Hari ini, waktu setempat di New York, Organisasi Bangsa Bangsa PBB akan memulai Sidang Majelis Umum 2018. Sekitar 200 perwakilan tingkat tinggi anggota badan dunia itu hadir dan secara bergiliran menyampaikan pandangannya dalam debat umum, yang digelar membahas berbagai isu internasional. Dari berbagai peristiwa tergenting di dunia, diperkirakan bahwa perdebatan umum dalam sidang majelis umum tahun ini setidaknya akan mencakup lima hal utama. Kelima hal yang akan menjadi agenda utama nampaknya adalah masalah Rohingya, Perang saudara di Suriah, Iran dan aksi boikot Amerika dan sekutunya, Korea Utara dan tentu saja persoalan Palestina.
Pembahasan mengenai Myanmar dan Rohingya berkolerasi dengan pernyataan tim pencari fakta badan HAM PBB yang menyebut bahwa militer Rohingya bertanggung jawab penuh atas pembunuhan masal terhadap kelompok etnis muslim Rohingya di negara bagian Rakhine. Isu Suriah akan menjadi bahan perdebatan karena hingga kini perang masih berkecamuk, pengungsipun masih terus menjadi persoalan di sejumlah negara. Campur tangan negara lain termasuk Amerika Serikat, Rusia, Iran dan Arab Saudi kita perkirakan membuat perdebatan menjadi hangat, bahkan bisa jadi mengalahkan isu mengenai tragedi kemanusiaan rakyat Suriah sendiri. Akan halnya mengenai isu Palestina pembicaraan akan tetap hangat. Diharapkan perdebatan akan mengarah pada solusi yang menguntungkan perjuangan Palestina.
Terkait isu Iran, Teheran dalam sidang majelis Umum PBB boleh jadi akan memperoleh angin segar lantaran negara negara Eropa tidak sependapat dengan Amerika Serikat yang bersikukuh akan menjatuhkan sanksi terhadap Teheran. Perdebatan mengenai Iran mungkin akan mendapatkan perspektif berbeda. Isu krusial kelima yang akan mengemuka dalam Sidang Umum PBB tentu adalah Korea Utara seiring proses rekonsiliasi antara Korea Utara dan Korea Selatan yang terakhir ditandai dengan kunjungan Presiden Korea Selatan ke Korea Utara.
Dari kelima masalah krusial yang kita perkirakan akan menjadi agenda utama perdebatan, Indonesia tentu akan mengemukakan sikap dan posisinya. Wakil Presiden Jusuf Kalla yang memimpin delegasi Indonesia akan menyampaikan sikap dan pandangan Indonesia terkait masalah krusial itu. Saat berbicara di depan KTT Perdamaian dunia untuk memperingati ulang tahun ke 100 Nelson Mandela, sehari sebelum Sidang Umum, Jusuf Kalla menyerukan pentingnya dialog rekonsiliasi dan keadilan guna membangun perdamaian dunia. Seruan ini tentu perlu untuk ditegaskan kembali melalui pidato di depan Sidang Majelis Umum PBB. Pengalaman Indonesia dalam mewujudkan perdamaian di Aceh, meningkatkan hubungan baik antara agama serta menjaga kualitas demokrasi, menjadi salah satu modal kepercayaan saat tampil di depan para pimpinan tertinggi negara negara anggota PBB.