Mahasiswa Unair Ciptakan Aplikasi Diagnosa TBC. Walaupun mengalami penurunan, jumlah penderita TBC (Tuberkolosis) di Indonesia masih tergolong tinggi. Data dari Kementerian Kesehatan jumlah Penderita TBC di Indonesia merupakan yang terbanyak kedua di dunia setelah India. Karena itu perlu adanya upaya sungguh-sungguh untuk menurunkannya. Selain menyediakan fasilitas pengobatan seperti rumah sakit dan subsidi pengobatan, upaya pencegahan tentunya akan sangat membantu penurunan jumlah penderita penyakit ini. Selain menjaga kebersihan lingkungan, sanitasi yang sesuai dengan standar kesehatan, upaya deteksi dini juga penting dilakukan.
Mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Jawa Timur, menciptakan aplikasi yang dapat mendiagnosa adanya penyakit TBC. Muhammad Hafiruddin, Machfud Hidayat, dan Bidayatul Mas’ulah, mahasiswa Program Studi Matematika Unair berinovasi menciptakan sebuah aplikasi yang dapat mendiagnosa salah satu penyakit yang menjadi penyumbang tingkat kematian terbesar di Indonesia ini. Mereka membuat aplikasi untuk mendiagnosa TBC berdasarkan gejala umum yang dialami penderita. Dari diagnosa tersebut akan menghasilkan sebuah kesimpulan dan memperoleh pra-diagnosis sebelum akhirnya pasien mendapat penanganan langsung dari dokter. Muhammad Hafiruddin mengatakan ini adalah sebuah aplikasi praktis untuk diagnosis penyakit TBC dengan metode fuzzy logic, yang mudah digunakan dan tidak memerlukan waktu yang lama. Sehingga, masyarakat awam dapat melakukan diagnosis gejala awal secara dini dan dapat segera melakukan pengobatan.
Walau ketiga mahasiswa ini merupakan mahasiswa pada Program Studi Matematika, namun mereka mampu membuat aplikasi bertema kesehatan karena mempelajari logika fuzzy dan membuat aplikasi berbasis visual basic. Kedua ilmu inilah yang kemudian digabungkan dengan menggali informasi lain seputar penyakit TBC. Selain itu, tim ini mendapat pembimbingan klinis dengan SMF (Staf Medik Fungsional) Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi RS dr. Soetomo. Ketiganya melakukan riset terlebih dahulu dan mencari pakar TBC di Institute of Tropical Disease (ITD) Unair untuk diwawancarai. Mereka bertemu dengan Prof. Dr. Ni Made Mertaniasih, dr., MS., Sp.MK(K) yang memberikan referensi dan rujukan kepada dokter spesialis di salah satu SMF Tuberkulosis. Tim ini kemudian bertemua dengan Tutik Kusmiati, dr., Sp.P(K), yang menunjukkan rekam medik. Rekam medik itu kemudian dibuat model matematisnya.
Ketiganya berharap agar aplikasi yang mereka ciptakan ini tidak hanya berhenti sampai di sini saja tetapi dapat benar-benar bermanfaat bagi orang banyak. Dengan adanya aplikasi ini, diharapkan menjadi salah satu upaya mengurangi angka kematian yang disebabkan penyakit Tuberkulosis, khususnya di Indonesia.// Wati