Israel ingin menguasai permukiman di kawasan pendudukan Tepi Barat dengan mengklaim bahwa tanah tersebut milik mereka. Langkah itu rencananya dilakukan awal bulan Juli ini. Wajar kalau kemudian semua pihak yang menentang keras aneksasi ini menjadi gelisah. Suasana Politik Dalam Negeri Palestina pun resah. Hamas, Gerakan Palestina garis keras menentang tegas rencana Israel tersebut. Negara Palestina sendiri berharap dukungan dari berbagai pihak yang menolak rencana aneksasi tersebut. Namun faktanya sampai hari ini berbagai penolakan dan perundingan yang dilakukan belum dapat membatalkan rencana Israel. Dalam Konferensi Tingkat Menteri Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang berlangusng virtual bulan Juni lalu, Menlu RI Retno Marsudi secara khusus menegaskan rencana aneksasi di tengah pandemi Covid-19 telah melipatgandakan tekanan kepada Palestina. Aneksasi wilayah Palestina oleh Israel baik secara “de-facto" maupun “formal" merupakan hal yang tidak dapat diterima,"
OKI pun menyiapkan langkah untuk merespon rencana aneksasi ini. Di hadapan para menteri luar negeri OKI, Menteri Retno mengajak negara anggota OKI untuk bersatu dan memobilisasi kekuatan menolak aneksasi wilayah yang direncanakan oleh Israel tersebut melalui tiga cara.
Pertama; apabila Israel melanjutkan aneksasi secara formal, maka negara anggota OKI yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel diminta melakukan langkah diplomatik sesuai dengan berbagai Resolusi OKI. Kedua, negara-negara OKI secara kolektif menggalang dukungan internasional untuk menolak aneksasi Israel di berbagai forum internasional seperti Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan PBB, dan Dewan HAM. Ketiga, mendorong dilanjutkannya negosiasi yang kredibel dan sesuai parameter yang disepakati secara internasional, untuk mencapai “solusi dua negara" (two-state solution).
Tentu semua pihak termasuk Indonesia sebagai salah satu negara pendukung Palestina yang konsisten berharap, langkah diplomasi yang sudah dilakukan bisa membuahkan hasil.