USG) for Field Support, selaku pembicara utama. KUAI/Dewatap RI untuk PBB di New York, Duta Besar Ina Krisnamurthi, bertindak sebagai moderator.  Kegiatan diskusi panel juga diisi oleh sejumlah panelis yaitu Ms. Anne Marie van den Berg (Direktur Divisi Dukungan Logisitik PBB), Kolonel Aldrin Petrus Mongan (Wakil Komandan Pusat Pemeliharaan Perdamaian), dan Dr. Yayat Ruyat (Kepala Divisi Pengembangan, PT. PINDAD (Persero). Adapun hal-hal yang dapat digarisawahi dalam Side Event, antara lain sebagai berikut:  Pertemuan menggarisbawahi keberhasilan Kontingen Indonesia dalam menjalankan tugas yang dimandatkan pada Peacekeeping PBB dengan menggunakan produk-produk industri strategis nasional.  Atul Kare mengungkapkan, menghadapi tantangan yang dalam MPP PBB saat ini diperlukan suatu inovasi dan penguatan kapasitas untuk dapat menjalankan tugas di lapangan, dan saat ini PBB bersama dengan Negara Kontributor perlu terus meningkatkan kerjasamanya di bawah kerangka bilateral maupun trilateral. Dikatakannya, Indonesia telah berhasil mengoptimalkan penggunaan produk-produk industri strategis nasional oleh Kontingen Garuda dalam Misi Pemeliharaan Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa-MPP PBB sesuai amanat Roadmap Vision 4,000 Peacekeepers 2015-2019. Lebih lanjut, Side Event juga membahas cara-cara konkrit untuk memperkuat kemampuan MPP PBB, termasuk melalui pengadaan alternatif dan pembiayaan peralatan yang inovatif bagi TPCC’s. Pertemuan telah dihadiri oleh 115 peserta yang terdiri wakil dari negara-negara yang hadir dalam minggu pertama sidang C-34.​

Murahnya Biaya Kuliah Mahasiswa Indonesia di Turki

Informasi selanjutnya datang dari Turki. Tidak sedikit mahasiswa Indonesia yang saat ini menempuh pendidikan di luar negeri. Namun, belum banyak pelajar Indonesia yang mengetahui kalau negara Turki juga bisa menjadi pilihan utama untuk melanjutkan studi. Apalagi, biaya pendidikan di sejumlah perguruan tinggi di Turki sangat murah. Salah seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Turki, Muhammad Al Fatih (20) misalnya hanya membayar uang kuliah sebesar Rp 600 ribu per semester. Demikian kata Fatih saat berbincang dengan Republika.co.id di Jakarta, Sabtu (17/2). Sayangnya, kata Fatih, masih banyak yang belum mengetahui bahwa kuliah di Turki sangat murah, khususnya di kampus-kampus negeri. Karena itu, menurut dia, Yayasan Pendidikan Indonesia-Turki saat ini sedang melakukan sosialiasi ini kepada pelajar Indonesia. Turki merupakan negara yang menjadi tempat kekhalifahan Islam terakhir. Turki saat ini telah berubah menjadi sebuah negara maju dan memiliki pengaruh kuat dalam pergaulan antarbangsa. Sementara itu, Ketua Yayasan Pendidikan Indonesia-Turki, Doddy Hidayat mengatakan bahwa biaya kuliah di Turki memang sangat terjangkau dan biaya hidupnya murah, seperti halnya biaya kuliah di Universitas Suleyman Demiral. Menurut dia, biaya SPP tertinggi di kampus ini adalah Fakultas Kedokteran, tapi masih jauh lebih murah dibandingkan jurusan kedokteran di Indonesia. Doddy mengatkan, Hanya 3,5 juta per semester.Pendaftaran ujian untuk masuk Universitas Suleyman ini rencananya akan dilakukan di Jakarta dan Bandung pada tanggal 5 Mei 2018. Peserta yang telah lengkap melakukan pendaftaran akan di beri undangan untuk mengikuti ujian masuk. Peserta ujian masuk bisa mendaftar di Yayasan Pendidikan Indonesia Turki dengan mengisi pendaftaran Online melalui website :www.belajarditurki.com.

37 Diplomat Muda Indonesia "Nyantri" Di Pesantren

Informasi terakhir yaitu dari Indonesia. Sebanyak 37 Diplomat Muda Indonesia akan melakukan live in (nyantri) di Pesantren. Pondok Modern Gontor menyatakan siap mendukung kegiatan baru dari Pusat Pendidikan dan Latihan-Pusdiklat Kementerian Luar Negeri tersebut. Para diplomat yang akan masuk dalam pendidikan tingkat madya Sekolah Staf Dinas Luar Negeri –Sesdilu itu diharapkan menyerap pengetahuan tentang dunia pesantren dan sekaligus berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada santri pondok dan mahasiswa Universitas Darussalam. Inilah program yang saling mengisi atau saling berbagi. Pimpinan Pondok Modern Gontor, Ponorogo Jawa Timur , KH Hasan Abdullah Sahal Rabu (14/2) mengatakan, Mereka akan mengenal pondok lebih baik dan ini bisa menjadi bekal dalam diplomasi Islam Indonesia yang penuh rahmat. Sementara itu, Rektor Universitas Darussalam, Prof. Dr. Amal Fathullah Zarkasyi didampingi Wakil Rektor, Dr. Hamid Fahmy langsung meminta agar konsep kegiatan dimaksud segera dibuat kongkrit. Selain perlu dirancang pertemuan langsung dengan pimpinan pesantren, para diplomat itu nantinya juga akan mengisi berbagai kelas di Universitas untuk berbagi pengalaman tentang diplomasi praktis, seperti simulasi sidang internasional, public speaking, serta membahas isu-isu regional dan multilateral. Pembicaraan program “Diplomat Nyantri” antara Pimpinan Pesantren, Universitas Darussalam bersama Direktur Sesdilu berlangsung di beranda kediaman KH Hasan Abdullah Sahal (14/02/18), Gontor.  Kegiatan “Diplomat Nyantri” akan dilaksanakan pada bulan April selama 3 hari. Diplomat laki-laki akan beraktifitas di Pondok dan Universitas Darussalam Gontor, sedangkan diplomat putri akan tinggal bersama santri putri di Mantingan, sekitar satu jam dari Gontor. Menurut Direktur Sesdilu, M Aji Surya, selama nyantri di pondok, para diplomat diharapkan memahami Islam dan pesantren dalam khazanah kehidupan bangsa Indonesia. Bahkan, mereka ditargetkan dapat sharing tentang diplomasi Indonesia dengan lebih dari 3.500 santri dan mahasiswa.

Read 1086 times Last modified on Sunday, 18 February 2018 10:00