Rabu lalu (21 November 2018), Perdana Menteri Inggris Theresa May bertemu dengan para petinggi Uni Eropa untuk menyepakati cetak biru perpisahan Inggris dari Uni Eropa. Rencananya cetak biru itu akan ditandatangani para pemimpin Uni Eropa itu hari minggu esok (25 November 2018). May datang untuk menyelesaikan beberapa soal yang masih menjadi ganjalan. Setidaknya ada 3 masalah yang harus diselesaikan. Yaitu ketegangan antara Inggris dan Spanyol soal Gibraltar, perikanan dan aliran barang.
Persoalan antara Inggris dengan Spanyol cukup tajam karena Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez mengancam akan memveto semua kesepakatan Brexit jika masa depan Gibraltar tidak bisa diselesaikan secara bilateral. Meskipun cukup keras, suara Sanchez dianggap oleh banyak diplomatEropa sebagai “jualan” untuk mengangkat popularitasnya menjelang Pemilu. Di kubu Uni Eropa sendiri, ada keinginan agar persoalan ini tidak sampai harus diselesaikan melalui pemungutan suara. Uni Eropa ingin agar kesepakatan ditandatangani secara bulat.
Sementara itu masalah perikanan diharapkan dapat segera diselesaikan. Perancis menginginkan cetak biru kesepakatan memberikan kejelasan akses bagi nelayan Perancis ke perairan Inggris. Tetapi di sisi lain Jerman kurang sepakat, karena lebih menginginkan semua anggota fokus pada finalisasi masa depan hubungan Uni Eropa dengan Inggris.
Tidak hanya dengan Uni Eropa, Theresa May sendiri menghadapi krisis kepercayaan dari dalamnegri. Satu rintangan sudah dihadapinya yaitu mosi tidak percaya dari partainya sendiri, Konservatif, yang dimotori Jacob Rees-Mogg yang ingin menggeser posisi May dari kursi ketua partai. Selain itu May juga harus meyakinkan koalisinya di Irlandia Utara, DUP, yang akan menolak kesepakatn Brexit karena melemahkan kedaulatan Inggris. Masih ada lagi ganjalan bagi May yaitu rencana voting kesepakatan Brexit oleh Majelis Rendah Inggris pada bulan Desember mendatang. Soal masih muncul lagi karena dukungan referendum kedua yang menguat dengan setidaknya ada 700 ribuan orang yang mendukung.
Kalau sebelum-sebelumnya May menolak opsi referendum kedua, maka saat ini May menganggap No Brexit sebagai opsi juga. Dengan berbagai situasi ini rasanya May perlu bekerja ekstra keras baik dengan UE maupun dengan urusan domestiknya. Pilihannya tinggal sukses Brexit atau ada referendum No Brexit.