VOI KOMENTAR Presiden Perancis Emannueal Macron, berada di Tiongkok melakukan serangkaian kegiatan kenegaraan. Kunjungan Macron yang berlangsung sejak 8 Januari lalu, hingga hari ini disebut sebagai kunjungan kenegaraan, karena merupakan yang pertama dilakukan sejak ia memangku jabatannya sebagai Presiden. Keberadaan Presiden Perancis di Beijing itu merupakan jawaban atas undangan Presiden Xi Jinping. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Geng Shuang dalam jumpa pers menjelang kunjungan kenegaraan Macron menyatakan bahwa mempunyai arti penting bagi hubungan Tiongkok-Prancis. Tiongkok tentu menambut sangat baik kunjungan pertama Macron dengan menunjukkan kehangatan melalui serangkaian acara kenegaraan yang melibatkan Presiden Xi Jinping, Perdana Menteri Li Kegiang serta ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Zhang Dejiang, Dari Beijing diinformasikan bahwa kedua pihak telah bertukar pandangan secara mendalam mengenai hubungan bilateral dan masalah-masalah yang menjadi perhatian bersama.
Dalam ceramahnya di hadapan para pengusaha. Akademis dan undangan pentingnya lainnya di kota Xi’an, Macron menegaskan komitmennya untuk mendukung pemerintah Tiongkok membangun kembali jalan sutera. Dalam tahun 2013, Pemerintah Tiongkok mencanangkan program one belt one road yang merupakan ungkapan khusus bagii Pembangunan Jalan Sutera yang mencerminkan hubungan bilateral dan multilateral Tikongkok melalui kerjasama ekonomi dan perdagangan antaralain dengan negara negara Eropa.
Proyek Sabuk dan Jalan , bertujuan menghubungkan China melalui jalan raya, kereta api dan jalur laut, dengan Asia Tenggara, Pakistan, Asia Tengah dan lebih jauh ke Timur Tengah, Eropa dan Afrika. Dukungan Macron atas proyek ambisius Beijing tentu juga mengharapkan timbal balik. Atas asa resiprokalitas, Macron tentu mengharapkan adanya timbal balik. Perancis memandang Tiongkok sebagai negara berpengaruh dari Asia yang dapat diajak untuk menjalin kemitraan stratagis mencakup beberapa isu. Dua yang sangat penting bagi Macron adalah isu terorisme dan perubahan Iklim. Mengenai isu perubahan iklim, Macron tentu sangat berharap agar Presiden Xi Jinping menerapkan perjanjian Paris mengenai iklim. Dukungan Tiongkok dipandang sangat penting, setelah Amerika Serikat mundur dari kesepakatan Paris.
Presiden Joko Widodo berpesan kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur, Bupati, dan Wali Kota di Nusa Tenggara Timur agar menjaga seluruh aset negara seperti Bendungan Raknamo. Presiden saat meresmikan Bendungan Raknamo di Desa Raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, Selasa (9/1) mengatakan, Bendungan Raknamo yang dibangun menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar 760 miliar rupiah lebih sejak tahun 2014 ini, harus dimanfaatkan dengan baik. Seperti dilaporkan Kantor Berita Radio Nasional, tiga hal yang dipesan Presiden adalah, Bendungan Raknamo dapat dimanfaatkan untuk irigasi, penyediaan air baku, dan penyediaan sumber energi 0,22 MegaWatt. Awalnya Bendungan Raknamo direncanakan pembangunannya selama 5 tahun sejak 2014 sampai 2019. Namun prosesnya lebih cepat, yakni dapat terselesaikan dalam kurun waktu 3 Tahun yakni di Tahun 2017. Untuk itu, Presiden Joko Widodo mengapresiasi kerja keras Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Presiden juga menyebutkan, selain Bendungan Raknamo, mulai tahun 2018 ada pembangunan lima bendungan lainnya, yakni Bendungan Napun Gete dan Lambodi pulau Flores bendungan Manikin, Kolhua, dan Temef di pulau Timor.
Bupati Banyuwangi mengajak Nahdlatul Ulama bersinergi mengembangkan daerah
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, mengajak kalangan Nahdlatul Ulama untuk terus bersinergi bersama - sama mengembangkan daerah. Hal tersebut disampaikan Bupati Anas dalam rapat pleno Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Banyuwangi yang digelar di Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (9/1). Menurutnya, sinergitas antara Nahdlatul Ulama dan Pemerintah harus dilakukan secara menyeluruh hingga tingkat kecamatan, dengan berkolaborasi di berbagai usaha unggulan yang telah berkembang di masing-masing kecamatan. Misalnya Nahdlatul Ulama Kecamatan Songgon bisa dengan peternak lele yang telah berkembang, dan Nahdlatul Ulama Singojuruh bisa berkolaborasi dengan petani beras organic. Lebih lanjut, Bupati Anas juga mengajak Nahdlatul Ulama untuk memanfaatkan program-program pemberdayaan ekonomi yang ada di Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, seperti berbagai program pelatihan soft skills maupun kewirausahaan yang mencapai 400-an paket pelatihan. Seperti dikutip dari Kantor Berita Radio Nasional, Bupati Banyuwangi berharap, para pengurus Nahdlatul Ulama bisa memanfaatkan program pemberdayaan yang ada, sehingga bermanfaat lebih mensejahterakan masyarakat. Sementara itu, Ketua Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama Banyuwangi, KH. Masykur Ali, menyambut baik ajakan tersebut. Menurutnya, sektor pemberdayaan ekonomi memang menjadi perhatian kerja Nahdlatul Ulama, sehingga sinergitas yang dibangun bisa membawa dampak positif meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banyuwangi.
Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Ini Mencoba Mengembangkan Kampung Kopi Di Madigondo
Kami akhiri Varia Nusantara hari ini denganPemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun ini mencoba mengembangkan Kampung Kopi di Madigondo, Desa Sidoharjo dan Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh. Seperti dilaporkan Kantor Berita Radio Nasional, Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo, Widi Astuti, di Yogyakarta, Selasa (9/1) mengatakan, kampung kopi di Samigaluh nantinya didesain sebagai agrowisata berbasis perkebunan. Widi Astuti menjelaskan, para wisatawan nantinya dapat menikmati pemandangan kebun kopi hingga mengolah dan menyeduh kopi. Ia berharap, melalui pengembangan Kampung Kopi tersebut, perekonomian masyarakat akan tergerak, sehingga akhirnya mampu menyejahterakan mereka. Untuk mendukung pengembangan kampung kopi ini, Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo telah memberi bantuan alat pengolah kopi kepada masyarakat Madigondo dan Keceme.
VOI KOMENTAR Tahun 2018, 171 daerah di Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) secara serentak. Ini merupakan Pilkada serentak ke tiga, setelah pilkada serentak pada tahun 2015 dan 2017. Penyelenggaraan Pilkada tanggal 27 Juni 2018 terasa berbeda dari dua pilkada sebelumnya, karena berdekatan dengan penyelenggaraan Pemilihan Presiden tahun 2019.
Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, ada 158 juta pemilih yang akan berpartisipasi pada Pilkada 2018, hampir 80% dari total pemilih nasional. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan Pilkada 2015 dengan total 96 juta pemilih, dan Pilkada 2017 dengan total 41 juta pemilih.
Pilkada serentak tahun ini tidak hanya diikuti kandidat laki-laki, tapi juga kandidat perempuan. Namun, banyak yang mengatakan bahwa partisipasi politik perempuan dalam pilkada serentak tahun ini kurang menjadi perhatian para elite politik. Partai-partai politik lebih memperhatikan aspek elektabilitas dan kekuatan modal dalam mencalonkan kadernya. Mereka cenderung menggunakan pilkada 2018 sebagai barometer untuk sukses pada Pemilihan Presiden tahun 2019 mendatang. Persyaratan elektabilitas dan kekuatan modal ini diberlakukan sama antara kandidat laki-laki dan kandidat perempuan. Akibatnya, peluang pencalonan perempuan dalam pilkada semakin kecil karena politisi perempuan umumnya kurang dikenal dan tidak mempunyai modal besar.
Sebuah diskusi bertajuk “Peluang Calon Perempuan Dalam Pilkada 2018”, diadakan pada hari Minggu, 7 Januari, di Jakarta. Menurut Lena Maryana, politisi Partai Persatuan Pembangunan yang hadir, kondisi politik memang kian meninggalkan perempuan Indonesia. Ini tercermin dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang keterwakilan perempuan sebesar 30% yang hanya berlaku di tingkat pusat, padahal di UU Pemilu sebelumnya, keterwakilan perempuan sebesar 30% diatur hingga tingkat kabupaten/kota.
Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Namun, dalam konteks Pilkada 2018, keterlibatan perempuan belum terwujud sebagaimana diharapkan.
Menurut Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Politik (Ansipol), Yudha Irlang Kusumaningsih, keikutsertaan perempuan dalam pilkada serentak 2018 akan melahirkan banyak kebijakan yang menunjukkan keberpihakan pada perempuan. Khususnya jika kandidat-kandidat itu terpilih menjadi kepala daerah. Kebijakan yang menunjukkan keberpihakan kepada perempuan diperlukan, mengingat pemberdayaan perempuan adalah satu dari 17 tujuan pembangunan keberlanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) global periode 2016-2030. Yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan secara merata. Poin ke lima dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum Perempuan. Salah satu caranya, dengan menjamin partisipasi penuh dan efektif, serta kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat.
Menurut Yudha, pemberdayaan perempuan pada tingkat pemerintah daerah juga dinilai mendesak, karena perempuan saat ini dinilai masih belum setara dari kaum laki-laki. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan, drop out sekolah, penghasilan, hingga gizi perempuan masih buruk dibanding pria. Sangat penting bagi perempuan untuk maju di pilkada, sebagai kepala daerah atau pun wakilnya, entah itu gubernur, bupati, atau wali kota. Dengan demikian apabila ada masalah yang menyangkut perempuan, akan dapat ditangani oleh perempuan pula.
Dalam butir-butir Pancasila sila ke - 3 Persatuan Indonesia yaitu menekankan pentingnya menjaga persatuan bagi seluruh masyarakt Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Butir-butirnya antara lain, pertama mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Kedua, sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan. Ketiga; Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia menjadi butir keempat. Kelima adalah memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Butir keenam adalah mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. Sedangkan butir ketujuh adalah memajukan pergaulan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa. Butir- butir tersebut mendorong masyarakat untuk menjunjung tinggi nilai persatuan bangsa tanpa memandang suku, agama, ras dan bahkan tidak diperkenankan membeda-bedakan antara suku, ras dan agama satu dengan lainnya.
Butir-butir dari sila Pancasila harus dijalankan dengan konsekwen dan konsisten. Seperti yang diungkapkan Pelaksana Tugas Sekretariat Jenderal DPR RI, Damayanti kepada RRI World Service - Voice of Indonesia. Damayanti menjelaskan pentingnya untuk terus–menerus mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila dikalangan masyarakat, sehingga masyarakat Indonesia memiliki ciri kepribadian yang cinta dan menjunjung tinggi nilai luhur meskipun berbeda agama, suku dan golongan.
“ Kalau 4 pilar itu memang MPR sebetulnya ada yang 4 itu ( Pancasila, UUD 45 ,NKRI dan Bhineka Tunggal Ika ) harus dijalankan kalau dengan konsekwen dan konsisten bagus “.
Sementara itu terkait dengan pentingnya menjaga nilai persatuan bangsa tanpa memandang suku, agama, dan ras Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Zulkifli Hasan seperti dikutip dari mpr.go.id mengatakan persoalan SARA, perbedaan dan keragaman sudah selesai 72 tahun lalu . Sehingga menurut Zulkifli Jangan lagi kita mempersoalkan agama, suku, dan latar belakang. Apalagi menurutnya tahun 2018 adalah tahun politik dan di tahun ini terdapat 171 pemilihan kepala daerah dan pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden pada September 2018. Zulkifli mengajak masyarakat Indonesia untuk bersama- sama menjaga persatuan dan meluruskan kembali janji- janji kebangsaan.