Tuesday, 08 September 2020 11:37

Pemberantasan Buta Aksara Tingkatkan Kesejahteraan

Written by 
Rate this item
(0 votes)

 

Hari ini, 8 September, diperingati dunia sebagai  Hari Aksara Internasional. Sejak tahun 1967, setiap tahun  Hari Aksara Internasional diperingati untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya  melek huruf sebagai masalah martabat dan hak asasi manusia.

 

UNESCO mencatat ada kemajuan  dalam upaya pemberantasan buta aksara. Meskipun demikian, saat ini setidaknya ada 773 juta orang dewasa di seluruh dunia masih mengalami kekurangan keterampilan keaksaraan dasar. Sedangkan  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyebut, angka buta aksara pada usia 15- 59 tahun di Indonesia adalah 1,78 persen dari total penduduk.  Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, angka ini terus mengalami penurunan. Direktur Jenderal (Dirjen) PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan – Kemendikbud,  Jumeri mengungkapkan, Kemendikbud menargetkan capaian tuna aksara sebesar 0 persen hingga tahun 2023.

 

Upaya penuntasan buta aksara tentu harus dilakukan, meski harus menghadapi tantangan. Lalu apa upaya yang harus dilakukan pada masa pandemi Covid-19? Program pembelajaran aksara  seperti apa yang efektif  dilakukan pada masa pandemi ini?  Tentu saja, setiap  negara memiliki jawaban dan cara  masing-masing.  Indonesia menetapkan “Pembelajaran Literasi di Masa Pandemi COVID-19, Momentum Perubahan Paradigma” sebagai tema peringatan Hari Aksara Internasional 2020.  Tema ini mengacu pada tema yang diusung oleh UNESCO  yaitu, “Literacy Teaching and Learning in The COVID-19 Crisis and Beyond with a Particular Focus on The Role of Educators and Changing Pedagogies”.

 

Pada masa pandemi Covid-19, ragam kreasi, inovasi dan partisipasi harus dilakukan. Bila pada masa  sebelum pandemi, pengenalan aksara pada usia dini mungkin lebih banyak dilakukan di tempat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau Taman Kanak-kanak; saat ini justru lebih banyak dilakukan dalam keluarga. Orangtua bisa menggunakan segala metode untuk mengenalkan aksara, termasuk melalui tayangan dalam jaringan, tentu saja dengan pengawasan ketat. Saat ini, tak sedikit anak yang justru mengenal aksara  melalui tayangan di internet. 

 

Partisipasi masyarakat secara langsung dalam  pemberantasan buta aksara di lingkungannya harus lebih ditingkatkan. Salah satunya melalui taman-taman bacaan. Dengan dukungan dari pemerintah, tentu taman-taman bacaan di masyarakat akan bisa meningkatkan perannya. Bukan hanya untuk memberantas buta huruf, dan menghasilkan individu yang bisa membaca, menulis dan berhitung. Taman Bacaan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan dalam proses belajar jarak jauh. Taman bacaan bisa memfasilitasi dalam pembelajaran lingkungan, karakter dan sosial kepada anak-anak. Tentu saja, protokol kesehatan tidak boleh diabaikan.

 

Didasari kesadaran bahwa melek huruf adalah hak asasi setiap manusia, maka bebas buta aksara harus menjadi perhatian semua pihak. Keterlibatan setiap individu dengan metode apapun harus ditingkatkan. Dukungan pemerintah untuk partisipasi  masyarakat dalam pemberantasan buta huruf bisa lebih ditingkatkan. Diantaranya dengan memberikan bantuan dana, pelatihan dan fasilitas kepada masyarakat yang berkontribusi aktif dalam upaya pemberantasan buta huruf. Sehingga tuna aksara nol persen di Indonesia pada tahun 2023 bisa tercapai. Pada akhirnya, hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.(pna/rhm)

Read 1246 times