Bulan Ramadhan segera tiba. Beragam tradisi unik digelar oleh masyarakat Indonesia untuk menyambut Bulan suci ini. Salah satunya Tradisi Suro’ Baca. Menjelang bulan Ramadhan, masyarakat suku Bugis dan Makasar menggelar Tradisi Suro’Baca atau membaca doa bersama di depan aneka menu khas suku tersebut sebelum bersantap bersama. Tradisi turun-temurun ini umumnya dilakukan sehari sebelum hari pertama Ramadhan. Selain untuk menyambut bulan Ramadhan, tradisi ini juga digelar untuk memupuk kebesamaan dan silaturrahim.
pada saat acara Tradisi Suro’ Baca anggota keluarga berkumpul di rumah keluarga inti atau yang dituakan. Sebelumnya, biasanya pihak keluarga yang sudah berumah tangga mengumpulkan dana ke pihak yang dituakan atau dipercaya melaksanakan tradisi itu. Uang suka rela dikumpulkan sesuai dengan kemampuan ekonominya. Diperbolehkan juga bagi siapapun yang ingin menyumbangkan hasil ternak dan kebun secara sukarela atau dikenal dengan nama “bilang ulu”. Sehari sebelum Suro’ Baca biasanya para perempuan sibuk menyiapkan makanan yang akan disajikan pada tradisi tersebut. Ada kuliner dari ayam kampung, ikan bandeng, dan lawa, semacam sayuran dari pisang batu. Tak ketinggalan "paria kambu" atau masakan pare yang sudah dibuang bagian tengahnya, kemudian diisi dengan daging ikan yang sudah dihaluskan yang sudah diberi bumbu.
pada saat tradisi Suro’ Baca, Masyarakat Bugis dan Makasar berdo’a yang ditujukan kepada almarhum dan almarhumah keluarga yang sudah meninggal, juga memohon kepada Allah SWT agar yang masih hidup diberi kesehatan, rezeki dan umur panjang. Selain itu juga bersyukur, karena masih bisa berkumpul sebelum Ramadhan tiba.
Selepas berdoa, makanan yang sudah dipersiapkan kemudian disantap bersama-sama. Lalu seluruh masyarakat yang hadir saling meminta maaf sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Sedang menu yang masih ada, disisihkan untuk dibagikan ke tetangga. Selain memupuk silaturrahim, tradisi ini juga mengajarkan untuk berbagi dengan orang-orang di sekitar.
Film Ave Maryam masuk sebagai nominasi dalam lima kategori di ASEAN International Film Festival and Awards (AIFFA) 2019. Lima nominasi untuk film Ave Maryam yaitu Best Film, Best Film Editing, Best Actress (Maudy Koesnaedi), Best Actor (Chicco Jerikho), Best Director (Ertanto Robby Soediskam). Asean International Film Festival and Awards tahun ini digelar kali keempat. Tahun ini AIFFA mengumumkan 29 film masuk dalam final dan diputar dalam AIFFA dan diputar dalam AIFFA Movie Marathon selama lima hari mulai 25 April hingga 28 April 2019.
Selain Ave Maryam, Dua film panjang lain asal Indonesia juga sukses masuka nominasi yaitu 27 Steps of May dengan kategori Best Screen, Best Actress (Raihaanun), Best Supporting Actor (Verdi Solaiman), dan Best Director Of Photography (Ipul Rachmat Syaiful). Film Tengkorak juga mendapat satu nominasi kategori Best Film Editing. Selain tiga film panjang, aktor senior Slamet Rahardjo ikut mendapatkan penghargaan Lifetime Achievement dalam AIFFA 2019. Selain masuk nominasi di AIFFA 2019, film ini juga masuk dalam deretan Asia Africa Film Festival pada 24 hingga 28 April. Bertajuk 'Reimagining Asia-Africa' festival itu ditayangkan di Silver Screen (Queen's Head), di kawasan Kemang, Jakarta. Serangkaian film panjang, film pendek serta dokumenter dari 11 negara di Asia dan Afrika ditampilkan, termasuk dari Tanzania, Nigeria, Ghana, Mesir, Mali, Indonesia, India, Palestina, Filipina, Jepang, dan China.
Garis besar cerita film ini sebenarnya cukup umum dan sederhana. Film bercerita mengenai kisah cinta dan pergulatan batin Maryam, seorang biarawati yang mengabdikan sebagian besar waktunya untuk mengurus para biarawati sepuh di susteran. Latar cerita yang digunakan yakni kota Semarang pada tahun 1998. Sampai pada suatu ketika, Maryam dipertemukan dengan Romo Yosef (Chicco Jerikho), sosok yang kemudian membuat dia jatuh hati dan terpaksa menentukan pilihan besar dalam hidup. Berpegang pada janji, atau mengejar sesuatu yang menjadi kebahagiaan dirinya.
Industri Pariwisata memang sedang berkembang di Indonesia saat ini. Setiap propinsi di Indonesia perlahan tapi pasti mulai memunculkan potensi wisata yang dimiliki. Objek wisata Alam maupun buatan menjadi bahan utama untuk mengundang wisatawan berkunjung. Unik pun menjadi salah satu syarat utama yang tidak tertulis bagi sebuah objek wisata. Salah satu tempat wisata unik yang dapat Anda kunjungi ketika berada di Kota Malang adalah Kampung Warna Warni.
Kenyamanan dan rasa ingin tahu segera hadir ketika menginjakkan kaki di kampung ini. Sekelompok Ibu - Ibu dengan sigap menyambut Anda di depan gerbang masuk kampung ini sembari menyerahkan tiket masuk dan souvenir produksi masyarakat setempat. Berbagai warna cerah pun mulai menyegarkan mata ketika Anda menelusuri kampung ini. Nyaman, asri dan segar adalah kesan pertama yang hinggap di pikiran Anda seketika itu juga.
Kampung yang dahulu tidak dilirik untuk dikunjungi karena kumuh ini berubah menjadi sebuah tempat yang wajib di kunjungi. Menurut masyarakat setempat, Inisiasi untuk mewarnai dan membersihkan kampung ini berawal dari sekelompok mahasiswa yang sedang melakukan praktek kuliah kerja nyata. Tidak hanya indah dipandang mata, setiap sudut kampung yang dihiasi berbagai ornamen produksi masyarakat pun menjadi sebuah tempat yang indah di lensa kamera.
Hal tersebut membuat masyarakat mulai mempromosikan kampung mereka melalui sosial media. Warna - warna cerah dipilih agar dapat menjadi latar belakang indah untuk berfoto. Dalam waktu singkat berbagai foto-foto berlatar belakang objek warna warni ini menjadi viral di sosial media dan berhasil menarik wisatawan domestik juga mancanegara. Masyarakat pun terus memperindah kampung mereka dan membangun sebuah jembatan kaca untuk mengkoneksikan antara dua kampung yang terbelah sungai tersebut. Penasaran Kan ? Saksikan sendiri keindahan dan keunikan kampung Warna warni di Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia.
Lembaga Pemeringkatan Perguruan Tinggi Berbasis Pengelolaan Lingkungan Hidup Kampus, Universitas Indonesia (UI) GreenMetric memberikan penghargaan kepada sepuluh universitas terhijau dunia. Ketua Jaringan UI GreenMetric Prof. Riri Fitri Sari di kampus UI Depok, Jumat menuturkan gerakan global yang telah dilakukan UI ini semakin berkembang dan mendapat perhatian lebih dari 800 universitas di dunia. UI GreenMetric memberikan penghargaan kepada 10 perguruan tinggi terhijau di dunia tahun 2018/2019, di antaranya Wageningen University & Research (Belanda); University of Nottingham (Inggris); University of California Davis (Amerika); University of Oxford (Inggris); Nottingham Trent University (Inggris).
Riri Fitri Sari menjelaskan, UI GreenMetric menggunakan metrik pengukuran yang ditetapkan menjadi indikator keberhasilan kepemimpinan di kampus sebagai nilai tambah kampus era pembelajaran berbasis cyber. Kampus-kampus hijau universitas di Irlandia seperti UCC, Limerick University dan Universitas-universitas terkemuka di Dublin menjadi contoh pengelolaan berbasis karbon yang rendah dan ekonomi sirkular. Pemberian penghargaan ini bersamaan dengan acara tahunan bertajuk “The 5th International Workshop on UI GreenMetric World University Ranking” yang dihadiri lebih dari 87 pimpinan Universitas sedunia dari 37 negara. Pertemuan ini diselenggarakan di Eropa, tepatnya di University College Cork, Irlandia pada 14 – 16 April 2019.
Wakil Perdana Menteri Irlandia Simon Coveney hadir membuka dan mengapresiasi gagasan Universitas Indonesia (UI) melalui UI GreenMetric sebagai Gerakan Kepemimpinan Global. Kepala Humas dan Keterbukaan Informasi Publk UI Rifelly Dewi Astuti mengatakan pemeringkatan UI GreenMetric telah menjadi ajang kompetisi yang populer dan prestisius bagi kampus-kampus yang merefleksikan indikator kampus indah, hijau, teratur, ramah lingkungan, terdepan dalam pengelolaan sampah, air, energi, transportasi dan gedung cerdas, serta pendidikan dan riset yang bercirikan konsep pembangunan berkelanjutan. UI GreenMetric merupakan inovasi UI yang telah dikenal luas di dunia internasional sebagai pemeringkatan perguruan tinggi pertama di dunia berbasis komitmen tinggi dalam pengelolaan lingkungan hidup kampus.