(voinews.id)- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggandeng pemangku kepentingan (stakeholder) dalam membentuk ekosistem pembiayaan perumahan. Pembentukan ekosistem ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, dan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau PT SMF.
Membuka acara penandatanganan MoU yang dipantau secara virtual di Jakarta, Rabu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban menyampaikan ekosistem dalam sektor perumahan melibatkan banyak pihak, mulai dari sisi suplai hingga permintaan, baik regulator, BUMN, swasta, maupun masyarakat.
"Guna mewujudkan cita-cita negara untuk memberikan tempat tinggal yang layak bagi seluruh masyarakat, maka dukungan seluruh pihak dalam ekosistem perumahan mutlak dibutuhkan," kata Rionald. Pemerintah melalui berbagai instrumen fiskal telah berupaya mendukung pengembangan sektor perumahan khususnya kepemilikan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), antara lain melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Sejak tahun 2010, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk program FLPP sebesar Rp79,77 triliun untuk membiayai pembangunan 1.169.579 unit rumah MBR dengan nilai sebesar Rp100,32 triliun.
Pemerintah melalui pemberian tambahan penyertaan modal negara (PMN) kepada PT SMF juga mengalokasikan porsi 25 persen pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR) FLPP sejak tahun 2017 sebesar Rp7,8 triliun yang kemudian di-leverage untuk menyalurkan pendanaan sebesar Rp15,04 triliun guna mendukung pembiayaan bagi penyediaan 421.650 unit rumah MBR. Selama lima tahun terakhir, kata Rionald, alokasi SBUM bagi MBR rata-rata mencapai Rp774 miliar untuk membantu 186.174 MBR setiap tahunnya. Pemerintah juga merealisasikan SSB sebesar Rp2,57 triliun pada tahun 2022 untuk membiayai 769.903 unit rumah MBR.
"Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk perumahan juga dialokasikan melalui anggaran belanja Kementerian PUPR dimana selama tahun 2018-2022 telah direalisasikan sebesar Rp36,22 triliun untuk 1.139.654 unit rumah, baik dalam bentuk pembangunan rumah susun, rumah khusus, rumah swadaya, dan sarana prasarana umum," tambahnya.
Selain kepada PT SMF, lanjut dia, pada tahun 2022 dana APBN untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pembiayaan perumahan bagi masyarakat dalam bentuk PMN juga dialokasikan kepada Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) sebesar Rp1,57 triliun dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN sebesar Rp2,48 triliun. Ekosistem pembiayaan perumahan yang dimotori oleh Kementerian PUPR diharapkan dapat menjalankan kegiatannya secara teratur, adil, transparan, dan bertanggung jawab, sehingga dapat tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengajak para pihak dalam ekosistem pembiayaan perumahan, khususnya Kemenkeu, Kementerian PUPR, BP Tapera, bank pelaksana penyalur pembiayaan perumahan, dan pengembang penyedia perumahan untuk bersinergi, berkoordinasi, dan berpartisipasi aktif dalam kajian serta penyusunan rekomendasi kebijakan, upaya penyelesaian permasalahan, dan penguatan pembiayaan perumahan baik primer maupun sekunder.
"Jika tidak ada kolaborasi dari kita semua, maka ekosistem pembiayaan perumahan yang kondusif akan sulit tercapai", ucap Herry. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa ke depannya, diharapkan para pemangku kepentingan dalam ekosistem pembiayaan perumahan dapat mengembangkan berbagai inisiatif dan inovasi pembiayaan perumahan.
Hal tersebut dapat dilakukan melalui perluasan akses MBR kepada hunian vertikal di wilayah perkotaan melalui skema Rental To Own (RTO) dan Staircasing Shared Ownership (SSO), meningkatkan ketersediaan landbank, pembangunan hunian yang terintegrasi dengan Transit Oriented Development (TOD), serta penerapan pembiayaan hijau dalam rangka merespons dampak perubahan iklim dan mendapatkan nilai tambah dengan adanya ekonomi hijau.
antara