Jamu merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia. Penggunaan jamu telah mengakar di masyarakat sejak lama dan turun temurun. Namun, budaya minum jamu saat ini nyaris hilang, khususnya di kalangan generasi milenial. Terdapat sejumlah alasan generasi muda tidak menyukai minum jamu. Melihat fakta tersebut, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada-UGM tergelitik untuk mengembalikan tradisi minum jamu sebagai warisan budaya bangsa melalui Festival Jamu Internasional. Kegiatan ini berlangsung pada 14 hingga 17 November 2019 di Hotel Royal Ambarukmo Yogyakarta. Pada kegiatan itu, tidak hanya menampilkan berbagai produk jamu olahan UMKM tanah air. Namun, juga ditujukan sebagai ajang untuk membangun sebuah ekosistem yang bisa memberikan manfaat bagi kelangsungan UMKM jamu di masa mendatang.
Dekan Fakultas Farmasi UGM, Prof. Agung Endro Nugroho menjelaskan, UGM fokus untuk mengangkat kembali jamu ke permukaan, bersama Keraton menggaungkan nilai-nilai yang berhubungan dengan jamu di masyarakat. Dia menyampaikan harapan besar nantinya jamu bisa melekat dalam gaya hidup masyakat, termasuk Yogyakarta. Bahkan, menjadikan jamu sebagai kebanggaan masyarakat Indonesia. Selain mengangkat posisi jamu agar lebih di kenal masyarakat, Agung mengatakan festival ini juga menjadi jalan untuk memperkenalkan jamu ke mata dunia. Dia ingin nantinya jamu bisa menjadi ikon kebanggaan Indonesia.
Koordinator Festival Jamu Internasional, Dr. Ronny Martien, menjelaskan dalam festival ini memiliki serangkaian acara mulai dari expo jamu, performing art mbok jamu, reog, hingga workshop. Selain itu, juga talkshow jamu dengan 14 negara yang nantinya akan berbagi cerita tentang jamu di negara masing-masing. Rony mengatakan dari penyelenggaraan festival ini diharapkan bisa menjadikan jamu sebagai produk yang layak untuk dikonsumsi di masa