Tuesday, 04 January 2022 11:10

PPI Dunia: “Indonesia Darurat Kekerasan Seksual” dan Desak RUU TPKS Diketok

Written by 
Rate this item
(1 Vote)
Voinews.id Voinews.id

 

(voinews.id)Dalam beberapa waktu terakhir, Indonesia diramaikan dengan peningkatan kurva tindak kekerasan dan kejahatan seksual di tengah pandemi yang belum juga usai. Perempuan dan anak di bawah umur menjadi kelompok yang paling rentan sebagai korban kekerasan seksual.Berdasarkan Catatan Tahun (CATAHU) 2020 Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), ada 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2020. Inilah salah satu yang mendasari PPI Dunia menyikapi darurat kekerasan seksual di tanah air, ujar Faruq Ibnul Haqi Koordinator PPI Dunia.

PPI Dunia memandang kejadian kekerasan seksual di tanah air sudah lebih dari cukup untuk mulai meningkatkan kesadaran publik, khususnya masyarakat tanah air untuk lebih menyadari bahwa isu kekerasan seksual di Indonesia sudah bukan isu ringan yang dapat diserahkan putusannya pada segelintir pihak saja, namun memerlukan uluran tangan dari berbagai pihak. Untuk itu, Direktur Direktorat Penelitian dan Kajian (Ditlitka) Aswin Rangkuti dan Ketua Tim Ad Hoc Darurat Kekerasan Seksual di Tanah Air Muhammad Ammar dan anggota tim telah melakukan kajian akademis yang intensif pada 14-28 Desember 2021.

Dengan mempertimbangkan keadaan darurat kekerasan seksual di tanah air, kami Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia memandang perlu hadirnya negara untuk melakukan harmonisasi pengaturan untuk kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk di dalamnya kekerasan seksual. Hak bebas dari ancaman, diskriminasi, dan kekerasan merupakan hak yang sangat krusial untuk diejawantahkan bagi siapapun termasuk kelompok rentan, perempuan dan anak. Keterbatasan payung hukum Indonesia yang melindungi perempuan dan anak dari kekerasan seksual ini telah sangat memprihatinkan. Oleh karenanya, PPI Dunia mendorong agar pemerintah dapat memberikan korban kekerasan seksual hak-haknya atas penanganan, perlindungan dan pemulihan.

“KUHP yang sangat “terbatas” mengatur tentang kekerasan seksual telah menyebabkan banyak kasus kekerasan seksual yang belum dapat diproses secara hukum dengan cepat dan tepat. Berbagai data menunjukkan banyak kasus-kasus kekerasan seksual yang sulit diproses dan terjadi terus berulang karena system hukum negara Indonesia belum mengenal persoalan kekerasan seksual”, pungkas Koordinator PPI Dunia ke-11.

Oleh karenanya, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan (RUU TPKS) ini sangat esensial dan dinantikan oleh banyak masyarakat Indonesia untuk memberikan perlindungan dan memadai dari ancaman kekerasan seksual.

Dalam kajian akademis ini, ada empat pokok bahasan yang dikaji oleh PPI Dunia, di antaranya adalah dampak buruk kekerasan seksual, kerangka hukum internasional dan peraturan perundang-undangan nasuonal yang mengatur penghapusan kekerasan seksual, polemik RUU TPKS dan Permendikbud-ristek PPKS, dan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual serta perlindungan dan pemulihan korban dan penyintas kekerasan seksual.

Hal senada juga diungkapkan oleh Radityo Pangestu Wakil Direktur Litka PPI Dunia. Menurutnya, RUU TPKS dan Permendikbud-ristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi adalah terobosan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan korban kekerasan seksual sehingga tindak pidana kekerasan seksual dapat diproses secara adil.

Radit juga menambahkan hingga hari ini RUU TPKS dan Permendikbud-ristek PPKS masih menuai pro-kontra baik dikalangan pemerintah maupun masyarakat yang menyebabkan pengesahan dan implementasinya terus tertunda.

PPI Dunia memandang bahwa Indonesia berada pada situasi darurat kekerasan seksual, sebuah fenomena yang melanggar martabat kemanusiaan dan seharusnya tidak terjadi di sebuah negara hukum yang menjunjung tinggi keadilan dan kemanusiaan, sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan nilai-nilai agama di Indonesia.

Selain kajian akademis tersebut, PPI Dunia juga mendesak kepada seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk segera Pemendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021dengan membentuk satgas serta berpartisipasi aktif untuk mengawal dan mengadvokasikan penghapusan kekerasan seksual.

Terakhir, PPI Dunia mendesak Pimpinan DPR RI agar sesegera mungkin membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai payung hukum untuk memberikan rasa dan ruang aman terhadap korban kekerasan seksual dan seluruh masyarakat Indonesia, ungkap Koordinator PPI Dunia dari Australia.

Kajian akademik PPI Dunia disusun oleh Tim Adhoc yang beranggotakan perwakilan dari PPI Dunia Kawasan di seluruh dunia. Selain itu juga, pernyataan sikap PPI Dunia ini ditandatangani oleh Dewan Presidium dan didukung penuh oleh 53 PPI Negara yang tersebar di tiga Kawasan yaitu Amerika Eropa, Asia Oseania dan Timur Tengah Afrika.

Dengan berbagai pertimbangan berdasarkan kajian akademik ini PPI Dunia mendorong dan mendesak DPR RI, DPD RI dan Pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Kami PPI Dunia memandang bahwa RUU TPKS ini adalah suatu upaya perombakan system dan pembaruan hukum untuk mengatasi berbagai persoalan kekerasan seksual yang sistemik, ujar Faruq. VOI

Read 309 times Last modified on Tuesday, 04 January 2022 11:23