Perdebatan publik kembali hangat dikalangan warga Inggris setelah Perdana Menteri Theresa May menunjukkan tanda-tanda untuk mempertimbangkan perpajangan periode transisi setelah keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). May berencana untuk memperpanjang masa transisi beberapa bulan ke depan. Namun rencana perpanjangan yang diajukan May ternyata mendapatkan kritikan tajam publik Inggris, baik pendukung Brexit maupun pendukung Uni Eropa (EU).
Pendukung UE menyatakan frustrasi dengan perundingan Brexit yang berkepanjangan. Di lain pihak, pendukung Brexit mengatakan Inggris harus membayar miliaran poundsterling jika harus tetap bertahan di Uni Eropa.
Reaksi terhadap rencana May tidak hanya sampai di situ, Dia juga menghadapi perlawanan dari mitra koalisinya di parlemen. Partai Serikat Demokrat Irlandia Utara (DUP), mengancam akan menentang anggaran pemerintah. Anggota parlemen Uni Eropa dari DUP, Diane Dodds, menilai perpanjangan masa transisi justru akan mengganggu partainya. Pihak oposisi bahkan menuduh Theresa telah melakukan “penghianatan” terhadap Brexit.
Kurang dari 6 bulan menjelang keluarnya Inggris dari Uni Eropa, perundingan Brexit masih belum ada kemajuan terkait isu perbatasan wilayah antara Provinsi Irlandia Utara milik Inggris dengan Irlandia. Permasalahannya terpusat pada kebijakan backstop yang menjamin bahwa tidak akan ada pembangunan ulang batas fisik di Pulau Irlandia jika hubungan dagang di masa depan tidak berjalan dengan baik. Dengan perpanjangan itu, Inggris juga akan tetap berada di pasar tunggal Uni Eropa serta menjadi subjek aturan dan regulasi EU, selama tiga tahun setelah tanggal resmi Brexit pada Maret 2019.
Uni Eropa telah menekankan bahwa backstop harus disepakati oleh Inggris jika ingin mendapatkan kesepakatan Brexit dengan EU, kendati periode transisi akan diperpanjang.
Tanggal 1 Februari 2017 lalu, penghitungan suara di parlemen Inggris , memperlihatkan sebanyak 498 anggota memberi persetujuan kepada Perdana Menteri Theresa May agar memulai perundingan terkait Brexit, sementara 114 lainya menentang.
Artinya PM Theresa May mendapat dukungan mayoritas anggota perlemen dan masyarakat Inggris, untuk keluar dari Uni Eropa. Namun setelah berjalan hampir 2 tahun, ternyata kenyataan dilapangan tidak semudah itu.
Akankah, Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa ? PM Theresa May masih punya waktu untuk membuat keputusan akhir hingga musim panas 2019 mendatang.