Turki kembali dipimpin Recep Tayyip Erdogan[ɾeˈd͡ʒep tɑjˈjip ˈæɾdo(ɰ)ɑn]. Setelah menjadi penguasa di negara yang berada di antara Asia dan Eropa selama 15 tahun, Erdogan kembali menang dalam Pemilihan Umum yang dilaksanakan hari Minggu (24/6). Recep Tayyip Erdogan kembali menjadi Presiden Turki untuk masa jabatan berikutnya setelah meraih suara mayoritas.
Lebih dari 56 juta rakyat Turki telah memberikan suaranya dalam pesta demokrasi yang dilaksanakan pertama kalinya sejak Turki mengubah sistem pemerintahan dari parlementer ke presidensial. Perubahan system pemerintahan itu terjadi sebagai hasil referendum tahun lalu. Pada pemilu sebelumnya, Erdogan juga mengalahkan para pesaingnya, termasuk lawan politik utama, Muharrem Ince.
Kantor berita Turki, ANADOLU, melapokan Erdogan dipastikan berhak meraih kursi presiden setelah mendapatkan dukungan 52,5 persen suara, sedangkan Muharrem Ince memperoleh 31, 5 persen. Ince adalah calon Presiden Turki yang mewakili kelompok sekuler dari Partai Republik Rakyat, CHP.
Dalam pidato kemenangannya, Erdogan berjanji akan melanjutkan upaya untuk membebaskan Suriah. Juga mengembalikan para pengungsi dari Negara itu yang kini mengungsi di sejumlah negara, termasuk Eropa Barat.
Pernyataan politik pertama tersebut, tidak hanya memberikan semangat kepada para pemilihnya, tetapi juga menjadi isyarat politik luar negeri Erdogan. khususnya menyangkut konflik di Suriah yang telah menewaskan ribuan penduduk serta membuat banyak warganya lari mencari selamat ke luar negeri. Penegasan Erdogan itu tentu akan menjadi perhatian berbagai negara yang kini terlibat dalam konflik Suriah, seperti Amerika Serikat, Rusia, Iran dan Arab Saudi.
Sangat boleh jadi Negara-negara pendukung pemerintah Presiden Assad di Suriah, yaitu Rusia dan Iran, sudah mempunyai ancang-ancang terhadap langkah Erdogan di waktu mendatang. Turki di bawah Erdogan, kedepannya akan terus berusaha menjadikan diri sebagai negara yang semakin diperhitungkan dalam upaya penyelesaian konflik di Suriah.