Pemeluk agama Islam merupakan kelompok keagamaan terbesar di dunia. Menurut sebuah penelitian pada tahun 2015, Islam memiliki 1,8 miliar penganut, yang membentuk sekitar 24% populasi dunia. Ramadhan yang merupakan bulan suci bagi kaum Muslim, tahun ini dimulai pada tanggal 24 April dan seperti biasa menjadi momentum penting bagi negara2 Islam. Khususnya Arab Saudi tempat beradanya dua masjid utama bagi umat muslim yaitu Masijidil Haram di kota Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Setelah pandemi Covid 19 menyerang berbagai negara termasuk Arab Saudi, ke dua masjid tadi terpaksa ditutup untuk menghindari sebaran virus mematikan itu. Ramadhan tahun ini pun menjadi sangat berbeda karena umat tidak bisa melaksanakanberbagai ibadah sebagaimana biasanya. Umroh, suatu bentuk ibadah massal yang banyak dilaksanakan di bulan Ramadhan otomatis terhenti. Pelaksanaan ibadah Haji tahun ini yang seharusnya berlangsung akhir Juli dikhawatirkan juga tidak bisa dilaksanakan jika sebaran virus corona masih terus melanda dunia.
Di sisi lain, menurut Media Arab Saudi, Raja Salman meski sudah menetapkan penutupan kota Makkah dan Madinah, memutuskan akan tetap membuka dua masjid itu untuk ibadah khas bulan Ramadhan seperti sholat taraweh dan qiyamul laill setiap malam. Namun ini hanya untuk kalangan terbatas seperti keluarga kerajaan dan karyawannya. Setelah pelaksanaan ibadah ke dua masjid tadi akan kembali ditutup.
Sejarah mencatat penutupan musim ibadah haji yang diikuti umat Islam dari seluruh dunia pernah dilakukan sebanyak 40 kali. Pemerintah Arab Saudi tampaknya akan menutup musim haji 2020 jika pandemi virus Covid 19 terus memburuk.
Dengan ditutupnya Makkah Dan Madinah untuk pelaksanaan ibadah Ramadhan dan bahkan kemungkinan ibadah haji tahun ini, maka jelas terlihat betapa dampak pandemi Covid 19 bagi dunia khususnya umat Muslim. Bukan hanya di bidang kesehatan, atau ekonomi semata, ternyata di bidang keagamaan pun terasa.
Semoga pandemic Covid 19 cepat berlalu dan semua kembali seperti semula. Khusunya umat Islam, dapat melaksanakan semua ritual peribadahan tanpa halangan suatu apa.
Perkembangan pandemi COVID 19 di berbagai belahan bumi, menjadi penentu kebijakan pemerintah negara negara yang terkena pandemi virus berbahaya itu. Di Eropa beberapa negara berencana menghentikan kebijakan Lockdown. Dari Wina diperoleh berita bahwa pemerintah Austria akan segera melonggarkan lockdown minggu depan. Jika itu dilaksanakan maka di kawasan benua Eropa, Austria adalah negara pertama yang akan membuka pusat perbelanjaan dan rumah makan, walau tetap memberlakukan menjaga jarak antar pengunjung. Selain Austria, negara lain yang akan segera melonggarkan aturan penutupan wilayah atau lockdown adalah Denmark. Pemerintah Italia, setelah dua bulan melarang warganya keluar rumah, juga mulai mengendorkan lockdown. Perdana Menteri Giuseppe Conte menyatakan akan melonggarkan aturan pembatasan di beberapa bagian negara itu, akhir pekan ini. Italia yang memulai lockdown sejak 9 Maret adalah negara yang paling terdampak oleh pandemi COVID 19. Di Eropa Timur, Pemerintah Republik Ceko akan mencabut aturan larangan bepergian dan mengizinkan warga asing memasuki negara itu.
Kebijakan mengakhiri lockdown juga akan dilakukan pemerintah Iran. Bahkan dikabarkan lockdown di Teheran juga sudah dicabut. Beberapa provinsi di Iran telah mulai melonggarkan pembatasan ketat pekan lalu dengan mengizinkan warganya bepergian. Walaupun demikian, sekolah dan kegiatan olahraga masih tidak diizinkan beraktivitas. Badan Kesehatan dunia, memperingatkan pemerintah Iran bahwa COVID 19 masih berkecamuk di negara itu. Iran adalah negara Asia setelah China, yang menderita serangan virus Corona dengan korban terbanyak. Sejumlah anggota Parlemen dan pejabat pemerintah bahkan telah terinfeksi oleh virus yang menyebar dengan mudah itu.
Di Amerika Serikat, Pemerintah Pusat mendorong pelonggaran aturan di beberapa negara bagian. Melalui kicauan di twitter Presiden Donald Trump memberi isyarat bagi dilonggarkannya lockdown di Michigan, Minessota dan Virginia.
New York adalah salah satu jantung ekonomi dan perdagangan Amerika Serikat yang digugat warganya untuk mengakhiri lockdown. Warga New York mendesak pemerintah untuk segera mencabut aturan yang dianggap sangat membatasi aktivitas sosial.
Pelonggaran lock down tentunya dilakukan dengan pertimbangan menurunnya persebaran corona dan jumlah yang terinfeksi CONVID 19 di masing-masing negara. Eropa Barat merasakan betul dampak ekonomis dari serangan Corona. Amerika Serikat juga demikian. Tentunya dengan skala yang berbeda. Karenanya perubahan kebijakan terkait perkembangan virus Covid 19 berbeda antara satu negara dengan lainnya. Iran dan Amerika Serikat misalnya, mempertimbangkan diakhirinya lockdown karena merasakan dampak buruk corona terhadap ekonomi negara.
Masih belum dapat diperkirakan kapan pandemi Convid 19 benar benar akan berakhir. Karena itu tidak dapat juga dipastikan, kapan ekonomi global dan perkenomian setiap negara akan berangsur pulih. Bisa jadi pasca corona, akan terjadi perubahan tata ekonomi dan politik serta hubungan hubungan antar negara.
Sebanyak 14 kasus baru infeksi virus corona terkonfirmasi di sebuah kapal pesiar Italia Costa Atlantica, yang merapat untuk melakukan perbaikan di Prefektur Nagasaki, Jepang. Dengan demikian, jumlah total pengidap COVID-19 di kapal tersebut menjadi sedikitnya 48 orang, demikian dilaporkan stasiun penyiaran NHK, Kamis.
Hingga Rabu (22/4), 34 awak Costa Atlantica dinyatakan positif tertular virus corona jenis baru tersebut sehingga meningkatkan kekhawatiran soal dampaknya pada masyarakat setempat. Kasus serupa menimpa kapal pesiar Diamond Princess di Yokohama dua bulan lalu. Di Diamond Princess, lebih dari 700 orang diketahui mengidap COVID-19. (antara)
Mata rantai penyebaran COVID-19 harus segera diputuskan. Jika tidak, akhir dari pandemi ini di Indonesia dipastikan bakal sangat lambat. Untuk memutusnya, tes masif berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) harus segera dilakukan. Demikian dikatakan anggota Komisi IX (sembilan) Dewan Perwailan Rakyat RI, Kurniasih Mufidayati dalam keterangan pers yang diterima RRI Kamis (23/4).
Kurniasih menegaskan pemerintah sudah waktunya mengambil langkah cepat melakukan tes PCR secara masif. Dengan demikian bisa segera dilakukan Tracing, Clustering dan Containing terhadap pasien dan semua kontak pasien. Saat ini, kemampuan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melakukan tes berbasis PCR masih sangat terbatas. (antara)