Setelah berminggu-minggu menjadi wacana, akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan tidak akan memulangkan sekitar 689 anggota ISIS eks warga negara Indonesia yang kini berada di Suriah dan Turki ke tanah air. Pro kontra terjadi terkait keputusan pemerintah tersebut. Yang kini menjadi pertanyaan adalah bagaimana nasib selanjutnya setelah ratusan eks warga negara Indonesia menjadi “stateless” ?
Dalam rapat terbatas kabinet Selasa 12 Februari di Istana Bogor, yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan pernyataan resmi tentang penolakan pemulangan sekitar 689 anggota ISIS eks WNI. Usai rapat terbatas, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Azasi Manusia Mahfud MD mengatakan Pemerintah tidak ada rencana memulangkan teroris, bahkan tidak akan memulangkan foreign terrorist fighter (FTF) ke Indonesia. Menurutnya, dalam keputusan rapat, pemerintah harus mampu memberi rasa aman dari ancaman teroris dan virus-virus baru terhadap 267 juta rakyat Indonesia.
Sementara itu, pakar Hukum Internasional Universitas Islam Indonesia Jawahir Thontowi mengatakan, penolakan pemerintah Indonesia terhadap anggota ISIS eks WNI akan berdampak negatif di hadapan internal umat Islam, tetapi juga negatif di mata masyarakat internasional. Menurut Jawahir, pemerintah bisa dipandang melanggar konvensi internasional tentang kewarganegaraan. Selain itu, pemerintah juga bisa disalahkan secara internasional karena menolak anggota ISIS eks WNI pulang ke Indonesia tanpa proses pengadilan.
Saat ini, ada sekitar 10 hingga 11 ribu ISIS eks WNI, baik militan maupun pendukung, ditahan di beberapa tahanan di Irak dan Suriah. Dari puluhan ribu tersebut, dua ribunya merupakan ‘militan asing’ alias berasal dari luar Irak dan Suriah. Mengutip data UNHCR, 27 persen dari total anggota ISIS eks WNI tersebut adalah perempuan dan 67 persennya adalah anak-anak di bawah usia 12 tahun. Merujuk dari data tersebut, diketahui beberapa negara yang warganya ikut terlibat ISIS menolak kepulangan warganya, seperti Inggris, Amerika Serikat, Prancis dan Australia, hanya Italia yang mengizinkan kepulangan warganegaranya. Namun Prancis dan Australia akhirnya mengizinkan kepulangan warganya dengan alasan kemanusiaan terutama untuk wanita dan anak-anak.
Berkaca dari Italia, Australia dan Prancis apakah Indonesia akan juga melakukan hal yang sama? Perlu diketahui beberapa WNI bergabung ke Suriah karena tertipu janji palsu dan terjebak dengan isu tenaga kerja. Anggota ISIS eks Warga Negara Indonesia mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Memang Indonesia tetap perlu hati-hati serta berwawasan ke depan untuk menjaga keamanan dan perdamaian di Indonesia, namun juga tetap berlaku adil terhadap anggota ISIS eks WNI.