Selama 6 bulan ke depan, negara Ethiopia dinyatakan dalam keadaan darurat. Pemerintah Ethiopia menetapkan itu, sehubungan krisis politik yang telah menyebabkan mundurnya Halemariam Desalegn, Perdana Menteri negara di Afrika tersebut. Krisis politik yang juga menyebabkan status darurat pernah terjadi di sana pada bulan Oktober 2016.
Perdana Menteri Halemariam Desalegn mengundurkan diri untuk menurunkan gejolak politik yang terus terjadi. Sebelumnya, Desalegn telah melakukan langkah membebaskan tahanan oposisi untuk meredam, namun kemelut masih tetap berlangsung. Ratusan orang telah tewas dalam tiga tahun kerusuhan di negara itu. Keadaan darurat selama 10 bulan yang berakhir tahun lalu juga telah gagal menghentikan aksi protes. Demikian pula pembebasan ribuan pendukung oposisi dari penjara. Unjuk rasa secara besar-besaran sudah berlangsung sejak 2015. Dimulai dari wilayah Oromia, kemudian meluas hingga Amhara, wilayah tempat tinggal dua etnis terbesar di Ethiopia. Unjuk rasa itu disertai benturan fisik antara kedua etnis yang menyebabkan korban jiwa.
Menjadi pertanyaan kemudian, apakah penetapan status darurat kedua ini, akan menimbulkan kebaikan bagi Ethiopia ?
Untuk sementara, pasca penetapan keadaan darurat pekan lalu, ibukota Addis Abebba dalam keadaan relatif tenang. Media massa memberitakan bahwa, aktivitas bisnis dan sosial di ibukota negara hingga kemarin, dalam keadaan normal. Kementerian pertahanan juga tidak melakukan penambahan pasukan di jalan- jalan. Penetapan status darurat dilakukan untuk meredam pertikaian yang terjadi dan serangan sporadis di beberapa wilayah.
Pemerintah menyatakan bahwa situasi darurat dibutuhkan, untuk meredam gejolak politik yang berakibat pada munculnya kekerasan antar etnis. Dengan adanya penetapan situasi darurat itu, pemerintah melarang adanya kumpulan masa dan unjuk rasa di tengah gejolak politik yang terjadi. Langkah pemerintah itu tidak disetujui Amerika Serikat, sebagaimana dinyatakan oleh Kedutaannya di Addis Abebba.
Seiring dengan penetapan keadaan darurat, Parlemen Ethiopia diharapkan menyelesaikan pembahasan mengenai langkah-langkah solusi penyelesaian konflik politik. Parlemen hingga saat ini menunggu, apakah mayoritas partai yang berkuasa di pemerintahan berhasil mengambil langkah politik yang diharapkan.
Jika penyelesaian politik tidak juga terjadi, bukannya tidak mungkin gejolak akan semakin menjadi-jadi di negara tertua di Afrika itu. Jika ini terjadi, campur tangan asing, sangat mungkin akan muncul. Kedutaan Amerika Serikat di Addis Abeba misalnya, menilai penetapan situasi darurat telah mengekang hak fundamental warganegara menyampaikan pendapatnya.
Jika konflik tak bisa diselesaikan, rakyat Ethiopialah yang akan menerima dampaknya.