Para ahli, peneliti, praktisi dan pemerhati ikan yang berasal dari lembaga penelitian, perguruan tinggi, instansi pemerintah, dan pelaku pasar dari Sumber Daya Ikan SDI diharapkan dapat bersinergi saling berbagi ilmu agar ikan air tawar di Indonesia terus terjaga pelestariannya. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki berbagai jenis ikan air tawar yang perlu memperoleh perhatian khusus akan pelestariannya. Kepala Pusat Penelitian Limnologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fauzan Ali disela-sela acara Seminar Nasional Ikan ke-10 dan Kongres Masyarakat Iktiologi Indonesia (MII) ke-5 di di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI,Cibinong Bogor,Jawa Barat (8/5).
‘’Ini yang paling penting bagaimana menyampaikan hasil-hasil penelitian ke masyarakat. Jadi sekarang kami sedang menggalakkan pada Pemerintah Daerah-Pemerintah Daerah yang terkait dengan perairan, ekosistem perairan, terkait dengan perikanan itu komoditas langka yang ada di daerah–daerah itu harus kita kembangkan bersama mereka. Jadi berkerja sama dengan Pemerintah Daerah. Tentunya kami sedang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Samosir untuk melestarikan ikan Batak yang sudah mulai langka, ikan Pora- Pora yang sempat booming di tahun 2013 sekarang tiba-tiba menghilang itu juga harus menjadi perhatian kita bersama. Jadi tidak hanya sekedar penelitian untuk peneliti, tapi bagaimana menyampaikan hasil– hasil penelitian kepada masyarakat’’.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI, Witjaksono mengatakan pengetahuan masyarakat tentang konservasi dan pemanfaatan sumber daya ikan masih rendah /sehingga pemanfaatannya belum optimal. Oleh karena itu menurut Witjaksono salah satu upaya untuk mendorong kesadaran akan pengetahuan pemanfaatannya tersebut yaitu dengan adanya komunikasi dan diskusi antara peneliti dan praktisi yang hasilnya dapat disampaikan kepada masyarakat. (voi/AF)
Kedutaan Besar Denmark untuk Indonesia kembali memperkenalkan dunia diplomasi kepada kaum muda di Indonesia melalui kegiatan Ambassador One Day. Program ini telah diadakanlima kali sejak pertama kali di gelar pada tahun 2013. Melalui kegiatan tersebut, satu orang pemuda yang terpilih berkesempatan untuk mengetahui secara langsung bagaimana keseharian Duta Besar (Dubes) Denmark untuk Indonesia dan merasakan langsung bagaimana menjadi Dubes selama satu hari dan berkunjung ke Copenhagen, Denmark. Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta Rudang Cecilia Pinem menjadi satu orang yang terpilih untuk ikut serta dalam rangkaian kegiatan tersebut. Menurut Dubes Denmark untuk Indonesia, Rasmus Abildgaard Kristensen di Jakarta, Selasa (8/5) kegiatan tersebut sangat penting karena masih banyak kaum muda di Indonesia yang tidak mengetahui bagaimana dunia diplomasi.
‘’Tujuannya adalah memperkenalkan diplomasi kepada kaum muda di Indonesia agar lebih mudah mengerti. Saya pikir banyak kaum muda yang tidak cukup tahu seperti apa bertugas menjadi diplomat atau duta besar. Nah itu yang menjadi tujuan utama. Selain selama sehari menjadi duta besar, Cecilia disini dan kandidat – kandidat sebelumnya mendapatkan kesempatan untuk melakukan perjalanan studi ke Denmark.
Dubes Kristensen menambahkan, keterlibatan kaum muda seperti yang dilakukan oleh Cecilia menjadi sangat penting karena mereka adalah calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu kaum muda harus memiliki pengetahuan yang luas, banyak belajar dari dunia luar, dan berpikiran terbuka. Dubes Kristensen juga mendorong semua negara untuk saling bekerja sama dan belajar dari pengalaman satu sama lain untuk bergerak maju. Ambassador One Day kali ini secara khusus mengusung tema anti korupsi. Pemilihan tema anti korupsi tersebut dipilih karena pemberantasan korupsi menjadi prioritas bagi Denmark sebagai negara bebas korupsi kedua di dunia. Selain itu diusungnya tema tersebut juga bertepatan dengan Konferensi Internasional Anti Korupsi yang akan digelar di Copenhagen pada 22-24 Oktober mendatang. (voi/Rezha)
Kementerian Luar Negeri RI bekerja sama dengan Uni Papua Football Community (UPFC) menggelar turnamen sepakbola Football for Peace 2018 pada September mendatang. Sebelum turnamen tersebut digelar, Kementerian Luar Negeri RI dan UPFC terlebih dahulu akan menggelar eksibisi pertandingan sepak bola yang melibatkan para menteri, duta besar (dubes) negara-negara sahabat, dan tokoh–tokoh masyarakat di Stadion Soemantri Brodjonegoro, Jakarta. Dalam sambutannya di acara Diplomatic Gathering Football for Peace 2018 di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Selasa (8/5), Wakil Menteri Luar Negeri RI A.M. Fachir mengapresiasi penyelenggaraan Football for Peace 2018 sebagai bagian dari upaya diplomasi Indonesia.
‘’Sebenarnya ini adalah inisiatif dari Uni Papua. Kami hanya menyediakan fasilitas disini, untuk para duta besar, korps diplomatik, dan hadirin lainnya untuk bergabung bersama kami kembali. Untuk mendukung inisiatif tersebut, kami akan menjadikan ini sebagai acara rutin. Karena tim tersebut menjadi sangat dekat dengan upaya diplomasi kita, sepakbola untuk perdamaian, diplomasi untuk perdamaian, dan diplomasi kemanusiaan, itu sebabnya Uni Papua menjadi bagian dari diplomasi indonesia
A.M. Fachir menambahkan, Indonesia berharap adanya tim gabungan dari Korea Selatan dan Korea Utara untuk berlaga di turnamen eksibisi kali ini. Terlebih kedua negara sudah bergabung di dalam satu tim unifikasi Korea di Olimpiade Pyeongchang. Dalam kesempatan ini, Wamenlu juga mempromosikan kembali acara olahraga terbesar di Asia, yaitu Asian Games 2018 yang akan diselenggarakan dari tanggal 18 Agustus hingga 2 September di Jakarta dan Palembang, Sumatera Selatan. Indonesia juga akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Para Games 2018 yang akan dilaksanakan pada tanggal 6 hingga 13 Oktober di Jakarta. UPFC sendiri didirikan di Papua tahun 2011 untuk membina suku-suku yang terisolir di Papua melalui sepak bola. Saat ini UPFC telah berdiri di 34 komunitas di Papua, Papua Barat, NTT. Bali, Jawa, Aceh, Kalimantan dan Sulawesi. Sepakbola sosial di Papua juga ditujukan untuk mempromosikan pembangunan manusia sebagaimana diamanatkan dalam pembangunan nasianal dan program PBB yakni Sustainable Development Goals (SDGs). (voi/Rezha)
Indonesia memiliki potensi besar untuk meningkatkan ekspor ikan ke berbagai negara. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan berkesinambungan dan dukungan kebijakan dari pemerintah Indonesia agar pengembangannya lebih optimal. Demikian dikatakan Ketua Masyarakat Iktiologi Indonesia, Sulistiyono di sela-sela acara Seminar Nasional Ikan ke-10 dan Kongres Masyarakat Iktiologi Indonesia (MII) ke-5 di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),Cibinong Bogor,Jawa Barat Selasa (8/5).
‘’Jadi ingin sekali membuat kerangka pemikiran untuk mengembangkan perikanan terutama berkaitan dengan pelestarian, pemanfaaatan dan juga pengolahan serta perekonomian. Sumber daya kita banyak tetapi kita tidak bisa memanfaatkan juga kurang berguna. Seharusnya kita mengembangkan ikan lokal tetapi bernilai internasional. Beberapa sudah banyak, misalnya ikan Betutu, ikan betutu ikan lokal, bisa diekspor ke Singapur harganya banyak. Belum lagi ikan hias lainnya, ikan cardinal itu hanya ada di Indonesia, bisa dikembangkan tentu ekspornya harganya juga mahal. Kita manfaatkan ikan lokal untuk bisa mendapatkan devisa negara. Itu intinya tetapi memang sebenarnya selama ini kecil–kecil juga sudah dilakukan tapi dari policy nasional kayanya perlu didukung’’.
Sementara itu, Rektor Institut Pertanian Bogor, Arief Satria mengatakan dengan keberagaman hayati ikan yang dimiliki di Indonesia, sudah seharusnya Indonesia mencermati sejumlah ikan agar tidak punah yaitu melalui konservasi serta budidaya berkelanjutan. (voi/AF)