Kontestasi pesta demokrasi akan kembali digelar di berbagai daerah di Indonesia pada 9 Desember 2020. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum –KPU,. setidaknya ada 270 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan secara serentak. Sembilan daerah akan menggelar Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur, 224 daerah akan menggelar Pemilihan Bupati-Wakil Bupati, dan 37 daerah akan menggelar Pemilihan Wali Kota-Wakil Wali Kota.
Para kandidat di berbagai daerah sudah berburu rekomendasi partai politik untuk ikut serta dalam kontestasi itu. Begitu pula calon perseorangan masih berupaya agar bisa lolos dan maju dalam kontestasi.
Demokrasi di tingkat lokal itu merupakan kesempatan bagi rakyat untuk menentukan secara langsung siapa yang akan menjalankan pemerintahan daerahnya. Namun demikian, kontestasi pemilihan kepala daerah tidak selalu berjalan ideal. Salah satu contohnya adalah munculnya fenomena calon tunggal. Fenomena ini membuat pemilih terbatasi haknya untuk punya alternatif pilihan calon pemimpin daerahnya.
Fenomena pasangan calon tunggal selama ini juga sering terjadi. Setiap pemilihan kepala daerah, ada peningkatan data terkait pasangan calon tunggal tersebut. Berdasarkan data KPU, pada pemilihan kepala daerah 2015, terdapat tiga pasangan calon tunggal. Sementara di pemilihan kepala daerah 2017, jumlah pasangan calon tunggal mencapai sembilan. Pada pemilihan kepala daerah 2018, Pasangan calon tunggal naik lagi menjadi dua-belas.
Pasangan calon tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak diprediksi meningkat di tahun 2020 ini. Menurut riset Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) berdasarkan dinamika politik yang berkembang hingga saat ini, akan ada calon tunggal di 31 daerah yang menggelar pemilihan kepala daerah 2020.
Penyebab munculnya calon tunggal adalah bahwa partai politik tidak memiliki kader-kader yang dinilai mempunyai elektabilitas tinggi. Dengan demikian, parpol tersebut harus mencalonkan orang di luar lingkaran partai. Sehingga, kerap terjadi bahwa satu pasangan calon didukung oleh beberapa partai politik bahkan semua partai politik.
Selain itu, ambang batas perolehan suara di DPRD untuk mencalonkan kepala daerah yaitu sebesar 20 persen terlalu berat. Ambang Batas yang tinggi berpotensi menjadi penghalang bagi banyak kader-kader unggulan di setiap partai. Akhirnya, mereka terpaksa mendukung pasangan calon dari partai lain . Padahal boleh jadi visi dan misi mereka tidak selaras.
Penyebab lain adalah terkait dana yang dimiliki para calon. Mereka tidak mempunyai dana memadai untuk ikut ambil bagian pada pesta demokrasi. Sehingga, mereka harus mundur dari perhelatan Pilkada.
Mengharapkan tidak ada calon tunggal pada pemilihan kepala daerah pada 2020 mungkin belum bisa terwujud. Tetapi paling tidak, ada upaya agar jumlah calon tunggal tidak meningkat. Untuk itu, fungsi-fungsi partai politik yang meliputi sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan pengatur konflik harus terus dijalankan oleh partai politik agar kadernya dapat memiliki elektabilitas tinggi di daerahnya.
Ambang batas syarat pencalonan pemilihan kepala daerah perlu diturunkan dari 20 persen menjadi 10 persen kursi di DPRD demi mencegah adanya calon tunggal. Untuk menurunkan ambang tersebut, pihak KPU perlu merevisi terlebih dahulu Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah Nomor 10 Tahun 2016.