Kepolisian Republik Indonesia – POLRI melakukan Upacara Tradisi Pembaretan Formed Police Unit dan Individual Police Officer di Pusat Pelatihan Multifungsi Polri, di Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (16/12). Upacara ini dilakukan terhadap pasukan Garuda Bhayangkara dalam misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Pol Maltha mengatakan tahun ini jumlah personel yang dikirim lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan ini atas permintaan PBB, karena Indonesia termasuk kontingen yang paling siap dalam misi perdamaian.
Menurut Maltha, total ada 381 personel yang dikirim, 40 diantaranya merupakan anggota Polisi wanita (Polwan). Pasukan ini tergabung dalam Formed Police Unit dikirim ke Sudan untuk United Nations African Mission In Darfur (UNAMID), ke Afrika Tengah untuk Multidimensional Integrated Stabilization Mission in the Central African Republic (MINUSCA). Sisanya dikirim sebagai Police Advisor atau penasehat polisi ke Sudah Selatan, Haiti dan Kongo.
Para petugas Formed Police Unit-FPU dan Police Advisor Indonesia ini akan bertugas selama satu tahun. Misi khusus yang harus dijalankan adalah pengamanan terhadap objek-objek vital milik PBB serta pelaksanaan tugas Police Advisor. Antara lain, melindungi para pengungsi, dan mengamankan proses distribusi bantuan kemanusiaan.
Bergabung dalam Pasukan Perdamaian PBB adalah salah satu wujud komitmen Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Ini sesuai yang terituang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar RI 1945. Keikut sertaan Indonesia dalam misi perdamaian PBB telah berlangsung sejak tahun 1957.
Pengiriman ini juga salah satu wujud dari pemenuhan janji Indonesia berkontribusi menciptakan perdamaian di negara-negara yang masih terlibat konfllik. Secara khusus Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam sesi debat umum pada Sidang Majelis Umum PBB ke-73 di New York, September lalu, menyampaikan bahwa Indonesia akan berkontribusi 4.000 pasukan perdamaian hingga 2019, dengan meningkatkan proporsi pasukan perempuan.
Tentu ada alasan khusus mengapa Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan proporsi perempuan dalam pasukan perdamaian. Pastinya bukan semata karena saat ini jumlahnya masih sangat sedikit atau hanya 3 persen dari total pasukan. Atau hanya untuk memenuhi Resolusi DK PBB No. 1325 tahun 2000 yang mengedepankan pentingnya peran perempuan pada negosiasi perdamaian dan rekonstruksi pascakonflik. Khususnya untuk melindungi kaum perempuan dan anak perempuan dari kekerasan seksual saat situasi konflik bersenjata.
Peran pasukan perdamaian perempuan sangat signifikan, terutama dalam misi rekonstruksi pascakonflik. Perempuan lebih mudah diterima dan dipercaya dalam membantu masyarakat perempuan dan anak-anak. Pasukan perdamaian perempuan Indonesia juga bisa menjadi contoh bagaimana kesetaraan gender terlaksana di Indonesia, negara dengan penduduk muslim terbesar.