Dalam edisi Warna Warni kali ini saya sajikan informasi mengenai Pameran Ulos, Hangoluan dan Tondi.
Ulos merupakan kain khas suku Batak di Sumatera Utara. Kain ini memiliki nilai yang sangat tinggi dan peranan penting dalam kehidupan warga Suku Batak. Selain itu, setiap jenis ulos mewakili tahap kehidupan manusia. Pemakaian ulos dalam adat istiadat Batak harus sesuai dengan momen kehidupan, mulai dari lahir, hidup, menikah, hingga akhirnya mati. Makna filosofis inilah yang digambarkan dalam Pameran Ulos bertajuk Ulos, Hangoluan dan Tondi. Pameran ini yang diadakan selama 14 hari, mulai 20 September sampai 7 Oktober 2018, di Museum Tekstil, Jakarta ini juga sekaligus sebagai upaya untuk mempromosikan Provinsi Sumatera Utara, khususnya destinasi prioritas Danau Toba.Ulos yang dipamerkan rata-rata berusia 50 tahun ke atas dan seluruhnya merupakan koleksi pribadi Devi Pandjaitan boru Simatupang. Total Ulos yang dipamerkan ada 50 helai di mana 25 hingga 30 dari jumlah tersebut merupakan koleksi langka. Pameran Ulos Hangoluan dan Tondi ini dikemas oleh Kerri Na Basaria bersama Tobatenun di bawah Yayasan DEL. Pameran ini mengusung konsep Stages of Life atau tahapan dalam kehidupan yang terdiri dari Birth, Life, Marriage, Death, dan Paradise. Dalam pameran ini, ulos dikemas dengan menarik. Kain-kain Ulos ditampilkan dalam berbagai bentuk instalasi dekor yang sarat makna. Memasuki arena pameran pertama kali, anda akan melihat kata pengantar yang ditulis sastrawan, Saut Poltak Tambunan, bertajuk Indonesia Ulos, Merengkuh Hangat Jiwa dan Kehidupan. Selanjutnya ada instalasi pengenalan. Judulnya Introduction. Instalasi ini memperkenalkan kehidupan sehari-hari masyarakat Samosir.
setelah melewati instalagi Pengenalan, berikutnya ada ada ruang pameran Birth. Di ruangan yang gelap dan sempit ini, hanya ada rona merah di sudut ruangan. Beberapa jenis ulos tergantung di tengahnya. Suasana seperti seolah membawa pengunjung pada dunia rahim. Pada tahap kelahiran, ditampilkan jenis Ulos Lobu-lobu, Ulos Bintang, Ulos Simarpisoran, Ulos Heteran, dan Ulos Junjungan. Warna-warna yang mendominasinya antara lain hitam, merah, ungu, dan biru tua.
Bergeser ke tahap life, atau era hidup manusia paska dilahirkan akan terlihat berbagai jenis ulos di antaranya Ulos Tapak Satur, Ulos Ragi Angkola, dan Ulos Tutur-tutur. Dominasi warna ulos yang ditampilkan juga warna gelap, seperti biru, ungu, kelabu, dan hijau lumut. Tak hanya jejeran ulos tua, di sini anda juga akan melihat anyaman rotan sepanjang 25 meter yang membelah ruangan. Di sini terpampang potret para penenun hasil karya Indra Leonardi.
Berlanjut ke tahap marriage (perkawinan), tahap baru manusia memasuki kehidupan lepas dari orang tua akan terlihat nuansa seperti halnya pelaminan. Layar LCD menampilkan salah satu pesta pernikahan adat Batak dengan ulos yang terlihat mewah dan meriah. Jenis Ulos Tumntuman, Ulos Ulu Torus, Ulos Pinunsaan, Ulos Padang Rusak, Ulos Mangiring dengan warna merah terang dan untaian benang bewarna emas menghiasi ruangan. Sedikit berbeda, ulos tahap pernikahan menampilkan detail dengan manik-manik dan payet.
Di tahap terakhir adalah death, yang menampilkan instalasi dari kawat berwarna abu. Gumpalannya seperti awan yang menghiasi ruangan dengan ragam Ulos Pinunsaan, Ulos Gatip Ribu-ribu, Ulos Ragi Sapot, Ulos Jungkit Siwa, Ulos Ragi Huting, Ulos Ragi Uluan, dan Ulos Ragi Idup. Dominasi warnanya pun masih coklat dan warna gelap, namun diseling oleh untaian benang emas di beberapa sisi. Setelahnya, ada ruang redup dengan banyak lampu pijar berjajar. Anda digiring ke sebuah ruang terang-benderang bertajuk paradise. Kesan tenang dan putih mewarnai ruangan. Di akhir sebelum pintu keluar, terdapat instalasi benang tenun yang saling menjalin di sebidang tembok dengan tulisan “Who am I?” diatasnya. Begitulah setiap kain dan instalasi dekor ruangan dalam pameran ulos ini mewakili alur hidup setiap manusia.