Saudara, Maraknya Pekerja Migran Ilegal asal Subang, membuat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) meminta Layanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Terpadu Satu Pintu (LP2TKITSP) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Subang, untuk lebih gencar melakukan sosialisasi, sehingga dengan sosialisasi tersebut, diharapkan mampu meminimalisir Pekerja Migran Ilegal ke Luar Negeri. Menanggapi hal tersebut, Kepala Seksi Penempatan dan Perlindungan TKI, Bina Pentak Disnakertrans Kabupaten Subang, H. Indra Suparman menyatakan, pihaknya dalam waktu dekat ini segera mengundang seluruh Camat di Disnakertrans, guna menyampaikan semua prosedur menjadi Pekerja Migran, untuk disampaikan kepada para Kapala desa dan Lurah, agar disampaikan kembali kepada masyarakat. Hal itu dikatakan H. Indra Suparman kepada Radio Republik Indonesia di Subang, Sabtu (24/2/2018). Dikatakannya, Kasus Carin Pekerja Migran Ilegal asal Pamanukan, yang sudah 5 kali ke Luar Negeri, yang terancam hak Pasportnya dicabut oleh pihak Imigrasi, akan menjadi topik sosialisasi kepada para Camat, sehingga kedepan tidak ada lagi Carin-carin yang lainnya di Subang. Untuk itu, Indra Suparman mengatakan, BNP2TKI berencana untuk menandatangani MoU dengan LP2TKITSP Disnakertrans Kabupaten Subang, guna melakukan pencegahan masih maraknya Pekerja Migran Ilegal asal Subang, dan BNP2TKI sendiri menjanjikan akan memberikan anggaran, guna kelancaran sosialisasi tersebut.
Sebuah Kampung Unik di Gunungkidul.
Di Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta ada sebuah kampung unik dimana beberapa warga menggunakan listrik tenaga surya yang tidak bergantung lagi dengan listrik pasokan dari Perusahaan Listrik Negara-PLN. Bukan hanya untuk kebutuhan rumah tangga saja, energi listrik tenaga matahari ini bisa digunakaan untuk berbagai keperluan masyarakat kampung seperti penerangan jalan umum hingga senam yang dilaksanakan ibu-ibu setiap minggu pagi. Kreator Listrik tenaga surya warga Dusun Ngemplek Desa Piyaman Kecamatan Wonosari tersebut adalah Muhammad Awab. Awalnya pria berusia 41 tahun ini menggunakan listrik tenaga surya atau yang dikenal dengan sebutan solar cell hanya untuk kebutuhan pribadi. Listrik tenaga surya yang dibuatnya bukan hanya mampu menerangi rumah, namun juga bisa dimanfaatkan untuk alat elektronik rumah tangga. Ide kreatif yang dinilai dapat menekan perekonomian ini ternyata menarik minat tetangga sekitar. Sejumlah tetangga memintanya untuk merakit listrik tenaga surya di sejumlah rumah dan kini lebih dari 10 rumah warga di kampung tersebut telah menggunakan listrik tenaga surya kreasi pegawai Pengadilan Negeri Bantul ini. Bahkan sejak diproklamirkan menjadi kampung wisata edukasi eco energi setahun lalu, seluruh warga dusun ini sangat familliar dengan listrik tenaga surya. Lebih lanjut Kreator Listrik tenaga surya Muhammad Awab kepada Kantor Berita Radio nasional Yogyakarta mengatakan, jumlah warga yang tertarik menggunakan listrik tenaga surya ini semakin hari semakin bertambah, mengingat listrik tenaga surya ini sama sekali tidak menggunakan energi listik dari PLN dan mampu menghemat pengeluaran rumah tangga. Selain untuk keperluan rumah tangga, Muhammad Awab dan warga kampung juga memanfaatkan energi listik terbarukan ini untuk 15 titik lampu penerangn jalan yang ada di kampung mereka. Muhammad Awab berharap kampung eco energi ini menjadi percontohan bagi kelompok perkampungan atau perumahan lainya. Selain untuk mengurangi beban penggunaan listik PLN, Listik tenaga surya ini ramah lingkungan dengan sumber energi yang tidak terbatas.
Ribuan Pelajar Meriahkan Karnaval HUT Takengon.
Karnaval Budaya memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Takengon berlangsung meriah dengan diikuti belasan ribu peserta yang merupakan pelajar mulai tingkat TK/Paud hingga Sekolah Menengah Atas sederajat, pada Sabtu (24/2/2018). Acara dimulai dengan penampilan tari guel massal yang dibawakan oleh 100 pelajar putra Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas yang berlatar belakang dari berbagai macam suku, yang berdomisili di daerah berhawa sejuk tersebut. Sedangkan dalam acara karnaval budaya, para peserta juga menampilkan pakaian adat tradisional Gayo dan seragam berbagai profesi termasuk petani dan nelayan, serta gaun hasil kreatifitas dengan memanfaatkan barang bekas. Kepala Dinas Pendidikan Aceh Tengah Nasaruddin kepada RRI Takengon sabtu mengatakan, dalam kegiatan karnaval pihaknya sengaja menampilkan atraksi seni dan budaya Gayo agar tetap lestari, dalam kehidupan masyarakat yang multi etnis saat ini. Adapun para peserta yang tampil, kata Nasaruddin, diperkirakan berjumlah sekitar 17.000, yang didominasi para pelajar dari berbagai lembaga pendidikan pada beberapa kecamatan di seputaran kota Takengon. Kendati berlangsung dalam cuaca yang cukup terik, tidak menyurutkan semangat para pelajar untuk mengikuti karnaval, bahkan untuk membakar semangat banyak dari mereka yang bernyanyi diiringi marching band maupun melalui lantunan seni didong Gayo.