21
March

 

(Voinews.id) Pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan program tambak udang terintegrasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan harus dapat mengatasi permasalahan limbah.

"Program yang dijalankan oleh KKP, meskipun bukan hal baru, harus memastikan bahwa selain mendapatkan pendistribusian manfaat ekonomi bisa dijalankan secara adil, tetapi juga harus memberikan manfaat lingkungan," katanya di Jakarta, Senin.

Abdul mengingatkan, istilah tambak udang yang modern dan terintegrasi menandakan bahwa dari hulu ke hilir siklus budidaya udang harus terkelola dengan baik dan minim resiko, khususnya terhadap lingkungan hidup akibat dari aktivitas pembuangan limbah tambak pascapanen.

Apalagi, masih menurut dia, program ini muncul karena budidaya udang adalah program yang tergolong mudah dan beresiko minimal untuk dijalankan, serta memiliki pangsa pasarnya yang relatif juga besar.

Ia menyoroti mengenai anggapan bahwa tambak udang yang modern/terintegrasi akan bisa menjadi solusi andalan untuk meningkatkan kesejahteraan petambak dan masyarakat pesisir di sekitar tambak, dibandingkan dengan saat mereka masih menggunakan tambak tradisional.

"Pernyataan ini benar apabila ditinjau dari volume produksi yang dihasilkan, tapi belum tentu benar bila disebut secara otomatis menaikkan kesejahteraan pembudi daya udang. Kenapa demikian? Karena ada imbas yang harus mereka tanggung, misalnya limbah tambak pasca panen yang langsung dibuang ke sungai," paparnya.

Sebagaimana diwartakan, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Tb Haeru Rahayu, mengatakan, program tambak udang terintegrasi ini bertujuan untuk peningkatan penerimaan devisa negara, peningkatan penerimaan pajak, peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), penciptaan tenaga kerja dan peningkatan kesejahteraan petambak dan masyarakat.

Ia memaparkan, program tambak udang terintegrasi melalui modelling dengan target luas lahan sekitar 1.500 hektare yang berada di Kabupaten Aceh Timur (Aceh), Kabupaten Muna (Sulawesi Tenggara) dan Kabupaten Sumbawa (Nusa Tenggara Barat)

"KKP akan membangun kawasan budidaya udang baik di wilayah Indonesia Barat, Indonesia Tengah, maupun Indonesia Timur, agar produksi udang terus ditingkatkan. Serta kita mampu menjadi pemain udang terbesar dunia," ujar Tb Haeru.

Ia mengingatkan bahwa keberhasilan program tambak udang terintegrasi tersebut tentu butuh sinergi antar lintas sektor seperti dengan pemerintah daerah.

Untuk itu, ujar dia, pihaknya akan terus berkolaborasi dan berkoordinasi dengan pihak daerah agar bisa segera cepat terbangun modelling kawasan budidaya udang terintegrasi dan cepat berjalan operasionalnya. "Sehingga hasil kolaborasi menguntungkan ini bisa kita semua rasakan," ucapnya.

Tambak udang itu, ujar dia, akan dikelola secara ramah lingkungan, serta seimbang antara aspek ekologi, ekonomi dan inovasi teknologi. Pembangunan tambak udang memperhatikan aspek ekologi secara berkelanjutan dengan dilengkapi inlet dan outlet yang memadai, tandon yang cukup dan memiliki instalasi pengolah air limbah (IPAL).

Sementara dari aspek ekonomi melalui penerapan bisnis multi produk dan multi kompetensi yang menyerap banyak tenaga kerja. Sementara itu dari aspek inovasi teknologi, diterapkan melalui industrialisasi terintegrasi hulu-hilir, modernisasi sistem produksi, efisiensi input produksi, yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkompeten.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono memastikan pembangunan percontohan tambak udang modern di Sumbawa mengedepankan prinsip kelestarian lingkungan antara lain karena akan dilakukan penanaman mangrove sebagai lokasi hijau di sekitar tambak, serta areal tambak juga dilengkapi dengan tandon air dan IPAL.antara

21
March

 

(Voinews.id)PT Pertamina (Persero) telah menetapkan program transisi energi sebagai prioritas utama perusahaan dengan menargetkan bauran energi dan pengurangan emisi gas rumah kaca yang lebih komprehensif.

"Pertamina berkomitmen untuk dikenal tidak hanya sebagai pemain energi global tetapi juga sebagai perusahaan yang ramah lingkungan, bertanggung jawab secara sosial, dan menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik," kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Senin.

Saat ini Pertamina telah memainkan peran penting dalam memimpin transisi industri energi Indonesia dan menargetkan penurunan emisi sebesar 30 persen sebelum tahun 2030.

Selain itu perseroan akan memprioritaskan pengembangan energi baru terbarukan untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang sejalan dengan bauran energi Indonesia pada 2030.

Pertamina juga mendukung pemerintah Indonesia dalam presidensi G20 yang telah memilih transisi energi sebagai salah satu prioritas utama dalam pertemuan tingkat tinggi tersebut.

Sebagai bagian dari The Business 20 Task Force on Energy, Sustainability, and Climate, Pertamina memiliki prioritas yang sama dengan G20 Indonesia yang harus menjadi katalisator yang kuat untuk pemulihan hijau dan berjalan seiring dengan prinsip-prinsip ketahanan energi, pemerataan energi, dan kelestarian lingkungan.

Pada 2021 Pertamina telah membentuk komite berkelanjutan yang dipimpin langsung oleh Nicke Widyawati. Komite itu menaruh perhatian besar terhadap berbagai isu energi dunia termasuk program transisi energi.

Nicke menyampaikan upaya Pertamina mengembangkan energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dilakukan melalui delapan inisiatif strategis, antara lain pengembangan kilang hijau, pengembangan bioenergi, komersialisasi hidrogen, gasifikasi, inisiasi ekosistem baterai dan penyimpanan energi terintegrasi, serta peningkatan kapasitas terpasang panas bumi.

"Kami percaya bahwa sumber daya panas bumi Indonesia yang melimpah yang tersebar di cincin api dapat menjadi tulang punggung yang kuat untuk mempercepat transisi energi, yang sejalan dengan tujuan pemerintah Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih," pungkas Nicke Widyawati,antara

21
March

 

(Voinnews.id)Lembaga penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebutkan Indonesia perlu meningkatkan ekspor produk olahan dan tidak menggantungkan ekspor pada produk komoditas yang bisa menyebabkan kinerja perdagangan dipengaruhi oleh fluktuasi harga dunia.

"Sekitar 45 persen ekspor Indonesia berbasis komoditas yang harganya fluktuatif dan sangat bergantung dengan dinamika yang terjadi di seluruh dunia,” kata Senior Fellow CIPS Deasy Pane dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin.

Deasy mengatakan ekspor Indonesia masih didominasi oleh produk berbasis komoditas yang harganya meningkat tajam. Sementara jika dilihat berdasarkan volume ekspor tidak meningkat secara signifikan.

Dia mengatakan konflik Rusia-Ukraina berpengaruh signifikan pada pergerakan harga komoditas yang akan mempengaruhi nilai perdagangan Indonesia, walaupun tidak berpengaruh langsung terhadap volume perdagangan Indonesia.

"Tingginya harga komoditas akan berpengaruh pada capaian ekspor Indonesia. Namun tidak mencerminkan kualitas dan daya saing produk Indonesia, serta hanya bersifat sementara," kata Deasy.

Dalam dua dekade terakhir kontribusi ekspor Indonesia ke dunia stagnan di angka 0,9 persen. Sementara pelaku usaha industri yang terlibat dalam kegiatan ekspor juga hanya sekitar 18 persen, yang menunjukkan mereka berorientasi domestik.

CIPS merekomendasikan agar pemerintah mendorong pelaku usaha berani bersaing di dalam negeri dan pasar ekspor, didukung oleh upaya peningkatan produktivitas dan kualitas sesuai standar internasional. Hal ini dapat dilakukan melalui komitmen pemerintah menciptakan iklim investasi yang mendukung, iklim persaingan usaha yang sehat, peningkatan kapasitas tenaga kerja, pembangunan dan infrastruktur.

Selain itu dukungan terhadap inovasi, riset dan pengembangan, dan penyerapan teknologi perlu ditingkatkan. Kurangnya ekosistem riset dan pengembangan bisa berdampak pada lemahnya motivasi pelaku usaha untuk berinovasi dan hanya memanfaatkan pasar domestik yang besar untuk mendapatkan keuntungan.

Menurut Deasy, riset dan pengembangan dibutuhkan untuk mengoptimalkan nilai produk atau menambah efisiensi proses, yang memang diperlukan untuk bersaing di pasar global.

“Dari sisi demand, pemerintah perlu memastikan akses pasar ekspor dapat mudah dan berbiaya rendah dengan penurunan hambatan tarif dan non tarif di pasar ekspor dan penyediaan informasi pasar yang lengkap dan mudah diakses,” katanya.antaranews

Page 695 of 695