Warna Warni kali ini saya sajikan informasi mengenai 6 TRADISI UNIK JELANG IDUL ADHA DI INDONESIA.
Indonesia adalah negara dengan populasi umat muslim terbesar di dunia, dimana beberapa hari besar agama Islam ditetapkan sebagai hari libur nasional. Salah satunya adalah peringatan Idul Adha atau Hari Raya Qurban, yang diperingati setiap tahunnya pada hari ke-10 di bulan Dzulhijah. Pada tahun 2018 ini, 10 Dzulhijah jatuh pada tanggal 22 Agustus. Hari itu warga akan menyembelih hewan ternak, biasanya Kambing dan Sapi sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah, dan membagikannya pada masyarakat yang kurang mampu. Peringatan Idul Adha di Indonesia, tidak hanya ditandai dengan menyembelih hewan Qurban, tetapi ditandai juga dengan berbagai tradisi budaya di beberapa daerah yang merupakan tradisi turun temurun oleh nenek moyang mereka dari generasi ke generasi. Hari ini, kami akan mengangkat beberapa tradisi unik di Indonesia dalam memperingati Idul Adha.
Tradisi Idul Adha yang pertama berasal dari Aceh, yaitu Tradisi Meugang. Tradisi ini sudah dilakukan secara turun temurun sejak jaman kepemimpinan Sultan Iskandar Muda untuk menghormati hari besar Islam seperti Idul Adha dan Idul Fitri. Tradisi Meugang, merupakan tradisi pemotongan hewan secara massal yang kemudian dibagikan pada kaum dhuafa sebagai wujud rasa syukur atas semua nikmat yang diberikan ALLAH SWT pada masyarakat.
Tradisi Idul Adha yang kedua berasal dari Yogjakarta yaitu, Tradisi Grebeg Gunungan yang merupakan ritual tahunan dari Keraton Yogyakarta. Pada peringatan Idul Adha, tradisi ini menampilkan arak-arakan 3 buah Gunungan Grebeg yang terdiri dari berbagai hasil bumi dengan dikawal oleh beberapa prajurit berserta dua ekor kuda, dari Kraton menuju Masjid. Setelah doa bersama, 3 buah gunungan grebeg yang terdiri 1 gunungan lanang, dan 2 gunungan putri akan diperebutkan oleh warga yang hadir. Katanya, gunungan yang diperebutkan bisa mendatangkan berkah seperti yang diceritakan oleh leluhur mereka. Tradisi Grebeg Gunungan dilakukan juga untuk memperingati hari besar agama Islam lainnya seperti Idul Fitri dan Maulid Nabi dengan jumlah Gunungan yang berbeda.
Tradisi Idul Adha selanjutnya berasal dari kota Semarang, Jawa Tengah. Tradisi Apitan atau sedekah bumi Apitan dilakukan dengan cara mengarak tumpeng dan beberapa hasil bumi di jalan raya utama kota. Sama dengan tradisi Grebeg Gunungan di Jogja, tradisi Apitan juga sudah dijalankan secara turun temurun yang bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada yang maha kuasa atas limpahan rezeki kepada warga. Arak-arakan hasil bumi yang tersusun rapi bertumpuk seperti padi, cabe, terong, jagung, tomat dan lainnya itulah bentuk simbol rasa syukur mereka kepada yang maha kuasa karena sudah memberikan hasil panen yang melimpah. Di akhir tradisi Apitan akan dibacakan doa untuk keselamatan warga, kemudian warga akan berebut gunungan hasil bumi yang diarak tadi. Konon katanya mendapatkan hasil bumi yang diarak tadi bisa mendatangkan berkah.
Tradisi berikutnya untuk merayakan Idul Adha adalah Tradisi Jemur Kasur. Tradisi tersebut merupakan tradisi Idul Adha yang berasal dari kabupaten Banyuwangi dan sudah dilakukan selama ratusan tahun. Tradisi ini dipercaya bisa menolak bala dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Tradisi Jemur Kasur ini biasanya digelar secara massal menjelang saat Idul Adha yang diawali dengan tarian Gandrung oleh warga Osing, di desa adat Kemiren. Kasur warga Osing Kemiren berbeda dengan kasur pada umumnya, dimana hampir seluruh kasur mereka berwarna hitam dan merah yang biasanya mereka sebut dengan kasur gembil. Warna kasur gembil memiliki makna tersendiri bagi Osing, dimana warna merah melambangkan keberanian dan warna hitam melambangkan sebuah hubungan yang langgeng. Selain itu, tradisi Jemur Kasur digelar untuk menghormati datangnya bulan haji.