Konflik di Afghanistan, meski sudah berlangsung sekitar 4 dasawarsa, belum ada tanda-tanda berakhir. Belakangan, ada niatan baik dari Pemerintah Afghanistan untuk mengakhiri konflik. Yaitu dengan membuka peluang bagi Taliban,yang selalu menentang pemerintah Kabul, untuk berpartisipasi di dalam pemerintahan.
Konflik di Afghanistan dimulai tahun 1979 ketika Uni Soviet mendirikan pemerintahan boneka di Kabul. Saat Soviet menginvasi Afghanistan, tidak ada perlawanan dari pasukan pemerintah Afghanistan. Penolakan justru datang dari rakyat Afghanistan, terutama dari kelompok Mujahidin. Pada waktu itu, Amerika Serikat yang tidak ingin ada kekuatan komunis di Afghanistan, segera membantu perlawanan terhadap Soviet.
Di samping Mujahidin, kelompok lain yang juga ikut memerangi Soviet adalah Taliban. Perjuangan memerangi Soviet akhirnya berakhir 10 tahun kemudian. Sayangnya, setelah kepergian Soviet, kedua kelompok perlawanan besar ini, malahan saling bertarung memperebutkan kekuasaan. Tahun 1996, Taliban yang didukung Pakistan berhasil mengambil alih pemerintahan di Kabul. Belakangan, dengan dalih mengejar Osama bin Laden, yang dituduh menjadi dalang penyerangan menara kembar WTC 11 September 2001, Amerika Serikat dan sekutunya masuk dalam konflik. Sebuah pemerintahan baru yang ada di bawah kendali AS pun dibentuk. Di luar Kabul, muncul kelompok-kelompok perlawanan yang menolak kehadiran Amerika Serikat dan sekutu Barat. Semuanya menggunakan bendera Taliban dan melakukan perlawanan hingga sekarang ini.
Upaya-upaya sudah dilakukan untuk mengakhiri perang saudara di Afghanistan. Namun sampai hari ini masih belum memberikan solusi apapun. Satu terobosan dilakukan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dengan membuka peluang, namun kelompok Taliban bersikap mendua. Kelompok elit hanya bersedia berunding dengan Amerika Serikat, sementara kelompok lainnya, mau saja berunding dengan pemerintah Kabul. Taliban perlu menyelesaikan persoalan internalnya ini terlebih dahulu sebelum masuk dalam proses damai.
Indonesia dengan serius menawarkan solusi perdamaian di Afghanistan. Hal ini disampaikan saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke Kabul, di akhir bulan Januari. Hampir 1 bulan kemudian Wakil Presiden Jusuf Kalla ikut hadir dalam Proses Damai di Afghanistan. Indonesia memberikan ruang kepada para pihak yang bertikai untuk bertemu di Indonesia.
Memang persoalan Afghanistan yang sudah begitu lama, tidak akan selesai dalam beberapa hari perundingan. Perlu kesabaran semua pihak yang bertikai, jika ingin Afghanistan kembali damai.