Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana alam dengan intensitas tinggi. Saat terjadi bencana, terdapat banyak korban jiwa. Timbulnya banyak korban jiwa membuat orang bertanya, seperti apa upaya mitigasi bencana yang dilakukan pemerintah dan masyarakat?
Di Indonesia, telah ada perangkat hukum yang mengatur mitigasi bencana. Terdapat Undang-Undang (UU) No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. UU ini mewajibkan negara melakukan penanggulangan bencana. Tetapi Undang-Undang ini dianggap memiliki kelemahan sehingga upaya mitigasi bencana selama ini dinilai tidak maksimal.
Secara umum, penanganan resiko bencana selama ini belum sistematis dilakukan dalam domain-domain bencana spesifik dan bervariasi. Penanganan umumnya dilakukan dalam kondisi darurat, reaktif ketika bencana terjadi, dengan data dan informasi sangat minim, belum dilakukan secara proaktif untuk mencegah dan mengurangi dampak resiko bencana.
Pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan penanganan resiko bencana dalam bentuk regulasi dan perundang-undangan, tetapi dalam pelaksanaannya belum disertai dengan mekanisme memadai, terutama di tingkat daerah atau kabupaten.
Kapasitas daerah dalam menangani resiko bencana masih sangat kurang. Kebijakan daerah dalam menangani resiko bencana belum terintegrasi dalam kebijakan pembangunan dan penganggaran (APBD) di daerahnya. Selama ini, ketidakjelasan arah dan kebijakan tercermin dalam sikap reaktif dan darurat dalam penanganan resiko bencana.
Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2020 di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu meminta para menteri terkait untuk memperkuat mitigasi bencana. Menindaklanjuti perintah Presiden dalam penguatan dan manajemen penanganan bencana, Kementerian Sosial sudah menyiapkan sejumlah langkah. Pada dasarnya, pihak Kementerian Sosial mendukung dan mendorong pembahasan Racangan Undang-undang (RUU) Penanggulangan Bencana yang kini masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Substansi penting yang diatur dalam RUU tersebut adalah manajemen penanganan bencana mulai dari pencegahan, mitigasi, siaga darurat, tanggap darurat, transisi darurat, tahap rekonstruksi dan rehabilitasi.
Disamping itu, keterlibatan pihak-pihak terkait dperlukan dalam penanganan bencana. Selama ini, Kementerian Sosial dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana sudah bekerja maksimal. Namun dampak bencana masih cukup luas. Sehingga, dalam pembahasan RUU ini perlu memperhatikan suatu mekanisme lebih sistematis dan semua pihak terkait dapat terkoordinasi
Diharapkan RUU Penanggulangan Bencana ini disyahkan menjadi Undang-Undang pada tahun ini agar bisa diimplementasikan saat terjadi bencana sehingga dampak resiko bencana tidak terlalu besar.