Bank Indonesia (BI) meluncurkan pasar valuta asing (valas) berjangka dalam negeri atau Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) sebagai upaya pendalaman pasar valas. Peluncuran DNDF dilakukan setelah bank sentral Indonesia mengumumkan kenaikan 7-Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen, Kamis (27/9). Dalam konferensi pers usai peluncuran DNDF Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, kebijakan DNDF dikeluarkan untuk mempercepat pendalaman pasar valuta asing dan sebagai alternatif lindung nilai bagi bank dan korporasi.
“DNDF itu bukan alat spekulasi, DNDF itu adalah untuk lindung nilai. Karena DNDF memerlukan underlying transaction. Ini untuk lindung nilai untuk underlying transactionnya apa bisa karena kebutuhan impor di bulan depan di bulan–bulan berikutnya. Bisa pembayaran utang atau kebutuhan-kebutuhan valas yang lain. Oleh karena itu kalau butuhnya masih sebulan masih tiga bulan, enam bulan ya nggak usah nubruk–nubruk sekarang gitu lho bisa melalui DNDF. Yang selama ini perpindahan dana dan harus penyelesaian secara gross dilakukan secara netting bisa lebih mudah, Insya Allah biayanya lebih murah.”
Pada kesempatan yang sama Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsyah menjelaskan, selama ini, investor asing yang memiliki aset-aset rupiah, misalnya surat utang negara (SUN) atau saham, dalam jumlah besar banyak melakukan transaksi NDF di luar negeri, misalnya Singapura, Hong Kong, ataupun London. Tujuannya, untuk lindung nilai (hedging) terhadap dana yang ditempatkannya di dalam negeri. Dengan begitu, bisa memitigasi risiko pelemahan kurs rupiah di masa depan. Transaksi pasar valuta asing (valas) berjangka dalam negeri atau DNDF memakai kurs acuan JISDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate) untuk mata uang dolar AS terhadap rupiah, dan kurs tengah BI untuk mata uang non dolar AS terhadap rupiah. (VOI/Rezha)