VOInews, Jakarta: Di tengah arus perkembangan teknologi dan hiburan modern, permainan tradisional seringkali terlupakan. Namun, salah satu permainan dari provinsi Jawa Barat, Paciwit-Ciwit Lutung, masih menyimpan daya tarik dan memiliki nilai budaya yang kental. Permainan ini, yang berasal dari masyarakat Sunda, bukan hanya menyenangkan tetapi juga mengandung pelajaran hidup yang berharga.
Nama Paciwit-Ciwit Lutung terdiri dari dua kata: ciwit yang berarti mencubit dan lutung yang merujuk pada sejenis primata dengan ekor panjang, yang dalam permainan ini menjadi simbol gerakan lincah dan cepat. Permainan ini dimainkan dengan cara yang sederhana namun penuh keceriaan. Sejumlah pemain, biasanya dua orang atau lebih, akan saling mencubit punggung tangan satu sama lain sambil menyanyikan lagu yang riang:
"Paciwit-ciwit lutung, Si Lutung pindah ka tungtung, paciwit-ciwit lutung, Si Lutung pindah ka tungtung."
Lagu ini mengiringi setiap gerakan, seolah-olah menggambarkan si lutung yang bergerak lincah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Permainan ini diawali dengan dua pemain yang meletakkan tangan mereka dalam posisi telungkup. Pemain pertama akan mencubit punggung tangan pemain kedua, kemudian pemain kedua mencubit tangan pemain pertama, dan begitu seterusnya. Proses ini berulang sampai semua tangan yang ada dalam permainan tertumpuk satu sama lain, saling mencubit secara bergantian. Yang menarik, tidak ada pemenang atau kekalahan dalam permainan ini. Semua pemain terlibat dalam suasana penuh tawa dan kebersamaan, dan permainan berlanjut hingga pemain yang berada di posisi paling bawah tidak lagi kuat menahan cubitan dari pemain lainnya.
Tidak hanya seru, Paciwit-Ciwit Lutung juga memiliki manfaat yang dalam. Meskipun terdengar sederhana, permainan ini mengajarkan banyak hal. Misalnya, bagaimana anak-anak bisa belajar tentang empati dengan merasakan "penderitaan" atau ketidaknyamanan yang dialami oleh pemain lain. Hal ini juga mengajarkan pentingnya bersikap baik dan perhatian terhadap orang lain, karena dalam permainan ini, setiap perbuatan akan berbalik kepada diri kita sendiri. Pemain yang terlalu keras mencubit, misalnya, akan merasakan konsekuensinya saat giliran mereka tiba. Dengan begitu, permainan ini secara tidak langsung mengajarkan tentang keadilan, keseimbangan, dan sikap saling menghargai.
Paciwit-Ciwit Lutung dulunya adalah permainan yang sangat populer di kalangan anak-anak di berbagai daerah di Jawa Barat. Tak membutuhkan alat atau ruang yang luas, permainan ini dapat dilakukan di mana saja, baik di halaman rumah maupun di ruang terbuka lainnya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya perkembangan teknologi, permainan tradisional ini semakin jarang dimainkan. Anak-anak lebih memilih bermain game digital atau menonton televisi, sementara permainan yang mengandung nilai-nilai sosial ini mulai terlupakan.
Namun, ada harapan agar permainan seperti Paciwit-Ciwit Lutung dapat kembali dikenal dan dilestarikan. Selain menyenangkan, permainan ini memiliki potensi besar untuk mempererat hubungan antar anak-anak, memperkenalkan mereka pada budaya tradisional, dan mengajarkan mereka untuk lebih peka terhadap sesama. Di dunia yang semakin sibuk dan terhubung melalui teknologi, kembali kepada permainan sederhana seperti ini bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk mengingatkan kita akan pentingnya kebersamaan dan empati.
Sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia, Paciwit-Ciwit Lutung bukan hanya sekadar permainan. Ia adalah bagian dari identitas budaya Sunda yang mengajarkan kita untuk menghargai setiap tindakan dan interaksi, sambil menikmati kebersamaan dalam tawa. Jadi, mungkin sudah saatnya bagi kita untuk kembali memainkan permainan ini, tidak hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi juga untuk mengajarkan generasi muda tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Wali Kota Baubau, AS Tamrin (ketujuh kanan) menghadiri ritual adat Tuturangiana Batupoaro dalam rangkaian hari jadi Baubau ke-479 dan hari ulang tahun ke-19 sebagai daerah otonom, di Baubau, Minggu pagi. (foto Antara/Yusran)
Tari Maena, Nias . Foto: Ist.
Dokumentasi: Kemenpar
VOInews, Bandar Lampung: Taman Kupu-Kupu Gita Persada di Bandar Lampung, yang pertama kali dibuka pada tahun 2003, menawarkan pengalaman wisata ekowisata unik dan mendidik di Jalan Wan Abdurrahman, Kedaung, Kemiling. Sebelum menjadi destinasi wisata, taman ini telah lama menjadi pusat konservasi kupu-kupu untuk keperluan penelitian, menjadikannya satu-satunya konservasi kupu-kupu di Pulau Sumatra.
Sebagai salah satu tujuan wisata edukatif di Lampung, Taman Kupu-Kupu Gita Persada menyediakan berbagai fasilitas dan aktivitas yang memanjakan pengunjung. Di taman ini, wisatawan bisa menikmati keindahan alam serta melakukan beragam kegiatan, mulai dari menjelajahi lokasi penangkaran kupu-kupu, bermain di arena khusus anak, hingga bersantai di aula atau pendopo yang tersedia. Taman ini juga menyediakan spot foto menarik dan museum yang kaya akan informasi.
Salah satu pengalaman menarik di taman ini adalah kesempatan untuk melihat proses metamorfosis kupu-kupu secara langsung, mengamati kupu-kupu terbang bebas, bahkan berpartisipasi dalam pelepasan kupu-kupu kembali ke alam. Saat ini, sekitar 200 spesies kupu-kupu telah berhasil dikembangbiakkan di Taman Kupu-Kupu Gita Persada, termasuk kupu-kupu dari berbagai ekosistem seperti hutan hujan, hutan bakau, padang rumput, hingga pegunungan.
Menurut pengelola taman, kupu-kupu paling aktif dan banyak beterbangan antara pukul 08.00 hingga 15.00 WIB. Setelah itu, mereka biasanya beristirahat dan bersembunyi di balik dedaunan. Untuk pengunjung yang ingin lebih mendalami pengetahuan tentang kupu-kupu, tersedia pula museum dengan koleksi kupu-kupu yang diawetkan, foto-foto, hingga lukisan kupu-kupu. Museum ini juga memiliki sudut suvenir serta ruang baca yang nyaman.
Bagi wisatawan yang ingin menambah wawasan, Taman Kupu-Kupu Gita Persada menawarkan paket tur edukatif dengan pemandu, di mana pengunjung bisa belajar lebih banyak tentang perilaku dan habitat alami kupu-kupu. Melalui kegiatan ini, taman ini berupaya menanamkan kesadaran akan pentingnya pelestarian ekosistem di berbagai daerah di Indonesia.
Keberagaman spesies dan pengalaman edukatif yang ditawarkan menjadikan Taman Kupu-Kupu Gita Persada sebagai destinasi wisata yang tak hanya menyegarkan mata, namun juga menambah pengetahuan dan meningkatkan kesadaran lingkungan. Bagi Anda yang sedang berada di Lampung, kunjungan ke taman ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
Pesona Indonesia/VOI
VOInews, Jakarta: Selain Candi Borobudur yang terkenal, Magelang memiliki banyak destinasi wisata menarik lainnya, salah satunya adalah Air Terjun Kedung Kayang. Terletak di antara kaki Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, air terjun ini menawarkan panorama pegunungan yang memukau serta suasana yang menenangkan.
Air Terjun Kedung Kayang berlokasi di Dusun Ngagrog, yang dapat dijangkau sekitar 34 kilometer dari pusat Kota Magelang. Perjalanan menuju tempat ini memakan waktu kurang lebih satu jam, menawarkan pengalaman yang menyegarkan dari rutinitas sehari-hari. Setibanya di lokasi, pengunjung akan dikenakan tiket masuk sebesar Rp5.000, sebuah harga yang sangat terjangkau untuk menikmati keindahan alam yang ditawarkan.
Setelah membeli tiket, pengunjung harus berjalan kaki menyusuri jalan setapak dan melintasi sungai selama sekitar 10 menit. Namun, semua usaha ini akan terbayar saat tiba di depan air terjun. Air yang mengalir deras tampak seperti tirai raksasa, menciptakan pemandangan yang sangat Instagrammable. Banyak wisatawan yang tak ingin melewatkan kesempatan untuk berfoto dengan latar belakang keindahan alam ini.
Bagi yang ingin merasakan kesegaran lebih, berenang atau bermain air di kolam yang jernih dan segar menjadi aktivitas yang populer di kalangan pengunjung. Suasana sekelilingnya yang tenang, dengan udara yang segar, membuat pengalaman berlibur semakin sempurna.
Bagi para petualang, Kedung Kayang juga menawarkan beragam jalur trekking di sekitar air terjun. Jalur-jalur hiking ini memanjakan mata dengan pemandangan alam hutan hijau yang rimbun dan sungai-sungai kecil yang menambah keindahan tempat ini. Bagi pengunjung yang ingin menghabiskan lebih banyak waktu, area perkemahan tersedia, memungkinkan para pencinta alam untuk bermalam dan menikmati keindahan malam di bawah bintang-bintang.
Fasilitas di lokasi pun cukup lengkap, termasuk toilet, mushola, tempat parkir, area makan, tempat berkemah, dan gardu pandang yang siap menyajikan pemandangan sekitar. Dengan semua pesona dan kenyamanan yang ditawarkan, Air Terjun Kedung Kayang menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi saat berada di Magelang, Jawa Tengah.
Kopi khop di Banda Aceh. (ANTARA/HO- instagram kopi khop)
VOInews, Yogyakarta: Daerah Istimewa Yogyakarta selalu menjadi magnet bagi para wisatawan dengan keindahan alamnya yang memikat. Di antara tempat-tempat wisata yang mempesona, tersembunyi sebuah surga alam di kabupaten Bantul, yaitu Air Terjun Tuwondo. Destinasi ini menawarkan pesona alam yang luar biasa dengan keunikan bentuk air terjunnya yang menyerupai tangga batu alami.
Nama Tuwondo sendiri diambil dari bahasa Jawa, yang merupakan gabungan dari kata watu (batu) dan ondo (tangga), sehingga secara harfiah berarti "batu bertangga". Nama ini sangat cocok menggambarkan bentuk air terjun yang terdiri dari beberapa tingkatan batu, menambah daya tarik tersendiri bagi para pengunjung yang datang untuk menikmati keindahannya.
Air Terjun Tuwondo memiliki tiga tingkatan yang berbeda, dengan ketinggian bervariasi antara 3 hingga 5 meter. Lingkungan di sekitar air terjun masih sangat asri, dihiasi oleh pepohonan rimbun yang menciptakan suasana sejuk dan menenangkan. Tak heran jika banyak pengunjung yang betah berlama-lama di sini, duduk di atas bebatuan, merasakan kesejukan air, dan menikmati harmoni alam yang begitu damai.
Meskipun fasilitas di kawasan ini belum terlalu lengkap, keindahan alami yang ditawarkan sudah cukup untuk memberikan pengalaman wisata yang tak terlupakan. Waktu terbaik untuk mengunjungi Air Terjun Tuwondo adalah di pagi hari, saat sinar matahari yang lembut menyinari air terjun, menciptakan pemandangan yang sangat eksotis dan sempurna untuk diabadikan dalam foto.
Lokasi air terjun ini berada di Dusun Banyakan 3, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Bantul, sekitar 14 kilometer dari pusat kota Yogyakarta. Pengunjung disarankan untuk menggunakan kendaraan pribadi atau sewaan karena belum tersedia transportasi umum menuju lokasi ini. Selama perjalanan, pemandangan batuan andesit dan kapur akan menemani, menambah kesan petualangan menuju surga tersembunyi ini.
Namun, perlu diperhatikan bahwa Air Terjun Tuwondo adalah destinasi wisata musiman. Keindahan air terjun ini hanya bisa dinikmati saat musim hujan, di mana aliran air terjun menjadi deras dan memukau. Sebaliknya, pada musim kemarau, aliran air terjun akan mengering, menjadikannya kurang menarik untuk dikunjungi.
Bagi Anda yang sedang berada di Yogyakarta, jangan lewatkan kesempatan untuk merasakan keindahan Air Terjun Tuwondo. Nikmati suasana alam yang menyejukkan dan pemandangan eksotis yang ditawarkan oleh salah satu permata tersembunyi di Bantul ini.
Sumber: Pesona Indonesia/VOI
Tarian dari NTT (Foto: Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai)