Tuesday, 06 March 2018 09:22

Urgensi Revisi UU Narkotika

Written by 
Rate this item
(0 votes)

 

Beberapa bulan terakhir, kian banyak diberitakan penangkapan penyalahguna dan bandar narkoba di Indonesia. Peredaran narkotika di negeri ini kian mengkhawatirkan. Indonesia dalam keadaan darurat narkoba.

Saat ini sudah ada Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 yang mengatur tentang narkotika dan psikotropika. Namun UU tersebut dinilai tidak relevan lagi dengan kondisi darurat narkoba di Indonesia sekarang. Pemidanaan pengguna narkoba, seperti diatur dalam UU tersebut, selain kurang tepat, karena mengurangi keberhasilan penyembuhan pengguna, juga menyebabkan Lembaga Pemasyarakatan kelebihan penghuni.     

Ricky Gunawan, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, berpendapat, salah satu solusi adalah dengan cara dekriminalisasi pengguna narkoba, seperti yang sudah dipraktekkan oleh Portugal dan Slowakia. Di dua negara tersebut, masalah kejahatan narkoba bisa ditekan drastis setelah ditempuh kebijakan itu. Pemakaian narkotika semestinya diperlakukan sebagai persoalan kesehatan, bukan persoalan hukum.  

Menurut mantan Direktur Penindakan BNN, Benny Jozua Mamoto, dari survei BNN, keberhasilan aparat penegak hukum mengungkap penyelundupan narkoba 'baru sekitar 10%'. Menurut Benny, penanganan kejahatan narkoba harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan, termasuk upaya pencegahan dan rehabilitasi yang berkesinambungan dan masif.

Pada 2 November 2017 di Jakarta, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) bersama beberapa lembaga sipil menyelenggarakanMedia Briefing peluncuran kajian hukum mengenai ‘Memperkuat Revisi Undang-Undang Narkotika Indonesia’. Kajian ini merupakan masukan terhadap revisi peraturan perundang-undangan Narkotika dari organisasi masyarakat sipil yaitu,  ICJR, Rumah Cemara, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, serta jejaring lembaga sipil Koalisi 35/2009.

Tiga rekomendasi utama dari kajian mengenai revisi UU Narkotika, adalah: 1. Dekriminalisasi pengguna; Pembatasan yang jelas dalam mengidentifikasi pengguna dan pecandu Narkotika, 2. Memperkuat Pusat rehabilitasi untuk dibuka bagi pengguna dan pecandu, 3. Penyelesaikan masalah fair trial di dalam  peradilan pidana.

Sementara itu, Choky Riska Ramadhan, Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia mengatakan, pihaknya dan sejumlah lembaga nonpemerintahan, seperti Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, dan Persatuan Korban Napza Indonesia, sedang membuat naskah akademik revisi UU Narkotika. Salah satu poin penting adalah, pengguna narkoba perlu direhabilitasi medis, bukan dipenjara. Usulan ini didukung oleh Ade Kusnanto, Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Dengan catatan, rehabilitasi harus disertai dengan hasil pemeriksaan medis, psikologis, dan sosial oleh tim penilai.

Semua pihak memang menginginkan kasus narkoba di Indonesia dapat segera diatasi dengan koordinasi berbagai pihak terkait. DPR mendesak pemerintah segera merampungkan naskah akademik dan draf revisi UU Narkotika. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan bahkan mengatakan, jika pemerintah tak segera menyelesaikan dan mengajukannya, maka DPR siap mengambil alih pembahasan revisi UU Narkotika menjadi usul inisiatif DPR.

Sikap bangsa Indonesia yang menyatakan perang terhadap penyalahgunaan narkotika memang  sudah jelas. Tapi masih perlu ada  Undang-undang yang lebih  tegas. Kalau UU nomor 35 tahun 2009 sudah kurang atau tidak relevan lagi, segeralah lakukan revisi yang dapat mengakomodasi berbagai permasalahan narkotika.

Read 2406 times Last modified on Wednesday, 07 March 2018 11:46