Akbar

Akbar

18
October

 

(voinews.id)- Kepala Petugas Kesehatan Hewan dari Inggris, Skotlandia dan Wales pada Senin (17/10) mengumumkan Zona Pencegahan Flu Burung di seluruh Inggris karena peningkatan kasus flu burung pada unggas liar dan di tempat komersial.

Mulai Senin tengah hari diterapkan persyaratan hukum bagi semua pemelihara burung di Inggris untuk mengikuti langkah-langkah keamanan hayati (biosecurity) yang ketat, termasuk menjaga unggas berkeliaran bebas namun tetap di dalam area berpagar, kata Pemerintah Inggris.

Langkah-langkah lainnya termasuk pemelihara dengan lebih dari 500 unggas perlu membatasi akses untuk orang-orang yang tidak berkepentingan di lokasi mereka. Mereka juga diharuskan mengganti pakaian dan alas kaki sebelum memasuki kandang unggas dan membersihkan dan mendisinfeksi kendaraan di lokasi secara teratur.

Inggris menghadapi wabah flu burung terbesar yang pernah ada dengan 190 kasus terkonfirmasi sejak akhir Oktober 2021, dengan lebih dari 30 kasus dikonfirmasi sejak awal Oktober tahun lalu, demikian menurut keterangan pemerintah.

 

antara

18
October

 

(voinews.id)- Cuaca Washington DC, Amerika Serikat, yang cerah selama beberapa hari, mendadak mendung pada Kamis (13-10) di sela-sela Pertemuan Ke-4 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20. Cuaca yang dingin dan berangin jelang musim gugur tersebut seolah-olah menandakan kondisi global pada 2023, yang bakal penuh ketidakpastian dan situasinya lebih menantang.

Penyebabnya tidak lain konflik geopolitik di Eropa yang dampaknya mengganggu rantai pasokan serta kenaikan harga energi maupun pangan dan menyebabkan tekanan inflasi global.

Kondisi yang mengancam dunia pada resesi ini diperkuat laporan terbaru Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyatakan ekonomi global melambat hingga 2,7 persen pada 2023, atau menurun 0,2 persen dibandingkan outlook pada Juli 2022.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sekaligus pemimpin pertemuan mengatakan tantangan ini tidak bisa dihadapi negara secara sendiri-sendiri karena membutuhkan kerja sama multilateral terutama G20 yang memberikan pengaruh terhadap 85 persen perekonomian dunia untuk mencari solusi bersama. Sejumlah menteri keuangan maupun gubernur bank sentral G20 menghadiri pertemuan secara langsung yang sudah dilaksanakan selama empat kali pada Presidensi G20 Indonesia 2022 untuk merumuskan sejumlah pandangan.

Pertemuan yang dihadiri 66 pimpinan secara langsung dan empat orang secara virtual juga mengundang Menteri Keuangan Ukraina, yang menandakan sebagai undangan ke-3 yang dilaksanakan selama masa Presidensi Indonesia. Sri Mulyani mengakui keberagaman anggota G20 merupakan dinamika yang bisa menghambat terjadinya kesepahaman dalam merespon isu global, meski hal tersebut juga bisa menjadi kekuatan bersama.

"Kita pasti ada perbedaan dalam posisi, manfaat dan pengalaman dalam berbagai hal, tapi perbedaan ini dapat mengizinkan untuk mencari solusi terbaik yang inklusif bagi dunia," katanya. Perbedaan dalam pertemuan tersebut tidak sampai membuat deadlock forum FMCBG mengingat rapat tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan dalam kebijakan makro di G20 Chair's Summary, meski bukan dalam bentuk komunike yang lebih mengikat. Summary itu muncul dari enam agenda pembahasan seperti ekonomi global, arsitektur keuangan internasional, peraturan sektor finansial, investasi infrastruktur keuangan berkelanjutan, dan perpajakan internasional.

Salah satu hasilnya adalah kelanjutan penguatan kerja sama kebijakan makro, mempertahankan stabilitas finansial dan keberlanjutan fiskal dalam jangka panjang serta penyiapan bantalan untuk mengurangi risiko dan dampak negatif spillover. Selain itu, kebijakan makroprudensial di negara-negara G20 juga perlu diperkuat untuk mengantisipasi kemungkinan risiko secara sistemik seiring dengan kondisi penguatan likuiditas.

Terkait hal tersebut, Sri Mulyani memastikan berbagai respon kebijakan yang diluncurkan juga harus dipaparkan secara spesifik, jelas, terkoordinasi dan dikomunikasikan dengan baik agar pesan dapat tersampaikan. "Tantangan global juga membutuhkan kerja sama dan sinkronisasi bauran kebijakan makro maupun fiskal serta instrumen kebijakan untuk mengatasi masalah bersama dan mendukung pemulihan ekonomi secara efektif," katanya.

 

antara

17
October

(voinews.id)- Presiden Joko Widodo pada Senin melepas pekerja migran Indonesia yang diberangkatkan ke Korea Selatan untuk bekerja lewat skema kerja sama antar-pemerintah. Dalam acara pelepasan yang berlangsung di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Presiden mengatakan bahwa pekerja yang diberangkatkan ke Korea Selatan lewat skema kerja sama antar-pemerintah merupakan pekerja yang berpendidikan serta memiliki kompetensi dan keterampilan.

"Saya lihat tadi semangatnya betul-betul sebuah semangat yang optimistis. Saya senang karena saudara-saudara ini disiapkan, ada pembekalan, tujuannya jelas," katanya sebagaimana diterima dalam keterangan pers Biro Pers Sekretariat Presiden. Presiden mengaku senang karena kini semakin banyak permintaan pekerja migran Indonesia (PMI) melalui skema seperti private to private dan business to business (B2B). "Saya senang ini akan banyak lagi private to private, B2B yang permintaannya juga banyak, welder, ngelas, ada permintaan 1.800 (pekerja)," katanya.

Dia meminta meminta kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mempersiapkan pemenuhan permintaan tersebut serta memastikan tenaga kerja yang dikirim betul-betul memiliki keahlian dan keterampilan.

"Ini tugas besar bagi Bu Menaker dan Pak Kepala BP2MI sehingga betul-betul pekerja-pekerja terampil dengan skill (keahlian) tinggi ini harus benar-benar kita siapkan," kata dia. Di sisi lain, Presiden menyoroti masih banyaknya pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri tanpa melalui prosedur legal. Menurut dia, saat ini baru separuh dari sekira sembilan juta pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri yang tercatat sebagai pekerja legal.

Presiden mendorong BP2MI terus mendata seluruh pekerja Indonesia di luar negeri dan mengurangi jumlah pekerja migran ilegal. "Inilah yang saya tugaskan sejak 2,5 tahun yang lalu kepada Pak Benny Rhamdani agar itu terus dipangkas, dikurangi, dan segera bisa dihilangkan.

Semua pekerja migran kita harus tercatat, harus terpantau, harus bisa dilihat di mana dia bekerja, karena ini menyangkut perlindungan, menyangkut keselamatan," katanya. Pada akhir sambutannya, Presiden berpesan kepada para pekerja untuk bijak menggunakan penghasilan yang kelak didapat serta mengingatkan mereka untuk menabung.

"Jangan nanti mentang-mentang kita sudah di Korea yang dibeli handphone yang bagus, itu konsumtif, hati-hati, beli pakaian yang bagus-bagus, yang bermerek. Masukkan ke rekening ya, ditabung dengan rekening yang jelas," kata Presiden. Acara pelepasan pekerja ke Korea Selatan juga dihadiri oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Kepala BP2MI Benny Rhamdani, Duta Besar RI untuk Republik Korea Gandi Sulistiyanto, dan Duta Besar Republik Korea untuk RI Park Tae-sung.

 

antara

17
October

 

(voinews.id)- Pasukan Rusia dan Suriah menewaskan 20 anggota militan ISIS dalam sebuah operasi di Suriah selatan, termasuk orang--orang yang bertanggung jawab atas ledakan bus militer, kata pejabat Rusia seperti dikutip TASS.

Mayor Jenderal Oleg Yegorov mengatakan operasi berlangsung di Provinsi Deraa selatan, demikian TASS. "Kelompok Rusia yang berinteraksi dengan unit keamanan pasukan bersenjata Suriah mengelar operasi khusus di Kota Jasim, Provinsi Deraa di selatan (Suriah) untuk menghancurkan petempur ISIS," kata Yegorov saat konferensi pers.

Menurut TASS, para petempur itu terlibat dalam ledakan bus militer pekan lalu yang menewaskan sedikitnya 18 prajurit Suriah di dekat Damaskus. Yegorov menuturkan mereka yang tewas meliputi perencana serangan bus dan orang-orang lainnya yang terkait dengan operasi ISIS di Deraa dan Provinsi Raqqa.

Reuters belum dapat memverifikasi laporan tersebut secara independen. Serangan bus itu merupakan salah satu yang paling mematikan selama beberapa bulan bagi pasukan pemerintah Suriah yang tidak aktif di garis depan. Belum ada klaim tanggung jawab langsung dan komentar dari otoritas Suriah.

Konflik satu dekade di Suriah telah menelan ratusan ribu korban jiwa dan membuat negara itu terpecah belah. Pasukan Rusia sudah berada di Suriah sejak 2015 untuk membantu otoritas merebut kembali wilayah mereka yang dikuasai kelompok oposisi.

 

Sumber: Reuters