Meskipun didukung oleh 12 suara dan 2 abstain, namun veto ini menggagalkan mimpi Palestina untuk mendapatkan keanggotaan penuh di PBB.
Di hari yang sama, Parlemen Amerika Serikat, Kongres AS, menyetujui rancangan undang-undang mengenai bantuan dana perang untuk Israel, Ukraina dan Taiwan. Secara spesifik, parlemen AS menyetujui bantuan senilai 26 miliar dolar Amerika Serikat untuk diserahkan kepada Israel.
Persetujuan atas bantuan ini hanya akan menghasilkan bertambahnya korban rakyat Palestina akibat serangan Israel.
Hingga hari Minggu, Kementerian Kesehatan Palestina mengumumkan korban tewas akibat serangan Israel di Palestina mencapai 34.000 orang.
Selama ini Amerika Serikat dikenal sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Julukan ini berbanding terbalik dengan kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah yang memberikan bantuan perang kepada Israel dan menolak resolusi keanggotaan penuh Palestina di PBB.
Wakil Perwakilan Tetap AS Robert Wood mengatakan AS terus mendukung solusi dua negara dalam memecahkan masalah Palestina dengan Israel. Namun di sisi lain, AS memveto keanggotaan penuh Palestina di PBB. Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan ini menandai kelima kalinya Amerika memveto resolusi Dewan sejak berlangsungnya konflik di Gaza. Padahal saat ini, mayoritas mutlak komunitas global mendukung permohonan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB.
Sikap ambigu AS dalam berdemokrasi ini memang patut disesalkan. Karena bukan hanya menunjukkan penghianatan terhadap upaya perdamaian di Timur Tengah namun juga meyakinkan dunia atas keberpihakan Amerika Serikat terhadap perilaku genosida yang dilakukan Israel.