Hari Selasa (29 Mei 2018) dengan menggunakan roket dan mortir, Hamas, sebuah gerakan yang menguasai jalur Gaza, menyerang sasaran di Israel selatan. Serangan cukup besar ini merupakan yang pertama sejak 4 tahun silam. Israel, yang belum lama melakukan aksi kekerasan kepada warga sipil Palestina, kemudian melancarkan serangan balasan, sekurangnya 35 kali, ke beberapa titik sasaran di Gaza. Pesawat tempur Israel ikut dalam misi serangan ke 7 lokasi Hamas dan Jihad Islam, termasuk gudang amunisi. Israel mengklaim tidak ada korban di pihaknya. Mereka akhirnya sepakat untuk melakukan gencatan senjata sejak hari Rabu (30 Mei 2018).
Di sisi lain, sejak gelombang unjuk rasa Rakyat Palestina mulai akhir Maret lalu, setidak 120 an orang Palestina telah tewas. Para pengunjuk rasa menyerukan agar Israel mengembalikan wilayah yang diduduki. Sebagian dari mereka tewas dalam unjuk rasa di perbatasan Gaza-Israel termasuk 61 orang dua pekan lalu. Selebihnya tewas karena serangan udara Israel. Pihak Israel, mengklaim sekedar mempertahankan perbatasan dan menyalahkan Hamas yang mendorong para pengunjuk rasa menerobos perbatasan.
Selain membatasi wilayah darat, Israel, juga melakukan blokade di wilayah perairan lepas pantai Gaza. Ini dilakukan dengan cara memasang penghalang, agar tidak terjadi penyusupan dari kawasan Jalur Gaza ke wilayah Israel seperti yang pernah terjadi tahun 2014. Pihak Palestina memprotes blokade itu. Sebuah kapal yang mengangkut 20 orang dan beberapa kapal kecil lain kemudian berangkat meninggalkan pelabuhan nelayan di Gaza. Belum ada respon dari militer Israel mengenai tindakan protes terhadap blokade laut ini.
Terjadinya saling serang ini tentu sangat disayangkan. Terlebih karena Israel menggunakan pesawat tempur canggih, yang lebih besar dari pada sekedar serangan roket dan mortir. Diharapkan, gencatan senjata dapat berlangsung lama. Kedua pihak hendaknya menahan diri dan lebih mengedepankan perundingan. Indonesia, yang mendukung solusi 2 negara, tentunya menginginkan agar Palestina sebagai sebuah negara yang sesungguhnya segera dapat dibentuk. Dengan demikian, salah satu persoalan di kawasan Timur Tengah dapat diakhiri.