Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan 90 persen BUMN dari total 142 perusahaan terkena imbas Covid-19. Hal ini berimplikasi pada dividen yang disetorkan perusahaan ke negara yang diperkirakan bisa hanya setengah dari target yang dicanangkan. Demikian dikatakan Menteri BUMN Erick Thohir dalam video conference di Jakarta, Rabu (20/5).
Menurut Erick Thohir hanya 3 BUMN yang tidak terlalu terkena dampak Covid-19, yakni Telkom, BUMN kesehatan, dan Kelapa Sawit. Oleh sebab itu pihaknya tetap terus berusaha untuk memperbaiki keuangan perusahaan-perusahaan milik negara. Ia juga telah memerintahkan mereka untuk mengevaluasi belanja modalnya. Salah satunya dia mendorong BUMN untuk memangkas belanja modalnya, seperti yang dilakukan PT PLN (Persero) yang mengurangi hampir 39 triliun rupiah.
Erick Thohir juga mendorong BUMN untuk melakukan restrukturisasi utang, contohnya global bond yang sebagian besar memakai recycle bond yang harga bunganya lebih tinggi. Ia juga mendorong BUMN untuk terus mencari pinjaman dengan bunga murah.
Adapun besaran dukungan pemerintah kepada BUMN pada 2020 mencapai lebih dari 149 triliun rupiah dalam bentuk penjaminan untuk kredit modal kerja baru dan Penyertaan Modal Negara (PNM).
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjelaskan, ada sejumlah kriteria Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan dibantu oleh pemerintah. Salah satu kriteria ini yakni perusahaan yang memiliki pengaruh besar terhadap hajat hidup masyarakat. Pemerintah telah menetapkan sejumlah skala prioritas dalam membantu BUMN. Beberapa skala prioritas yang dimaksud, antara lain BUMN yang bergerak di sektor infrastruktur, pangan, transportasi, sumber daya alam (SDA), keuangan, manufaktur, energi, dan pariwisata.
Febrio Kacaribu menjelaskan, sejumlah BUMN terkena dampak dari pandemi COVID-19, dikarenakan pasokan bahan baku terganggu dan suplainya tidak terserap. Contohnya, adanya kelebihan pasokan baja di pasar domestik dikarenakan arus masuk baja impor dari Tiongkok. Selain itu jumlah produksi menurun karena penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar-PSBB. Dari sisi permintaan, hal ini disebabkan oleh adanya penurunan daya beli, permintaan, dan penjualan. Dari segi operasional, terjadi pembatasan atau penghentian operasi perusahaan. Hal ini menyebabkan sebagian proyek tertunda penyelesaiannya, sehingga untuk biaya operasional yang harus dikeluarkan membengkak. Pembayaran beberapa komitmen pemerintah juga terlambat, sehingga likuiditas sejumlah BUMN terganggu.