Sebuah kapal Cost Guard Tiongkok kembali kedapatan berkeliaran di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Laut Natuna Utara pada Sabtu (12/9) pagi Minggu lalu.
Kapal Tiongkok itu terdeteksi sekitar pukul 10.00 WIB di radar dan automatic identification system kapal Milik Badan Keamanan Laut (Bakamla) KN Nipah-321 dan langsung diminta untuk meninggalkan wilayah yurisdiksi Indonesia. Melalui radio VHF chanel 16, KN Nipah-321 menanyakan kegiatan kapal Coast Guard Tiongkok itu. Saat berkomunikasi, mereka bersikeras mengatakan sedang berpatroli di area nine dash line yang merupakan wilayah territorial Tiongkok.
Personel KN Nipah-321 kemudian menjelaskan bahwa berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut atau UNCLOS 1982 keberadaan nine dash line tidak diakui. Kapal Coast Guard Tiongkok itu sedang berada di area Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan diminta untuk segera keluar dari wilayah yurisdiksi Indonesia.
Kejadian ini merupakan yang ketiga kalinya sejak 2016.. Pada Juni 2016 dan awal Januari 2020.kapal Cost Guard Tiongkok juga pernah memasuki wilayah yuridiksi Indonesia saat mengawal kapal-kapal nelayan penangkap ikan Negara itu.
Laut Natuna Utara merupakan wilayah yurisdiksi Indonesia dengan hak berdaulat atas sumber daya alam di kolom air. Kapal-kapal asing dibenarkan melintas, namun dengan syarat tidak melakukan aktivitas lain yang bertentangan dengan hukum nasional maupun internasional.
Pemerintah Indonesia telah melayangkan protes keras terhadap Tiongkok terkait keberadaan kapal asing di laut Natuna. Presiden Joko Widodo juga telah mengeluarkan pernyataan tegas, bahwa tidak ada kompromi soal kedaulatan Indonesia. Untuk menunjukkan keseriusan pemerintah Indonesia dalam menjaga dan mempertahan wilayahnya, Presiden Joko Widodo bahkan langsung meninjau situasi di Natuna dengan menaiki Kapal Perang RI Imam Bonjol 383 pada bulan Juni 2016. Demikian pula sesudah insiden kembali masuknya kapal Tiongkok Januari lalu, presiden pun bertolak ke Natuna dengan kekuatan militer baik laut maupun udara.
Pemerintah Tiongkok sudah seharusnya menghargai apa yang sudah disepakati masyarakat internasional. Zona Ekonomi Eksklusif Natuna memiliki legal dasar hukum yang kuat yakni UNCLOS 1982 dan dipertegas lagi dengan Permanent Court of Arbitration yang terungkap dalam penyelesaian sengketa antara Filipina melawan Tiongkok.