Indonesia adalah sebuah Negara yang terdiri dari 13.000 pulau lebih dan sedikitnya 250 etnis, dengan berbagai hasil budayanya yang menjadi sumber kekuatan dan potensi Bangsa. Karena itu, kongres kebudayaan Indonesia 2018 yang diselenggarakan tanggal 5-9 Desember lalu menjadi sangat penting ditengah maraknya pengaruh budaya asing yang masuk tanpa batas melalui berbagai media. Apalagi situasi politik dalam negeri menjelang Pemilu 2019 saat ini cenderung memanas dan berpotensi mengarah perpecahan bangsa. Dibutuhkan pemikiran dan kesediaan untuk menerima serta menghargai perbedaan, baik terkait budaya bangsa sendiri maupun bangsa lain.
Dalam Penutupan Kongres Kebudayaan Indonesia 2018, Minggu 9 Desember, Presiden Indonesia Joko Widodo menekankan pentingnya semangat bertoleransi dalam berinteraksi di tengah kompleksitas budaya saat ini. Menurut Presiden, interaksi dalam berbagai hal termasuk kontestasi kata dan politik akan berujung kepada ujaran kecemburuan dan kebencian jika tidak diiringi toleransi.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo mengibaratkan, Indonesia tidak butuh ketersediaan panggung ekspresi. Yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah panggung interaksi yang bertoleransi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, menghadapi perbedaan serta pengaruh lainnya, posisi kebudayaan harus bisa menjadi inklusif. Karena Sifatnya saling belajar, saling mengenal, saling tahu sudut pandang orang yang berbeda, berusaha memahami, berempati, sehingga kemudian toleransi akan muncul dari pemahaman, bukan karena doktrin.
Kongres kebudayaan Indonesia memang diharapkan menjadi ajang berkarya sekaligus menelurkan berbagai gagasan untuk kemajuan bangsa Indonesia ke depan. Wajar saja bila dalam pembahasan strategi kebudayaan yang sudah bergulir sejak 10 tahun lalu ini, sering kali terjadi tarik ulur karena berbagai kepentingan. Untunglah ada butir butir Agenda Strategis Kebudayaan yang berhasil diformulasikan pada Kongres Kebudayaan 2018. Isinya antara lain, penyediaan ruang bagi keragaman ekpresi budaya dan mendorong interaksi budaya untuk memperkuat kebudayaan yang inklusif. Hal ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam menangani dan menjaga keberlangsungan kebudayaan bangsa. Antara lain dengan melembagakan Pekan Kebudayaan Nasional sebagai wujud ekspresi serta melestarikan budaya dengan melibatkan seluruh pihak.
Hasil Kongres tersebut selanjutnya menjadi rekomendasi yang ditawarkan untuk segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah sebagai regulator Bangsa Indonesia. Namun efektifitas Agenda Strategis Kebudayaan itu tidak harus bergantung pada pemerintah semata. Diperlukan rasa cinta dan bangga sebagai bagian bangsa Indonesia di kalangan masyarakat Indonesia. Sehingga semua pihak akan menjaga dan menghormati satu sama lain serta sepakat untuk berangkat dari nilai nilai keberagaman bangsa Indonesia dalam sebuah kebudayaan.