Pernyataan Luhut ini menjadi buah bibir di kalangan para elit politik dan pengamat. Mereka menduga dan mencari siapa-siapa saja yang dimaksud dengan orang toxic tersebut. Apalagi menguatnya rumor akan bergabungnya Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ke dalam koalisi. Seperti yang diketahui, kedua partai ini adalah partai pendukung dari calon presiden nomor urut 1.
Terkait dengan orang toxic, hal ini bisa bermuara kemana saja baik ke partai pendukung koalisi maupun non-koalisi. Selain itu, aroma persaingan menampilkan calon-calon setiap partai politik (parpol) di kabinet Prabowo-Gibran juga menguat. Setiap parpol sudah pasti tidak ingin kehilangan jatah di kabinet. Namun, ada beberapa parpol seperti Partai Amanat Nasional (PAN) tidak mempermasalahkan kehilangan jumlah jatah menterinya di kabinet, apalagi dengan rencana masuknya Nasdem dan PKB. Menurut Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, partainya mengikuti arahan presiden terpilih karena itu adalah ranah hak prerogatif presiden. Sedangkan, Partai Demokrat, salah satu pendukung koalisi merasa tidak khawatir bahwa jatah kursi di kabinet mendatang berkurang. Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan Demokrat memiliki keyakinan komitmen akan dijalankan dengan baik oleh partai pendukung koalisi yang diemban oleh Prabowo.
Sehubungan dengan pemetaan dan bursa calon menteri mendatang, para pengamat politik banyak mengingatkan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka bahwa pembentukan kabinet bukan ajang bagi-bagi kekuasaan semata. Karena jika hanya berlandaskan pembagian kekuasaan belaka, akan berdampak kurang baik dalam roda pemerintahan. Apalagi jika partai politik pendukung menyodorkan calon yang tidak kredibel dan bermasalah karena memilih orang-orang yang dipilih sesuai dengan prinsip meritokrasi (yang berjasa). Jadi, apa yang dilontarkan oleh Menteri Luhut Binsar Panjaitan tentang orang-orang toxic harus bisa menjadi pegangan oleh Prabowo sebagai pemegang hak prerogatif. Karena itu, pentingnya prinsip transparansi, akuntabilitas, kredibilitas, dan pemerintahan yang baik (good governance) adalah hal penting dalam pemilihan menteri yang akan membantu pelaksanaan kerja kabinet mendatang. Apalagi tantangan ke depan lebih kompleks, di mana ancaman krisis ekonomi dan pertumbuhan ekonomi dunia melambat; imbas krisis Ukraina-Rusia, situasi Timur Tengah, serta perubahan iklim.
Setelah putusan Mahkamah Konstitusi –MK menolak semua gugatan para pemohon pada sengketa Pemilu Presiden 2024, pasangan Prabowo–Gibran kini bersiap untuk membentuk para pembantunya di pemerintahan yang akan diembannya untuk periode 2024–2029. Pasangan Prabowo-Gibran akan dilantik pada Oktober 2024 sebagai pemimpin bangsa Indonesia. Namun sebelum dilantik, isu-isu siapa saja yang akan masuk menjadi para menteri kini menjadi bursa menarik. Nama-nama calon hilir mudik di media sosial hingga di rapat-rapat penting. Namun salah satu komentar terkait bursa calon menteri yang cukup penting adalah dari Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan. Menurutnya, Prabowo Subianto tidak perlu membawa orang toxic atau bermasalah dalam kabinetnya.
Pernyataan Luhut ini menjadi buah bibir di kalangan para elit politik dan pengamat. Mereka menduga dan mencari siapa-siapa saja yang dimaksud dengan orang toxic tersebut. Apalagi menguatnya akan bergabung Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa -PKB ke dalam koalisi. Seperti ketahui, kedua partai ini adalah partai pendukung dari calon presiden no 01.
Terkait dengan orang toxic, hal ini bisa bermuara kemana saja baik ke partai pendukung koalisi maupun non-koalisi. Selain itu, aroma persaingan menampilkan calon-calon setiap partai politik di kabinet Prabowo-Gibran juga menguat. Setiap parpol sudah pasti tidak ingin kehilangan jatah di kabinet. Namun, ada beberapa parpol seperti Partai Amanat Nasional -PAN tidak mempermasalahkan kehilangan jumlah jatah menterinya di Kabinet apalagi dengan rencana masuknya Nasdem dan PKB. Menurut Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, partainya mengikuti arahan presiden terpilih, karena itu adalah ranah hak prerogatif presiden. Sedangkan, Partai Demokrat salah satu pendukung koalisi merasa tidak khawatir bahwa jatah kursi di kabinet mendatang berkurang. Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan Demokrat memiliki keyakinan komitmen akan dijalankan dengan baik oleh partai pendukung koalisi yang diemban oleh Prabowo.,
Sehubungan dengan pemetaan dan bursa calon menteri mendatang, para pengamat politik banyak mengingatkan Presiden dan Wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka bahwa pembentukan kabinet bukan ajang bagi-bagi kekuasaan semata. Karena jika hanya berlandaskan pembagian kekuasaan belaka, akan berdampak kurang baik dalam roda pemerintahan. Apalagi jika partai politik pendukung menyodorkan calon yang tidak kredibel dan bermasalah karena memilih orang-orang yang dipilih sesuai dengan prinsip meritokrasi (yang berjasa). Jadi, apa yang dilontarkan oleh Menteri Luhut Binsar Panjaitan tentang orang-orang toxic harus bisa menjadi pegangan oleh Prabowo sebagai pemegang hak prerogatif. Karena itu, pentingnya prinsip transparansi, akuntabilitas, kredibilitas dan good governance adalah hal penting dalam pemilihan menteri yang akan membantu pelaksanaan kerja kabinet mendatang. Apalagi tantangan ke depan lebih komplek, dimana ancaman krisis ekonomi dan pertumbuhan ekonomi dunia melambat imbas krisis Ukraina-Rusia dan situasi Timur Tengah serta perubahan iklim.