Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang telah menembus level Rp. 14.000 per dollar AS menimbulkan kekhawatiran berbagai pihak tentang meningkatnya level inflasi. Namun, menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta Tony Prasetiantono ada hal lain yang harus menjadi fokus pemerintah yakni utang luar negeri dan kemampuan impor Indonesia. Karena hingga saat ini level inflasi Indonesia masih terkendali atau belum mengalami peningkatan yang signifikan. Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi yang digelar oleh sebuah radio swasta di Jakarta baru–baru ini.
“Inflasi rasanya belum ya, belum banyak. Karena itu sekali lagi kan kalau anda hitung dari matematikanya kan itu dari 13.500 menjadi 14.000 itu kan tetap kecil. Cuma menurut saya bukan itu yang menjadi concern kita, karena diluar faktor inflasi masih ada pembayaran utang luar negeri, kemudian kemampuan untuk mengimpor itu menjadi lemah itu yang jadi concern.”
Disinggung mengenai pengaruh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS pada sektor riil, Tony Prasetiantono mengatakan sektor tersebut hingga saat ini masih berjalan dengan baik dan tidak mendapatkan pengaruh yang signfikan. Karena saat ini produsen cenderung menghabiskan stok barang yang dimilikinya dengan menjual kepada konsumen menggunakan harga lama. Selain itu diprediksi, produsen tidak akan menaikkan harga barang dalam waktu dekat untuk mengantisipasi turunnya permintaan dari konsumen yang justru akan merugikan mereka. (voi/Rezha)