Warisan budaya Indonesia asal Tanah Batak, Ulos Harungguan, mendapat penghargaan dari World Crafts Council (WCC), salah satu NGO yang berafiliasi dengan UNESCO. Kain Ulos Harungguan dipamerkan di Andaliman Hall, Kota Medan, setelah mendapatkan penghargaan dari WCC 2018. Sekitar 90 kain ulos dipamerkan, selain Harungguan, beberapa jenis diantaranya : Bintang Maratur, Suri-suri, Indigo, dan Bolean.
Perancang busana internasional dan kolektor ulos, Torang Sitorus mengatakan, ini bukan prestasi pertama yang dicapai kain Harungguan. Sebelumnya, ulos Harungguan menjadi suvenir dalam pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Washington DC dan Bali, beberapa waktu lalu. Menurutnya, keunikan dari ulos Harungguan adalah kain ini hanya dibuat penenun dari Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Kain ini merupakan replika dari kain tua, yang proses pembuatannya masih dilakukan secara tradisional dan mengikuti pakem, diikat, dan motifnya tidak ada pengulangan. Kain diwarnai dengan bahan-bahan lokal yang terdapat di daerah Toba, yaitu dari akar mengkudu dan mahoni, yang difermentasi menjadi pewarna. Adapun perbedaan ulos Harungguan dengan kain Batak lainnya adalah tidak ada pengulangan motif dalam proses pembuatannya.Menurut Torang Sitorus, proses pembuatan satu lembar ulos Harungguan bisa memakan waktu hingga dua bulan. Sebelum menenun, prosesnya adalah pembentukan pola motif, pengikatan hingga pencelupan. Alhasil ulos Harungguan dibanderol dengan harga yang cukup tinggi. Satu lembar kain dihargai 5 hingga 10 juta rupiah. Setelah Harungguan,Torang akan mencari ulos dengan motif yang lain untuk dikembangkan. Torang juga berharap ulos mampu menjadi sebuah industri fashion yang dapat mendongkrak perekonomian para penenun di Toba.