Friday, 02 February 2024 16:09

Militer Perpanjang Keadaan Darurat Myanmar

Written by 
Rate this item
(0 votes)

Pasukan keamanan militer Myanmar berpatroli di jalan selama

 

Junta militer Myanmar Rabu lalu (31/1/2024) kembali memperpanjang status darurat di negara itu untuk enam bulan ke depan. Badan pengambil keputusan tertinggi Myanmar, Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional, memutuskan untuk memperpanjang status darurat yang berakhir pada Rabu tengah malam.

Perpanjangan status darurat diambil menjelang peringatan tiga tahun kudeta yang menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis di Myanmar.

 

Perpanjangan status darurat juga membuat pemilu yang dijanjikan penguasa menyusul kudeta pada 1 Februari 2021, ditangguhkan. Penguasa Militer Myanmar sebenarnya sudah beberapa kali memperpanjang status darurat sejak mengambil alih kekuasaan.

 

Keputusan militer untuk mengumumkan keadaan darurat saat itu berujung pada protes massal yang mendapat respons represif dari militer.

 

Menurut kelompok pengawas setempat, Asosiasi Bantuan Tahanan Politik, sejak kudeta setidaknya sekitar 4.500 warga sipil telah tewas dan lebih-kurang 20.000 orang ditangkap dengan alasan politik.

 

Sementara, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa lebih dari dua juta orang terpaksa mengungsi ke berbagai negara termasuk Indonesia, akibat kekerasan di Myanmar.

 

Pemimpin junta militer Jenderal Min Aung Hlaing mengaku pihaknya tidak dapat mencabut status darurat sebab hal itu berurusan dengan kelompok etnis bersenjata di seluruh negeri. Menurutnya, militer masih direpotkan oleh serangan terkoordinasi yang dilakukan tiga kelompok pemberontak etnis minoritas di Myanmar utara Oktober tahun lalu. Mereka menyerang pasukan junta dan merebut banyak kota serta pos terdepan junta militer.

 

Perpanjangan keadaan darurat tentunya tidak akan menyelesaikan masalah. Justru sebaliknya, masyarakat dan kelompok-kelompok yang menentang kebijakan militer akan terus melakukan perlawanan.

 

Situasi politik yang terjadi di Myanmar juga menimbulkan tantangan terhadap integritas, persatuan, dan relevansi ASEAN. Sejak awal konflik, ASEAN, terutama Indonesia yang memegang tampuk keketuaan ASEAN pada 2023, terus menunjukkan komitmen untuk membantu Myanmar keluar dari krisis. Namun sejauh ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

 

Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi di berbagai kesempatan menekankan bahwa implementasi 'Lima Poin Konsensus' yang dicapai dalam pertemuan ASEAN di Jakarta tahun 2021 masih menjadi acuan utama untuk penyelesaian konflik di Myanmar.

 

Poin-poin utama dari 'Lima Poin Konsensus seperti "kekerasan harus segera dihentikan di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya". Serta "dialog konstruktif di antara semua pihak yang berkepentingan harus dimulai untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat", masih belum bisa terealisasi dengan baik.

 

Tahun ini keketuaan ASEAN dipegang oleh Laos. Mudah-mudahan penyelesaian masalah Myanmar melalui 'Lima Poin Konsensus' dapat terus didorong agar perdamaian tercipta di Myanmar.

Read 292 times