Bawaslu RI menyebut potensi kecurangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Legislatif di luar negeri yakni kampanye Suku, Agama dan Ras (SARA). Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu RI Rahmat Badja, Selasa (22/5/2018) siang waktu Kairo mengatakan, berbeda dengan potensi pelanggaran di dalam negeri, yakni politik uang. Di luar negeri, potensi pelanggaran berupa digunakannya sentiman SARA, dalam upaya memenangkan calon legislative maupun Presiden beserta wakilnya. Hal ini terjadi akibat pemilih di luar negeri, mempunyai idiologi yang kuat, relatif tidak memerlukan uang dan berpendidikan . Namun masifnya pengunaan media sosial, sehingga ada pihak- pihak tertentu yang mempergunakan isu SARA untuk mencapai tujuanya. Kondisi ini ditambah suara luar negeri sangat besar, yakni mencapai 4 juta pemilih. Untuk itu, Bawaslu telah menekankan kepada Panwaslu Luar Negeri di 34 kota, untuk bisa menangkal potensi pelanggaran dengan mempergunakan isu SARA. Selain itu, Bawaslu bekerjasama dengan Polri, memantau akun media sosial. Agar bisa menangkal penyebaran informasi SARA ke luar negeri.
‘’Kita lihat isu SARA berkembang setelah Pemilu 2014, walau bagaimanpun ini menjadi PR penting kita. Agar tidak terlalu keras lagi, perbenturan antar para pihak yang sedang bertarung dalam Pemilu dan Pilpres. Bahkan sampai tingkat masyarakat bawah, kemudian dibumbui politik SARA.