(voinews.id)- Cuaca Washington DC, Amerika Serikat, yang cerah selama beberapa hari, mendadak mendung pada Kamis (13-10) di sela-sela Pertemuan Ke-4 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20. Cuaca yang dingin dan berangin jelang musim gugur tersebut seolah-olah menandakan kondisi global pada 2023, yang bakal penuh ketidakpastian dan situasinya lebih menantang.
Penyebabnya tidak lain konflik geopolitik di Eropa yang dampaknya mengganggu rantai pasokan serta kenaikan harga energi maupun pangan dan menyebabkan tekanan inflasi global.
Kondisi yang mengancam dunia pada resesi ini diperkuat laporan terbaru Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyatakan ekonomi global melambat hingga 2,7 persen pada 2023, atau menurun 0,2 persen dibandingkan outlook pada Juli 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sekaligus pemimpin pertemuan mengatakan tantangan ini tidak bisa dihadapi negara secara sendiri-sendiri karena membutuhkan kerja sama multilateral terutama G20 yang memberikan pengaruh terhadap 85 persen perekonomian dunia untuk mencari solusi bersama. Sejumlah menteri keuangan maupun gubernur bank sentral G20 menghadiri pertemuan secara langsung yang sudah dilaksanakan selama empat kali pada Presidensi G20 Indonesia 2022 untuk merumuskan sejumlah pandangan.
Pertemuan yang dihadiri 66 pimpinan secara langsung dan empat orang secara virtual juga mengundang Menteri Keuangan Ukraina, yang menandakan sebagai undangan ke-3 yang dilaksanakan selama masa Presidensi Indonesia. Sri Mulyani mengakui keberagaman anggota G20 merupakan dinamika yang bisa menghambat terjadinya kesepahaman dalam merespon isu global, meski hal tersebut juga bisa menjadi kekuatan bersama.
"Kita pasti ada perbedaan dalam posisi, manfaat dan pengalaman dalam berbagai hal, tapi perbedaan ini dapat mengizinkan untuk mencari solusi terbaik yang inklusif bagi dunia," katanya. Perbedaan dalam pertemuan tersebut tidak sampai membuat deadlock forum FMCBG mengingat rapat tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan dalam kebijakan makro di G20 Chair's Summary, meski bukan dalam bentuk komunike yang lebih mengikat. Summary itu muncul dari enam agenda pembahasan seperti ekonomi global, arsitektur keuangan internasional, peraturan sektor finansial, investasi infrastruktur keuangan berkelanjutan, dan perpajakan internasional.
Salah satu hasilnya adalah kelanjutan penguatan kerja sama kebijakan makro, mempertahankan stabilitas finansial dan keberlanjutan fiskal dalam jangka panjang serta penyiapan bantalan untuk mengurangi risiko dan dampak negatif spillover. Selain itu, kebijakan makroprudensial di negara-negara G20 juga perlu diperkuat untuk mengantisipasi kemungkinan risiko secara sistemik seiring dengan kondisi penguatan likuiditas.
Terkait hal tersebut, Sri Mulyani memastikan berbagai respon kebijakan yang diluncurkan juga harus dipaparkan secara spesifik, jelas, terkoordinasi dan dikomunikasikan dengan baik agar pesan dapat tersampaikan. "Tantangan global juga membutuhkan kerja sama dan sinkronisasi bauran kebijakan makro maupun fiskal serta instrumen kebijakan untuk mengatasi masalah bersama dan mendukung pemulihan ekonomi secara efektif," katanya.
antara