VOinews.id, Jakarta:Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa tidak ada indikasi kerja paksa di industri nikel Indonesia. Bahlil yang ditemui di sela Penganugerahan Penghargaan Keselamatan Migas Tahun 2024 di Jakarta, Senin malam, menyampaikan hal tersebut berdasarkan pengalamannya sebagai mantan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). "Nggak ada dong (pekerja paksa industri). Saya kan mantan menteri investasi, mana ada sih kerja paksa," ujar Bahlil.
Dia mengungkapkan hal itu ketika awak media meminta tanggapan Bahlil soal adanya tudingan dari Amerika Serikat yang menyebutkan bahwa ada praktik kerja paksa di industri nikel Indonesia. Ia menegaskan bahwa isu kerja paksa di sektor nikel Indonesia tidak pernah terjadi dan tidak berdasar. Menurutnya, pemberitaan tentang hal tersebut perlu didasarkan pada fakta, bukan persepsi negatif yang dapat merugikan citra Indonesia di mata dunia. Ia mengingatkan pentingnya jurnalisme yang objektif.
"Jangan pake katanya, kamu jangan proasing," ucapnya. Bahlil juga menekankan bahwa jurnalis Indonesia seharusnya tidak menyebarkan informasi yang merugikan negara sendiri. Ia meminta agar berita-berita yang muncul tidak sekadar mengikuti narasi asing. "Wartawan Indonesia itu harus memberitakan sesuatu yang fakta, jangan persepsi yang negatif bangsa kita, kita beritakan," tutur Bahlil. Ia mengajak media untuk lebih mengutamakan rasa nasionalisme dan kebanggaan terhadap pencapaian bangsa, khususnya dalam sektor hilirisasi nikel yang telah memberikan kontribusi besar.
"Nggak ada (pekerja paksa), sayangi negara kalian lah, kita ini kan punya nasionalisme dong," tegas Bahlil. Sebelumnya, AS melalui Departemen Ketenagakerjaan atau US Department of Labor (US DOL) menuding bahwa industri nikel di Indonesia menerapkan sistem kerja paksa. Hal itu menjadi pemberitaan beberapa media di tanah air. US DOL menuding bahwa warga negara asing (WNA) asal China direkrut untuk bekerja di Indonesia, berdasarkan laporan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM). Namun, saat tiba di Indonesia, pekerja justru mendapatkan upah yang lebih rendah dari yang dijanjikan dengan jam kerja yang lebih panjang hingga mendapatkan kekerasan secara verbal dan fisik sebagai hukuman. Laporan tersebut menyebutkan kerja paksa terjadi pada kawasan industri di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, di mana China memiliki kepemilikan mayoritas atas kawasan ini.
Antara