Kendati bukan menjadi presiden pertama Korea Selatan yang menginjak kota Pyongyang, namun setibanya di ibukota Korea Utara itu kemarin (18 september 2018), Presiden Moon Jae-in menerima jabat tangan dan pelukan erat dari Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Ribuan pasang mata warga masyarakat menyaksikan peristiwa itu. Pertemuan keduanya di Pyongyang menjadi pertemuan ketiga setelah pertemuan di bulan April dan bulan Mei tahun ini.
Dalam sambutannya, Kim Jong-un menyampaikan terimakasih karena Moon telah bersedia memfasilitasi pertemuannya dengan Presiden AS Donald Trump di Singapura bulan Juni lalu. Namun sayang, rencana Presiden Donald Trump ke Pyongyang masih belum terlaksana. AS melihat belum ada kemajuan signifikan dalam proses denuklirisasi di Korea Utara. Untuk mempercepat proses ini, Presiden AS Donald Trump meminta Presiden Moon menjadi negosiator bagi ke dua belah pihak.
Denuklirisasi Korea Utara sebenarnya bukan hanya tuntutan Amerika Serikat namun juga merupakan keinginan Korea Selatan. Pertemuan pertama di Pyongyang ini memang diinginkan oleh Kim Jong-un. Pemimpin Korea Utara itu menyampaikan bahwa ia sudah menunggu momen ini. Sebaliknya Presiden Moon terkesan dengan penyambutan yang disiapkan oleh Kim Jong-un.
Sebelum keberangkatannya ke Pyongyang, dalam akun media sosialnya, Presiden Moon berharap bahwa pertemuan ini bukan sekedar perubahan sementara tetapi perdamaian permanen. Namun demikian ada yang menyangsikan apakah pertemuan ini menghasilkan kemajuan dalam proses perdamaian di semenanjung Korea.
Banyak pihak mengharapkan pertemuan ini memberikan peluang perubahan yang semakin baik. Yaitu dengan Korea Utara mempercepat proses denuklirisasi negerinya, yang menjadi syarat perdamaian di semenanjung. Sebaliknya Amerika Serikatpun hendaknya menepati janji, jika kelak Korea Utara benar-benar melakukan proses itu. Sehingga harapan semua pihak menyaksikansemenanjung Korea yang damai dan bersatu bukan sekedar mimpi.