Pemerintah Indonesia melalui Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) terus berupaya menjaga inflasi agar tetap rendah pada tahun ini hingga tahun depan. Pemerintah Indonesia sebelumnya telah menargetkan angka inflasi berada di level 3,5 persen plus minus 1 persen. Demikian dikatakan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan persnya usai High Level Meeting TPIP di Jakarta, Jumat (24/8). Sri Mulyani menjelaskan, masing-masing kementerian/lembaga dan seluruh pemangku kepentingan terkait termasuk Bank Indonesia (BI) telah menyepakati dan akan fokus pada seluruh komponen dari masing-masing inflasi tersebut. Komponen tersebut diantaranya adalah inflasi inti atau core inflation yang dipengaruhi oleh harga barang–barang, inflasi komponen bergejolak atau volatile foof inflation, dan inflasi yang dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah atau imported inflation.
" Kita fokus kepada melihat komponen dari masing–masing inflasi tersebut. Dalam artian pembagian antara yang disebut core inflation. Kemudian inflasi yang di dikontribusikan dari volatile food, dan juga inflasi yang diperkirakan akan berasal dari nilai tukar dalam bentuk imported inflation. Kita melihat kepada ketiga komponen ini dan melihat apa–apa yang harus kita waspadai dan kita lakukan penyesuaian dan langkah kebijakan agar ketiga komponen tersebut tidak menjadi faktor yang akan memicu inflasi sampai dengan akhir tahun dan bahkan kita continue di tahun 2019. Seperti yang diketahui asumsi inflasi yang kita gunakan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN 2019 juga pada level 3,5 persen ".
Sri Mulyani menambahkan, Pemerintah Indonesia akan terus berupaya menjaga inflasi pada tingkat yang rendah untuk menjamin daya beli masyarakat. Pertemuan TPIP kali ini dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Perekonomian RI Darmin Nasution selaku Ketua TPIP dan dihadiri Gubernur BI Perry Warjiyo, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani, dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Sementara itu Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memastikan dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap inflasi dalam negeri masih terkendali. Perry menjelaskan tiga faktor yang mendukung hal tersebut. Pertama, pelemahan nilai tukar rupiah sejak awal tahun hingga saat ini (year to date) sebesar 7 persen yang relatif lebih rendah dibanding sejumlah negara lain. Kedua, tingkat suplai domestik lebih tinggi dibanding permintaan barang. Ketiga, ekspektasi inflasi terjangkar dengan baik dan terukur sesuai target yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Pemerintah Indonesia, yakni sebesar 3,5 persen.
Lebih lanjut Perry mengatakan Bank Indonesia terus melakukan stabilisasi mata uang rupiah melalui sejumlah cara. Di antaranya dengan menaikkan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR). Kenaikan suku bunga itu diharapkan mampu mendorong aliran modal asing agar memenuhi pasar keuangan di Indonesia. Saat ini, menurut Perry aliran modal asing yang masuk melalui Surat Berharga Negara SBN untuk investor jangka panjang sudah mulai masuk. Tidak hanya dengan menaikkan suku bunga acuan, Perry juga menyebutkan bahwa Bank Indonesia melakukan intervensi ganda di pasar valuta asing, sembari membeli SBN dari pasar sekunder.