Bangsa Eropa, seperti Portugis, Spanyol dan Belanda pada abad ke-15 silam berebut datang ke Ternate, Maluku Utara (Malut) karena tertarik dengan keberadaan rempah-rempah di daerah yang dikenal sebagai negeri para raja tersebut. Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate mengharapkan keberadaan rempah-rempah di Ternate kembali menjadi daya tarik bagi masyarakat di seluruh penjuru dunia berkunjung ke daerah tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan Pemkot untuk mewujudkan harapan tersebut adalah mengembangkan Ternate menjadi destinasi wisata rempah-rempah, tanpa mengabaikan pengembangan Ternate sebagai destinasi wisata budaya dan sejarah, yang sudah dilakukan sebelumnya. Pengembangan Ternate sebagai destinasi wisata rempah-rempah diimplementasikan dalam berbagai progam. Di antaranya penataan dan revitalisasi semua terkait dengan rempah-rempah, seperti penataan kawasan cengkih afo. Cengkih afo yang terletak di Kelurahan Marikurubu, Kecamatan Kota Ternate Tengah adalah cengkih yang telah berusia 400 tahun lebih atau merupakan cengkih tertua di dunia. Selain itu, melakukan peremajaan terhadap seluruh tanaman cengkih dan pala yang telah berusia tua milik petani. Petani diberikan bantuan bibit serta dilarang pengalihfungsian lahan perkebunan cengkih dan pala.
Pemkot juga melakukan revitalisasi seluruh benteng peninggalan bangsa Eropa di Ternate, di antaranya Benteng Oranje yang dibangun Belanda pada abad ke-16 dengan memanfaatkan dukungan anggaran dari pemerintah pusat. Untuk menyemarakan Ternate sebagai destinasi wisata rempah, Pemkot juga akan membangun museum rempah yang akan menyajikan berbagai benda dan informasi mengenai rempah sejak zaman dulu hingga sekarang.
Selain itu, Pemkot Ternate juga mendorong pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM), khususnya yang memanfaatkan bahan baku rempah-rempah dengan memberikan bantuan pemodalan, peralatan dan pelatihan. Tidak hanya itu, Pemkot Ternate juga menyediakan paket wisata rempah-rempah, yang dapat dimanfaatkan wisatawan untuk mengunjungi seluruh objek wisata rempah-rempah. Termasuk IKM yang memproduksi olahan rempah-rempah, seperti sirup pala, sehingga wisatawan bisa melihat langsung proses produksinya.
Kebun Raya Mangrove akan Dibangun di Surabaya.
Informasi selanjutnya, Kebun Raya Mangrove - KRM akan Dibangun di Surabaya. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Yayasan Kebun Raya Indonesia (YKRI) membangun Kebun Raya Mangrove pertama di dunia di pesisir pantai Gunung Anyar Surabaya mulai 2018. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan luasan lahan yang dipakai Kebun Raya Mangrove tersebut mencapai lebih dari 100 hektare, sedangkan untuk pengerjaannya akan dilakukan secara bertahap. Tri Rismaharini di Surabaya, Minggu (25/2) mengatakan, saat ini, sedang dilakukan pembebasan lahan untuk luasan Kebun Raya Mangrove. Dikatakannya, saat ini Pemerintah Kota Surabaya memiliki aset berupa lahan yang siap dipakai untuk KRM sekitar 30 hektare. Tahun ini pihaknya juga telah membebaskan lahan untuk KRM sekitar 30 hektare. Tahun depan, juga dibebaskan 30 hektare hingga mencapai 100 hektar lebih. Risma mengatakan proses pembentukan KRM nanti akan dibantu dengan pihak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dikatakannya, pengembangan wilayah mangrove tersebut dipastikan menjadi KRM yang pertama di dunia. Wilayah Surabaya banyak berada di wilayah pesisir pantai yang harus mendapatkan perlindungan dari abrasi dan banjir rob dengan hutan mangrove.
Kerajinan Kipas Bambu Jipangan Tembus Mancanegara
Varia Nusantara diakhiri kabar dari Kerajinan kipas bambu Jipangan tembus mancanegara. Kerajinan kipas bambu yang ditekuni sebagian besar warga di Desa Wisata Jipangan, Desa Bangunjiwo, Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta selain menembus pasar sejumlah daerah di Indonesia juga mancanegara. Pelopor kerajinan kipas bambu Dusun Jipangan Alif Hadi Prayitno di Sleman, Senin mengatakan, selain pasar domestik, produk kipas bambu Jipangan juga telah menembus pasar mancanegara seperti Eropa, Belanda, dan Australia. Dia mengatakan kerajinan bambu dengan balutan berbagai corak dan motif kain perca yang diwariskan secara turun temuran oleh pendahulu mereka sejak puluhan tahun itu selama ini mampu mengangkat perekonomian warga setempat. Alif Hadi Prayitno menjelaskan, dalam satu bulan omzet penjualan dari produksi kerajinan kipas bambu kerajinan tersebut mampu mencapai puluhan juta rupiah. Kerajinan kipas bambu saat ini menjadi andalan sebagian besar warga untuk mendukung perekonomian keluarga. Awalnya dirinya hanya mengajak beberapa tetangga untuk membuat kipas bambu itu. Namun, sekarang hampir sebagian besar warga, terutama ibu-ibu rumah tangga, menekuni pekerjaan sebagai perajin kipas bambu tersebut.
Dikatakan, para ibu-ibu ini berbagi tugas dalam produksi kipas bambu, mulai dari yang memilah bahan kain perca batik, kemudian yang bertugas merangkainya serta yang bertugas menghiasnya. Dalam satu bulan rata-rata mampu memproduksi 1.000 buah kipas bambu. Alif mengatakan prospek kerajinan kipas bambu sampai sekarang makin bagus, apalagi sekarang ini orang punya hajat tidak lepas dari suvenir. Sebagian besar suvenir kipas bambu dalam hajatan merupakan produksi dari Jipangan. Ia mengatakan sejak pertama kali dikenalkan pada 1987, jumlah perajin kipas bambu di Dusun Jipangan terus bertambah. Saat ini sedikitnya 30 perajin yang mampu menyerap lebih dari 250 tenaga kerja setiap pemilik usaha kerajinan itu. Kapasitas produksi total rata-rata mencapai 30.000 buah kipas bambu yang siap dipasarkan setiap bulannya, dengan harga mulai dari 1.000 rupiah hingga 50.000 rupiah tergantung ukuran kipas. Kerajinan kipas bambu ini terbukti mampu mengangkat perekonomian warga.