ofra voi

ofra voi

04
September

Pada edisi pelangi nada kali ini, hadirkan lagu-lagu Melayu. Pelangi Nada Melayu kali ini saya putarkan lagu “Terbayang Ibu” , dinyanyikan oleh ASMIDAR DARWIS. Lagu ini bercerita tentang kesepian dan kerinduan akan ibu.

anda baru saja mendengarkan lagu melayu berjudul “TERBAYANG IBU”. Sesuai dengan judul dan lirik-liriknya, harusnya musik lagu ini bertempo lambat, namun ternyata bertempo cepat. Lagu ini diciptakan oleh Husein Aidid dengan aransemen musik oleh Buslidel. Lagu Terbayang Ibu merupakan satu dari 15 lagu di Album MUSIK SENDU Asmidar Darwin.Lagu melayu ASMIDAR DARWIS lainnya akan segera hadir ke ruang dengar anda. Kali ini berjudul MARI-MARI. Lagu ini berisi ajakan untuk berdendang, menari bersuka ria, meskipun tak beruang. Sesuai dengan liriknya yang mengungkapkan kegembiraan, musik lagu ini bertempo cepat dan mengajak siapapun yang mendengarnya untuk bergoyang. Kali ini, saya putarkan lagu MARI-MARI. lagu berjudul MARI-MARI yang dinyanyikan oleh ASMIDAR DARWIS baru saja anda dengarkan. Sama seperti lagu sebelumnya, lagu ini berada di album MELAYU SENDU ASMIDAR DARWIS. Asmidar Darwis dikenal sebagai penyanyi lagu-lagu berirama gambus dan melayu. Penyanyi asal Sumatera Barat ini, lagu-lagunya populer di tahun 1970-an.Mengakhiri Pelangi Nada Melayu kali ini, lagu berjudul “PILU” yang dinyanyikan oleh ASMIDAR DARWIS hadir ke ruang dengar anda. Diciptakan oleh Husein Aidid, lagu ini bercerita tentang kesedihan seseorang yang ditinggal sang kekasih. Lagu ini bertempo lambat dengan musik yang sendu sesuai dengan lirik-liriknya.

04
September

Dalam edisi Warna Warni kali ini saya sajikan informasi mengenai  Indonesia Weekend 2018

 

Pendengar, Melanjutkan sukses tahun lalu, Indonesian Weekend kembali digelar di tahun 2018 ini. Festival tahunan ini diselenggarakan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) untuk mempromosikan Wonderful Indonesia (WI) di Inggris. Penyelenggaraan ajang promosi terbesar Indonesia  di Inggris yang memasuki tahun ketiga ini akan berlangsung di Potters Fields Park, tepat di sebelah Tower Bridge, London pada 8-9 September 2018. Indonesian Weekend ini ditargetkan akan dihadiri sekitar 39 ribu pengunjung atau naik sekitar 30 persen dari tahun 2017 lalu. Ajang ini ditargetkan meningkatkan promosi wisata Indonesia tidak hanya bagi orang Inggris namun juga wisatawan dari negara lain yang sedang mengunjungi London. Berdasarkan data terakhir dari VisitsBritain, kunjungan turis ke Inggris diperkirakan melebihi 40 juta untuk pertama kalinya dalam 2018.

Deputi Bidang Pemasaran II Kementerian Pariwisata, Nia Niscaya mengatakan Indonesia Weekend ini menampilkan Pantai Bali yang menghiasi tepian Sungai Thames dengan latar ikonik Tower Bridge London. Pantai Bali dibentuk dengan 50 ton pasir putih, lengkap dengan bar, dengan tawaran minuman tropis dan eksotis. Dihadirkan pula Panggung yang menampilkan penari, pesilat termasuk Panglipur dari Garut dan Tapak Suci, serta para musisi yang mengangkat alat musik tradisional termasuk rebab, saluang dan banji.

pada ajang tersebut, Kementerian Pariwisata juga mengangkat Lima menu kuliner indonesia  sebagai ikon Indonesia, yakni rendang, nasi goreng, sate ayam, soto ayam dan gado-gado. Chef Degan Septoadji akan menampilkan makanan khas ini dalam demo memasak. Para pengunjung dapat merasakan menu-menu istimewa Indonesia ini. Selama perhelatan ini agen-agen perjalanan di London menawarkan paket-paket khusus wisata Wonderful Indonesia. Misalnya maskapai penerbangan Philippines Airlines yang juga akan menawarkan tiket gratis ke Bali sebagai bagian dari kompetisi foto melalui media sosial yang diselenggarakannya. Hotel-hotel di Bali juga menawarkan pengunjung untuk menginap dan menikmati keindahan dan kehangatan pantai-pantai di pulau dewata.

 

 

 

04
September

Hari ini akan memperkenalkan kepada anda Tradisi Deko Ipung Le Sempe. Kolang merupakan salah satu suku yang berdiam di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Kehidupan orang Kolang tidak terlepas dari bercocok tanam, antara lain ladang dan persawahan. Leluhur orang Kolang sangat menghormati dan menghargai alam semesta sebagai sumber kehidupan bagi kelangsungan hidup. Hingga saat ini Orang Kolang sangat ramah dengan lingkungan sekitarnya dan makhluk-makhluk lain, karenanya mereka punya berbagai tradisi untuk menghormati dan menghargai alam semesta. Salah satunya tradisi Deko Ipung Le Sampe yang masih dilestarikan oleh warga Kolang, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur.Kata “Deko Ipung Le Sempe” jika diterjemahkan secara harafiah ke dalam bahasa Indonesia, yakni “deko” berarti tangkap, "ipung" berarti ipun, "le" berarti dengan. Sedangkan "sempe" berarti sebuah alat tradisional yang terbuat dari bambu helung yang dianyam secara vertikal, dimana bagian atasnya bulat besar membentuk sebuah lingkaran dan bagian bawahnya berbentuk bulat kerucut atau bulat runcing. Alat ini dipakai untuk menangkap hewan laut. Jadi “Deko Ipung Le Sempe" adalah cara menangkap binatang di sungai dengan peralatan bambu halus yang ramah lingkungan. Tradisi ini biasanya dilakukan saat musim kemarau dengan debit air sungai kecil antara Juni hingga Agustus. Warga dari kampung Ranggu, Tado, Suka dan warga yang tinggal tak jauh dari DAS ( Daerah Aliran Sungai) Wae Impor selalu ke sungai untuk menangkap berbagai binatang yang bisa dimakan.

Tradisi Deko Ipung Le Sempe dimulai saat warga pergi ke sungai dan memasang sempe di aliran sungai yang berarus deras. Kalau pergi menangkap secara perorangan maka sempe diletakkan di aliran arus deras pada pagi hari dan pada sorenya pergi untuk melihatnya. Apabila secara berkelompok maka semua orang masuk di kolam dan mengarahkan binatang itu ke aliran arus air yang deras. Semua binatang itu berlari mengikuti aliran arus deras tersebut dan masuk dalam alat penangkap tersebut. Satu dan dua orang menjaga di sekitarnya. Mereka biasanya seharian berada di Sungai Wae Impor untuk menangkap binatang yang bisa dimakan. Hal ini terus dilakukan dari satu kolam ke kolam lainnya sampai wadah yang digunakan penuh. Hasilnya di bagi secara merata bagi setiap anggota kelompok.

Sebagiannya juga bisa langsung dimasak atau dipanggang di pinggir kolam tersebut untuk menu makan siang. Ada hal-hal yang harus dipatuhi oleh anggota kelompok saat Tradisi ini berlangsung, yakni dimana anggota kelompok dilarang membawa uang. Jika ada uang di saku celana maka uang itu harus disimpan di rumah sebab ada kepercayaan orang Kolang bahwa apabila membawa uang maka apa yang dicari tidak akan membuahkan hasil. Jika ada anggota kelompok yang sembunyi-sembunyi membawa uang di saku celana maka usaha untuk menangkap hewan di sungai yang bisa dimakan membutuhkan waktu lama dan kadang-kadang tidak membuahkan hasil.
“Deko Ipung Le Sempe” merupakan tradisi yang ramah lingkungan, karena tradisi ini menangkap binatang dengan peralatan-peralatan yang bersumber dari alam itu sendiri. Salah satu peralatan itu berasal dari bambu kecil yang dalam dialek Kolang disebut bambu helung. Bambu helung adalah bambu yang sangat halus dan lembut. Biasanya alat ini digunakan untuk alat tiup seruling atau suling. Jika tidak ada bambu helung ini maka warga biasanya mengambil bambu berukuran sedang yang masih muda, lalu dianyam. Bambu helung dianyam dari beberapa buah bambu kecil lalu disatukan.Selain itu Tradisi ini dianggap ramah lingkungan karena warga yang menangkap binatang melata hanya menangkap binatang yang berukuran besar seperti ikang, ipung, kuhe, dan tuna. Sementara telur, ikang, kuhe, tuna, dan ipung dengan ukuran sedang dan kecil tidak ditangkap dan apabila terjerat dalam wadah sempe maka warga wajib mengembalikan ke air sungai.



02
September

Indonesia memang terkenal dengan kesuburan tanahnya dan kekayaan alamnya. Dengan limpahan dan kekayaan yang didapat, sebagian masyarakat mensyukurinya dengan beragam upacara dan pesta adat. Salah satunya ada di wilayah Cirebon, Jawa Barat, tepatnya di desa Cibuntu. Desa yang terletak 30 Km dari pusat kota Cirebon ini, mempunyai sebuah tradisi untuk mengungkapkan rasa syukurnya, yaitu tradisi Sedekah Bumi.Acara sedekah bumi di Desa Cibuntu ini merupakan tradisi turun temurun dari leluhur masyarakat Desa Cibuntu. Acara hajat bumi di desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan ini sudah rutin digelar masyarakat ada sejak dahulu, kurang lebih pada tahun 1820.Sedekah bumi di desa Cibuntu ini digelar setahun sekali setiap menjelang musim tanam, yaitu pada saat menjelang musim hujan tiba, biasanya antara bulan September atau Oktober. Sedekah bumi menurut   masyarakat desa Cibuntu adalah bentuk syukur masyarakat Desa Cibuntu kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang telah diperoleh. Sedekah bumi ini juga merupakan permohonan kepada Tuhan agar tanaman pertanian khususnya padi pada musim-musim tanam berikutnya akan menjadi lebih subur , dan hasil panen jauh lebih baik.   Selain itu sedekah bumi di Desa Cibuntu juga merupakan pelestarian budaya bangsa dan jati diri bangsa. Meskipun prosesi sedekah bumi ini sederhana, tetapi selalu meriah dan menarik banyak pengunjung. Bahkan beberapa tahun terakhir, sejumlah pejabat pemerintah kabupaten dan jajarannya turut menyaksikan gelar acara tradisi di desa yang berada tepat di kaki gunung Ceremai ini. Sebelum melakukan tradisi turun temurun ini, warga desa Cibuntu diwajibkan membersihkan mata air yang terletak di atas desa terlebih dahulu. Pembersihan mata air ini memiliki arti, bahwa segala kehidupan yang ada di bumi berasal dari air, oleh karena itu mereka diwajibkan menjaga keasrian serta kebersihan mata air, supaya bisa melanjutkan kehidupan dengan lebih baik. Setelah membersihkan mata air, sebagian warga kampung menyembelih seekor kambing, yang nantinya akan dimasak, sebagai sajian dalam pesta adat ini. Sedangkan warga lainnya membuat piring dari anyaman daun kelapa yang disebut takir. Masyarakat memanfaatkan semua yang telah disediakan oleh alam. Selain itu hal yang tidak boleh dilupakan dalam acara tradisi sedekah bumi , adalah keberadaan delman yang akan membawa kepala desa menuju lokasi acara.

Setelah semua warga berkumpul, dan kemudian membentuk barisan, maka dimulailah arak-arakan. Ratusan warga desa , tua muda berjalan beriringan , mengikuti delman yang ditumpangi oleh kepala desa, sesuai lantunan irama khas kesenian yang disebut kencring.   Mereka semua mengenakan pakaian adat sunda, yang perempuan memakai kain dan kebaya , sedangkan kaum prianya mengenakan baju koko, yaitu kemeja pria muslim. Di dalam arak-arakan itu juga ada sekelompok penari yang terdiri dari kaum remaja putri . Segalanya memang sudah dipersiapkan secara matang dan dengan gotong royong sesama warga desa. Mereka membawa sendiri makanan yang telah disiapkan sebelumnya, seperti aneka jenis lauk pauk hasil olahan rumahnya, nasi dan juga buah-buahan hasil tanaman sendiri. Dan uniknya semua ditempatkan di piring-piring yang terbuat dari daun pisang, yang kemudian piring-piring daun pisang yang berisi beragam makanan tradisional ini dimasukkan ke dalam tetenong , yaitu tempat besar seperti keranjang yang   terbuat dari anyaman bambu . Sesampai di tempat acara mereka secara bergantian meletakkan tetenong, yaitu tempat semacam rantang yang terbuat dari anyaman bambu yang berisi macam-macam makanan tradisional tersebut . Acara Sedekah bumi dimulai dengan pembacaan doa dan kata sambutan dari beberapa petinggi Desa Cibuntu. Kemudian Bupati Kuningan bersama kepala desa menyiramkan “air kahuripan” atau air kehidupan pada benih padi yang akan dipakai untuk menanam pada masa mendatang. Di puncak acara, masyarakat atau bahkan pengunjung tanpa memandang status sosial dan ekonomi, diperbolehkan memilih dan mengambil makanan dan saling bertukar masakan . Ini dimaksudkan agar seluruh masyarakat dapat saling mencicipi hasil bumi yang telah didapat.Setelah prosesi acara sedekah bumi selesai, para warga kembali ke rumah masing-masing sambil membawa tetenong yang berisi makanan yang sudah dibagi rata dengan sesama warga lainnya.