Dunia baru saja menyaksikan sebuah pertemuan antara pemimpin AS dan Korea Utara, tiga hari yang lalu ( 12 Juni 2018 ) di Singapura yang akan menjadi catatan sejarah. Padahal beberapa bulan sebelumnya, Presiden AS, Donald Trump, dan Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-Un masih perang kata-kata. Salah satu kesepakatan dari pertemuan itu adalah, denuklirisasi Korea Utara.
Satu negara langsung mengingatkan Korea Utara agar tidak serta merta percaya pada apa yang disodorkan Amerika Serikat. Juru bicara Pemerintah Iran, Mohammad Bagher Noubakht, mengeluarkan peringatan tersebut hari Selasa (12 Juni). Menurutnya, Trump bisa saja secara sepihak membatalkan hasil kesepakatan itu. Hal ini didasarkan pada pengalaman kesepakatan nuklir AS dan beberapa sekutu Eropa dengan Iran beberapa waktu yang lalu. Rencana Aksi Menyeluruh Gabungan, JCPoA (Joint Comprehensive Plan of Action), yaitu persetujuan tentang program nuklir Iran yang disepakati di Viena 14 July 2015 oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (Tiongkok, Perancis, Russia, Inggris , Amerika Serikat) ditambah Jerman dan Uni Eropa, ditinggalkan begitu saja oleh AS. Trump menyatakan pada tanggal 8 Mei 2018, Amerika akan mundur dari kesepakatan tersebut. Padahal badan tenaga atom internasional IAEA (International Atomic Energy Agency) telah melakukan pemeriksaan menyeluruh dan menyatakan Iran melaksanakan apa yang menjadi komitment dalam JCPOA.
Keluarnya AS dari kesepakatan itu, hanya berlangsung sekitar satu bulan sebelum Donald Trump bertemu dengan Kim Jong-Un. Tak heran bila Iran berang dengan keputusan Amerika Serikat itu.
Sekutu Amerika Serikat di Eropa, dimotori oleh Jerman dan Perancis, masih berupaya membujuk Amerika Serikat untuk tetap dalam kesepakatan itu. Namun agaknya AS akan tetap pada keputusannya. Eropa kemudian sepakat untuk tetap mempertahankan JCPoA tanpa AS. Donald Trump tampaknya kecewa bukan hanya pada substansi JCPoA, tapi juga pada sikap Iran. Pada satu kesempatan di bulan Oktober 2017, Donald Trump pernah mengajak bertemu presiden Iran, Hasan Rouhani, saat hadir dalam Sidang Umum PBB. Sayangnya, Iran kurang berkenan dengan pertemuan itu. Apakah Donald Trump kesal atas penolakan ini dan menarik diri dari kesepakatan itu?
Terlepas dari masalah Iran, saat ini dunia menantikan terwujudnya sebuah perdamaian di Semenanjung Korea. Di sisi lain, Indonesia yang akan duduk sebagai anggota tidak tetap di Dewan Keamanan PBB 2019-2020 dapat mengusulkan penyelesaian persoalan nuklir Iran. Indonesia, juga masyarakat internasional, tentunya berharap AS dan Iran dapat duduk semeja menyelesaikan persoalan nuklir Iran.