Sejak 2005, Setiap pelanggan telepon seluler telah diminta melakukan registrasi sebelum mengaktifkan nomornya. Namun saat itu, tidak disertai dengan proses validasi, sehingga masih mungkin dilakukan manipulasi data. Sangat mudah disalahgunakan oleh para pengguna untuk tujuan-tujuan negatif. Seperti menyebar berita tidak benar (hoax), ancaman, kegiatan terorisme hingga penipuan.
Menyikapi hal tersebut, pemerintahpun melakukan pendataan ulang, mulai Oktober 2017 hingga Februari 2018. Kali ini disertai validasi pengguna dengan menyertakan nomor Induk Kependudukan serta kartu Keluarga.
Terkait registrasi dan validasi ulang, Menteri Komunikasi dan Informatikan Rudiantara menegaskan, Pemerintah tidak akan memperpanjang masa registrasi kartu prabayar yang selesai pada 28 Februari 2018. Menteri Rudiantara menegaskan ketika masa registrasi prabayar berakhir dan pengguna layanan seluler belum mendaftarkan kartunya, nomornya akan dihapus dari sistem milik operator telekomunikasi secara bertahap.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika Kementrian Komunikasi dan Informatika, Ahmad Ramli menjelaskan, registrasi ulang kartu prabayar bertujuan untuk mendukung perkembangan ekonomi digital. Dengan begitu, transaksi keuangan di dunia online menjadi lebih aman. Selain itu, registrasi ulang dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari penipuan, tindak kejahatan dan pelanggaran hukum melalui sarana telepon seluler dan media elektronik lainnya.
Zudan Arif Fakrulloh, Direkur Jenderal Kependudukan dan catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, mengatakan kerja sama validasi dengan operator seluler bisa mencegah tindak kejahatan dan terorisme. Sebab, penjahat dan teroris kerap beroperasi dengan memanfaatkan kelonggaran pemeriksaan identitas saat registrasi awal kartu telepon seluler. Zudan juga menyebut pelaku ujaran kebencian atau penyebar hoaks pun tak akan bisa mudah beroperasi bila validasi data pribadi oleh operator seluler selesai.
Sempat ada ketakutan banyak pihak tentang kerahasiaan data, yang dapat disalahgunakan untuk tujuan tertentu. Apalagi menjelang Pemilu Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2018 dan Pemilu Presiden dan legislatif 2019. Dikhawatirkan, banyak pihak akan bermain dengan data penduduk untuk kepentingan Pemilu. Hal ini membuat sebagaian masyarakat enggan untuk melakukan registrasi ulang. Berkat sosialisasi Pemerintah tak kenal lelah, akhirnya masyarakat dapat mengerti dampak yang terjadi jika tidak melakukan registrasi dan validasi.
Faktor keamanan dan manfaat ekonomi menjadikan registrasi dan validasi sebagai pilihan logis masyarakat. Berpikir positif ketimbang menelan begitu saja berita tentang penyalahgunaan data data peribadi, menjadi bukti bahwa masyarakat sudah lebih dewasa dan berpikir jauh kedepan. Ini bisa dilihat dari data terakhir Kementrian Komunikasi dan Informatika pada 27 Februari 2018 pukul 09:42 WIB, jumlah pendaftar ulang sudah mencapai hampir 300 juta. Melebihi jumlah penduduk Indonesia yang menurut data terakhir Biro Pusat Statistik tercatat 254,9 juta orang. Walau mungkin tidak semua orang memiliki telepon seluler, banyak yang memiliki lebih dari satu nomor.