Pemerintah terus berupaya menggenjot nilai ekspor untuk memperbaiki neraca perdagangan di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global. Dalam hal ini, industri manufaktur akan menjadi sektor yang diandalkan guna berkontribusi lebih memperkuat struktur perekonomian nasional. Menteri Perindustrian RI Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (24/12) mengatakan, saat ini ekspor produk industri manufakur memberikankontribusi mencapai 72,28 persen dari total ekspor nasional. Hal itu menunjukkan industri manufaktur nasional sanggup berdaya saing di kancah global.
Kementerian Perindustrian mencatat, nilai ekspor produk manufaktur terus meningkat setiap tahun. Hingga Desember 2018, mampu menembus 130,74 miliar dolar Amerika Serikat atau naik 4,51 persen. Menurut Menteri Airlangga, dalam upaya mendorong peningkatan ekspor dari industri manufaktur, diperlukan langkah untuk memacu investasi atau ekspansi. Untuk menggenjot kapasitas industri, dibutuhkan tambahan investasi untuk perluasan usaha. Hingga Desember 2018, investasi industri nonminyak dan gas diperkirakan mencapai 226,18 triliun rupiah. Selain menumbuhkan populasi industri, investasi dapat memperdalam struktur industri di dalam negeri, sehingga berperan sebagai substitusi impor.
Dari capaian tersebut, total tenaga kerja di sektor industri yang telah terserap sebanyak 18,25 juta orang. Oleh karena itu, pemerintah terus merancang kebijakan pemberian insentif fiskal yang lebih menarik, sehingga dapat menggairahkan iklim usaha.Upaya strategis itu salah satunya untuk mendongkrak produktivitas kendaraan sedan karena sesuai permintaan pasar ekspor saat ini. Pasar yang potensial untuk ekspor sedan, misalnya ke Australia. Peluangnya mencapai 1,3 juta unit. Sementara, jumlah pengapalan untuk kendaraan roda empat produksi Indonesia ke mancanegara saat ini sebesar 200 ribu unit per tahun. Airlangga menambahkan, beberapa industri otomotif bisa melakukan ekspor ketika ada investasi yang menggerakkan industri, sehingga menghasilkan produk yang berdaya saing.